Share

Bab 38 Fatal

Penulis: Vargsagen
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-07 11:53:02

Pagi itu lorong lantai tiga masih sepi. Hanya beberapa perawat mondar-mandir membawa troli obat. Rindu berdiri di dekat nurse station, mencatat sesuatu di clipboard kecil, sesekali melirik ke arah pintu kamar 306.

Tak lama kemudian, dr. Galang muncul dari lift. Pria paruh baya dengan tubuh tegap dan langkah cepat. Rindu segera menyapanya dengan sopan.

“Pagi, Dok. Saya Rindu, koas dari angkatan baru. Saya diminta bantu observasi pasien kamar 306.”

Galang berhenti sejenak. Keningnya berkerut tipis. “Pasien kamar 306?”

“Iya, Dok. Katanya kasusnya unik dan bisa jadi pengalaman belajar yang bagus untuk saya.”

dr. Galang menatapnya dengan tatapan tak langsung percaya. “Siapa yang menyuruhmu?”

“Dokter Janu. Beliau tidak jelaskan banyak. Hanya meminta saya mengikuti Bapak hari ini dan fokus pada pasien itu.”

Galang menghela napas pendek, lalu menatap langsung ke matanya.

“Pasien itu bukan untuk observasi umum. Kondisinya masih fluktuatif dan dia minta privasi total. Tidak semua staf boleh mas
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 45 Saling Menyelidiki

    Ruang staf masih setengah gelap ketika Rindu berdiri di depan cermin wastafel. Dia menatap wajahnya sendiri, seolah mencoba mencari perempuan yang dulu datang ke rumah sakit ini dengan idealisme yang utuh.Tapi kini, pandangannya sendiri terasa asing. Dia tahu ada yang tidak beres. Bukan hanya soal pasien kamar 306. Tapi juga soal lelaki yang tadi pagi menggenggam pinggangnya dan menyebutnya “tempat pulang yang baru” dengan suara paling hangat yang pernah dia dengar.Tapi dia juga suami perempuan itu. Rindu mencuci tangan dengan sabun. Lama. Padahal tangannya tidak kotor. Yang kotor adalah pikirannya. Yang kotor adalah perasaannya. Yang kotor adalah kebohongan yang dia tahu tapi pura-pura tidak tahu.Dia menarik napas dalam-dalam. Lalu memakai jas medisnya kembali. Langkahnya ringan, tapi detak jantungnya berdentum keras saat menuju lantai tiga. Tak ada perintah resmi. Tidak ada instruksi dari dokter Galang. Tapi Rindu tetap melangkah ke kamar 306.Dia harus tahu. Dia harus tahu apa y

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 44 Memastikan

    “Entahlah. Seseorang yang tersesat,” jawab Nora pelan.“Oh, kupikir kenalanmu. Dia membuatku cemburu sedikit.”Senyum itu muncul lagi. Manis. Beracun.“Tapi aku tetap lega lihat kamu bisa jalan. Jadi sebenarnya sakit kamu separah itu atau hanya ingin menyendiri?”Nora menatapnya lekat-lekat. “Kamu juga tahu jawabannya.”Janu tertawa kecil, lalu mengambil satu langkah lebih dekat. Terlalu dekat.“Aku cuma khawatir, Ra. Jangan salah paham. Kamu tahu aku selalu peduli.”Peduli?Peduli sampai tega mencampur racun ke dalam susu?Tenggorokan Nora terasa panas. Tapi dia menahan semuanya. Dia harus tetap berpura-pura.“Kamu bisa melihat rekam medisku, Mas,” katanya sambil tersenyum paksa. “Aku harus kembali. Tidak kuat kalau harus berlama-lama di luar.”Tepat saat dia hendak menghindar, terdengar suara dari ujung lorong.“Bu Nora?”Mereka menoleh bersamaan. Chalia berdiri di sana, tampak agak bingung dan kehabisan napas.“Oh,” kata Chalia pelan. “Aku cari kamu, Mas. Ada pasien yang butuh pers

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 43 Gangguan

    Udara pagi masih lembap saat Nora berjalan menyusuri koridor administratif lantai atas rumah sakit. Wajahnya dibiarkan pucat tanpa riasan. Dia mengenakan jaket tipis di atas gaun rawat, menyamarkan fakta bahwa dia masih pasien terdaftar. Tidak ada yang menyapanya. Semua tahu, jika putri Direktur sedang berada di rumah sakit, maka jangan ajukan pertanyaan.Pintu ruangan itu terbuka setelah satu ketukan pelan.“Pagi, Pa,” katanya datar.Dr. Harsanta, lelaki berusia akhir 50-an dengan mata tajam dan suara berat, duduk di balik meja kerjanya. Pandangannya langsung terangkat.“Nora? Seharusnya kamu masih di ruang rawat.”“Aku tahu. Tapi aku perlu bicara.”***Tak lama kemudian, mereka sudah duduk berhadapan. Di antara mereka, secangkir teh yang mulai dingin dan selembar berkas yang belum sempat dibuka.“Jadi kamu ingin tetap tinggal di kamar 306. Dan minta agar rekam medis kamu dibuat menurun?” Dr. Harsanta menekankan kata terakhir dengan nada tak percaya.Nora mengangguk.“Bahkan kalau p

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 42 Target

    Lampu di lorong lantai tiga redup dan lembab. Sepi, nyaris seperti bukan bagian dari rumah sakit. Rindu menggenggam clipboard erat di tangannya saat berhenti di depan pintu kamar 306. Dia menarik napas panjang. Entah mengapa, ada kegelisahan yang merayap sejak panggilan dari ruang jaga tadi.Tiga ketukan pelan.Lalu pintu dibuka.Ruangannya bersih dan senyap. Di tengahnya, berbaring seorang perempuan dengan selimut setinggi perut. Rambut hitam panjang menjuntai ke bantal. Wajahnya pucat, tapi tenang. Sorot matanya tajam, namun ramah. Dan tanpa perlu ditanya, Rindu tahu—ini pasti Nora.“Ibu Nora?” sapa Rindu, berusaha menyembunyikan getaran kecil di suaranya.Perempuan itu mengangguk pelan. “Iya. Kamu dari bagian perawatan malam?”“Residen jaga. Diminta bantu observasi karena Dokter Galang sedang—”“Berhalangan, ya,” potong Nora cepat, tapi tetap sopan. “Silakan.”Rindu melangkah masuk dan mulai mencatat suhu tubuh, detak jantung, kondisi kulit, serta gejala-gejala yang disebutkan dala

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 41 Malam Yang Berpihak

    Malam sudah turun ketika Janu memarkir mobilnya kembali di area belakang rumah sakit. Dia baru saja mengantar Chalia pulang. Gadis itu masih setengah gelisah, mempertanyakan apakah teh earl grey yang disimpannya beracun. Tapi bagi Janu, kecurigaan Chalia hanya bagian dari efek stres.“Kamu terlalu capek, Chal. Bukan semua hal harus dicurigai,” katanya tadi, sambil merapikan rambut perempuan itu dengan lembut.“Teh basi bisa saja sebabkan gangguan jantung ringan. Lagipula, siapa yang bisa meracuni teh itu? Kamu yang menyimpannya, kan?”Chalia sempat mengangguk, ragu. Tapi seperti biasa, Janu tahu titik lemahnya. Sedikit pelukan, nada suara lembut, dan janji untuk sarapan bersama minggu depan, cukup untuk meredakan segalanya.Sekarang, di lorong rumah sakit yang setengah sepi, Janu berjalan perlahan ke arah ruang data pasien. Pikirannya sepenuhnya pada Nora. Dia ingin tahu. Sedikit saja. Hanya agar bisa tetap selangkah di depan.Namun sebelum mencapai tangga belakang, suara langkah terg

  • Secangkir Teh Untuk Suamiku   Bab 40 Terjebak

    Pintu kamar 306 terbuka pelan. Dokter Galang muncul dengan langkah cepat dan wajah sedikit letih. Tangannya menggenggam clipboard, tapi matanya langsung menatap Nora yang sedang duduk bersandar di ranjang yang mengenakan selimut tipis dan wajah datar seperti biasa.“Kemarin saya janji kontrol siang, tapi maaf saya agak terlambat,” ujar Galang sambil mendekat.“Tidak apa-apa, Dok,” jawab Nora ringan, meski matanya menyorot sedikit tajam. “Saya tahu dokter pasti sibuk.”Galang mengangguk singkat. Dia memeriksa tensi, denyut nadi, lalu menulis sesuatu di lembarannya. Tapi kali ini gerakannya tidak setenang biasanya. Ada jeda dalam gestur tangan. Ada sesuatu di balik tatapannya yang tak sepenuhnya medis.“Sebenarnya... saya baru saja dari IGD. Ada insiden,” katanya sambil meletakkan stetoskop.Nora menoleh. “Insiden?”Galang menarik napas pendek. “Suster Yati kolaps. Tiba-tiba. Kami duga henti jantung mendadak.”Sekujur tubuh Nora menegang. Tapi wajahnya tetap diam. Terkendali. Terlatih.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status