Duchess Lilliana yang mendengarkan teriakan Duke Cristin, membuatnya langsung berdiri dan memeriksa kaki Duke Cristin yang di pegang.
"Sebaiknya kita panggil Dokter saja.""Aku tidak apa-apa," sahutnya tersenyum. "Kita lanjutkan saja, aku sudah lapar."
Duchess Lilliana kembali duduk, Duke Cristin memulai memakan makan malamnya.
"O iya mulai malam ini aku akan tidur di paviliun, setelah satu minggu aku akan tidur di kediaman utama."
Uhuk
UhukViola langsung meraih segelas air di depannya, ia meneguk air itu setengahnya saja.
Duke Cristin beranjak, dia menepuk punggung Viola dengan pelan. "Vio sayang, kamu tidak apa-apa?" Tanya Duke Cristin. Dia meraih segelas air di hadapannya. "Kamu kalau makan hati-hati."
Nyes
Hatinya langsung tergores, mengeluarkan darah dan perih. Pemandangan di depannya membuatnya tak mampu berkata-kata. Duke
EmmmmzViola menggeliat, dadanya terasa geli. Seketika mata itu terbuka, matanya melirik ke bawah, melototi sesuatu di sana. "Duke!"Laki-laki yang menghisap benda kenyal itu langsung menghentikannya, lalu mengangkat wajahnya. "Emm, Vio." Duke Cristin menjauh, ia membuang muka. Malu, itu lah yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya, sudah pasti dia habis kali ini.Viola membereskan gaunnya yang terbuka, ia malu, tubuhnya selalu saja di jajah oleh Duke Cristin, tapi sebetulnya dia juga mau. Argh! Hidupnya serba salah. Setiap manusia pasti memiliki nafsu."Sudahlah, aku mau tidur.""Vio, itu," Duke Cristin menggenggam kedua tangannya. "Aku minta maaf, sebenarnya aku menginginkan itu.."PlakTanpa sadar Viola memukul kepala Duke Cristin, hingga sang empu mengerang. "Vio," ringisnya sembari mengusap kepalanya yang tak sakit."Sakit, Vio."
Viola membuka kedua matanya, lalu merenggangkan kedua otot tangannya itu. Ia beranjak duduk dan menoleh ke arah jendela. Matanya tertuju pada seseorang di sampingnya. Kosong, ia yakin Duke Cristin sudah pergi menemui Duchess."Ck, cinta mati."Viola melangkah ke arah balkom, merenggangkan kedua tangannya, merasakan semilir angin pagi yang masih dingin di iringi sebulir salju yang turun."Musim dingin, aku merindukan kehidupan ku sebelumnya. Di sini aku tidak bisa apa-apa? Tidak bisa bebas, ini dan itu, menjadi nona bangsawan atau menikah dengan bangsawan tidak mengenakkan. Kenapa aku tidak pergi berlibur saja!"Viola berdecak, sepertinya idenya tidak buruk. "Aku akan membicarakannya dengan Milea, dia pasti setuju kan.""Nona," sapa seseorang dari arah belakang. "Nona sudah bangun, o iya, air hangatnya sudah siap." Viola menatap Milea, ia pun langsung menuju kamar mandinya.Tiga pelayan itu pun membantu Viola membersihkan tubuhnya, memberikan
"Oh, my gogok. Dia ada di sini." Viola memutar bola matanya, ia malas melihat orang yang kini berada di ambang pintu. Berjalan dengan sikap arogantnya itu.Kedua pelayan itu menaruh camilan di atas meja di depan Viola. Setelah menaruhnya, Milea dan pelayan lainnya pun pergi menyisakan kedua orang di ruangan perapian itu.Duke Cristin duduk tepat di hadapan Viola, entahlah, dia merasa Viola sangat sulit membukakan hati untuknya. "Vio, kamu suka sup dan teh, serta buburnya. Maaf jika rasanya kurang pas untuk mu," ujar Duke Cristin dengan nada selembut mungkin. Seumur hidupnya, ia tidak pernah membuatkan sup pada siapa pun, termasuk Duchess Lilliana. Jika pun sakit, tugasnya hanya menemaninya sana dan memanjaknnya."Tidak buruk." Viola memakan sup sayur itu. Rasanya memang pas di mulutnya.Duke Cristin tersenyum, tangannya mengelus kepala Viola yang sedang memakan sup sayur buatannya. "Aku tidak tahu caranya
AhhEmmmOh shit.Ia tidak bisa membohongi tubuhnya sendiri, tubuhnya meminta lebih dan lebih. Viola memandang kedua manik Duke Cristin, dadanya naik turun menahan gejolak yang semakin memanas.Tangan Duke Cristin tak henti-hentinya, meremas bokongnya dan meremas salah satu dadanya, hingga tangan Duke Cristin di balik gaunnya."Ini yang di namakan patner Duke, sebatas patner saja, tidak lebih!"Viola tersenyum miring, ia meraba tangan Duke Cristin di balik gaunnya yang masih meremas salah satu benda kenyal itu.Viola mengusap kedua dada Duke Cristin, tangannya merasakan detak jantungnya yang berlomba. Kedua tangan itu pun turun ke resletingnya, menariknya ke bawah, tangan nakalnya mulai berkerja dan meremas.AhDuke Cristin melongo, ia menatap ke bawah. Melihat tangan Viola, dan menegelusnya, lalu meremasnya.AhTubuhnya semakin panas, tangan Viola seperti mengalirkan aliran listrik. Keringat semakin
Duke Cristin langsung menarik lengan Viola, hingga dia kembali duduk di atas pangkuannya, ia tidak peduli, Viola mau mengatakan apapun, yang jelas ia merasa nyaman dan tenang, i butuh Viola, ia butuh Viola menenangkan pikiran, hati dan kehangatannya."Duke, lepaskan. Aku lelah dan tidak ingin bermain dengan mu."Duke Cristin tak peduli, sedangkan Viola merasakan di bawah sana sangat pas. Tanpa ia sadari tadi, kedua pahanya menghimpit pedang panjang Duke Cristin, namun pedang itu terasa lemah. Mungkin karena sudah mencapai kenikmatannya.Duke Cristin menggendong tubuh Viola, membaringkan tubuhnya di sofa merah, hanya cukup menampung satu orang. Tanpa permisi, Duke Cristin kembali menidih tubuh Viola dan membenamkan kepalanya ke ceruk leher Viola."Biarkan seperti ini, Vio. Aku lelah, aku ingin beristirahat saja.""Ya, tapi jangan seperti ini. Tubuh mu berat Cristin, sebaiknya kamu mengurangi makan mu," ujar Viola tanpa abal-abal Duke, ia langsung me
Setelah acara drama dan melodrama, akhirnya pasangan itu melanjutkan acara sarapan pagi dengan suasana hening."Sayang, makannya pelan-pelan, nih mulutnya belepotan," ujar Duke Cristin seraya menghapus sisa roti di bawah bibir Viola.Viola bersemu merah, ia langsung memalingkan wajahnya. "Sudahlah, aku sangat lapar. Emm, kamu tahu sendiri, gara-gara kamu.""Lah, kok nyalahin saya, kan kamu sendiri sayang yang berkerja, aku hanya menikmati hasilnya saja."Viola menatap dekik Duke Cristin, tangannya terasa gatal ingin membogem mulutnya yang bak seperti burung pipit. Viola menoleh ke arah pelayan Milea dan kedua pelayan yang menunduk dengan sudut bibir yang tertarik."Jangan bicara sembarangan!" Kilah Viola. Ia memakan roti di tangannya dan mengunyah dengan cepat."Hah, sayang. Kamu kok malu sih, mereka pasti tahu.""Diam!" Viola sangat kesal, tangannya hampi
Duke Aland tersenyum penuh kemenangan, akhirnya wanita di hadapannya mau duduk kembali.Viola merasa jengah melihat senyuman itu, "Katakan, jika tidak penting, saya permisi.""Tunggu!" Duke Aland mencegah lengan Viola. "Aku akan mengatakannya."Dan lagi, dia harus kembali duduk karena rasa penasaran yang sudah menguasainya."Aku dan Duchess, kami berteman. Duka dan senangnya Duchess aku tahu, warna kesukaannya, apa yang tidak dia sukai. Hari demi hari aku lalui bersama Duchess, rasa nyaman dan hangat yang aku butuhkan, Hingga suatu hari aku memutuskan untuk mengatakan perasaan ku, namun sayang Duchess memilih Duke Cristin yang telah di jodohkannya."Viola menyilangkan kedua tangannya di dadanya, wajahnya santai dan serius mendengarkan Duke Aland, yang menjadi pertanyaan adalah, lalu apa hubungannya?"Lalu ..."Duke Aland tersenyum, wanita tangguh di hadapannya tidak mudah di taklukan, apa lagi hatinya yang sekeras batu. "Aku ing
Duke Cristin membuka pintu paviliun itu, kedua ekor matanya melihat sekeliling ruangan itu, menyapu setiap sudut. Dari kejauhan, seorang pelayan berjalan tergopoh-gopoh, lalu memberikan hormat."Yang Mulia Duke.""Apa Nyonya sudah pulang?" tanya Duke Cristin, yang di tanya pun mendongak."Belum Tuan."Duke Cristin mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, Viola belum kembali, hatinya merasakan firasat buruk, ia takut terjadi sesuatu, salahnya dia yang tidak menemani Viola keluar.Duke Cristin memutar tubuhnya, kedua kakinya berjalan mondar mandir dan kedua tangannya berada belakang pinggangnya menyilang. Sedangkan lehernya, selalu tertuju pada arah luar."Oh Tuhan.. Dimana Viola? Semoga dia baik-baik saja."Dari arah pintu gerbang, Duke Cristin melihat kereta milik kediamannya memasuki halaman utama. Paviliun yang di tempati oleh Viola memang mengarah lang