Share

11. Pertempuran

Author: Appachan
last update Huling Na-update: 2025-06-02 08:20:14

Azena dan Aiden tengah mengawasi Liam dan Ethan dari balik semak-semak, dapat Azena lihat Liam tengah berusaha mengalihkan perhatian para penjaga rumah terbengkalai itu.

Azena merasa mereka akan ketahuan. Jantung Azena berdebar kencang, kekhawatiran tiba-tiba dia rasakan. Ini tidak bagus, dirinya harus mengambil tindakan.

"Komandan Aiden, bisa anda mengirim bantuan? Saya rasa mereka akan ketahuan," ucap Azena seraya mengawasi Liam dan Ethan.

Tanpa pikir panjang Aiden langsung mengambil walkie talkie yang berada di pinggangnya.

"Tim Serigala... bisa dengar saya? Tim Serigala," panggil Aiden lewat walkie talkie.

"Siap sedia komandan,"

"Kalian bawa tim bersenjata dan kendaraan, dengan titik koordinat sebelah barat cam militer, jarak 3km dari camp, dekat rumah di tengah hutan. Kalian mengerti!" jelas Aiden.

"Siap mengerti Komandan,"

Aiden kembali melihat situasi disana yang cukup menegangkan dengan walkie talkie yang masih di tangannya.

"Saya sudah meminta bantuan, kita tunggu,"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Secret Agent Or Teacher   23. Hadiah Terakhir

    Pagi-pagi sekali Azena sudah berdiri di depan pintu kamar orang tuanya. Lima tahun lebih sejak kepergian mereka, Azena tidak pernah membuka kamar ini, bahkan memasuki kamar kedua orang untuk melepas rindu pun Azena tidak pernah, Azena lebih memilih melepas rindu ke makam kedua orang tuanya. Jari-jarinya gemetar saat meraih gagang pintu besi yang terasa dingin di bawah sentuhannya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian. Dari kejauhan, di ujung tangga, Anthony memperhatikannya. Ia hanya mengamati, tanpa mendekat, memberikan Azena ruang dan waktu yang dibutuhkan.Dengan hati berdebar kencang, Azena membuka pintu. Bau samar parfum Ibu dan aroma kayu dari lemari pakaian dan dokumen sang Ayah masih tercium samar. Kamar ini tampak bersih, terawat, karena setiap harinya pelayan membersihkan kamar ini. Saat memasuki kamar ini, kenangan demi kenangan seolah berputar seperti sebuah kaset, Ayah yang selalu membacakan cerita sebelum tidur, Ibu yang menyanyikan lagu pengant

  • Secret Agent Or Teacher   22. Topeng Wajah

    Matahari mulai condong ke barat, memancarkan cahaya keemasan yang lembut saat Azena meninggalkan taman. Udara sore terasa lebih sejuk, membawa sedikit ketenangan yang ia butuhkan. Ia menuju ke tempat yang selalu memberinya kedamaian—makam orang tuanya.Di sana, di antara susunan batu nisan yang terukir nama orang tuanya, Azena duduk termenung. Bunga-bunga sedap malam yang harum semerbak memenuhi udara, seolah menenangkan jiwanya yang masih bergolak. Air mata kembali mengalir, membasahi pipinya, bukan lagi air mata keputusasaan, tetapi air mata kerinduan."Ayah, Ibu," bisiknya lirih, suaranya terisak. "Aku... aku merasa sangat kehilangan. Aku merindukan pelukan kalian, nasihat kalian, keceriaan kita bersama." Ia menceritakan semuanya kepada makam orang tuanya, tentang trauma yang dialaminya, tentang obat penenang yang hampir merenggut nyawanya, tentang rasa bersalah yang terus menghantuinya. Ia menceritakan tentang Dokter Evian, tentang saran bernapas dalam-dalam, tentang usahanya unt

  • Secret Agent Or Teacher   21. Terapi

    Di bangku taman yang teduh, di bawah naungan pohon rindang, Azena duduk termenung. Pandangannya kosong menerawang, menerobos dedaunan yang menari lembut diterpa angin. Suasana taman yang ramai oleh anak-anak yang tengah bermain dan keluarga yang asyik bercengkerama tidak membuat Azena terusik. Ia masih termenung dalam dunianya sendiri.Desiran angin seolah membisikkan kembali kata-kata dokter Evian, psikiater pribadinya, yang terus menghantuinya sejak sesi terapi terakhir. Bahaya penggunaan obat penenang berlebihan. Kata-kata itu berputar-putar di benaknya, menciptakan kecemasan yang perlahan menyelimuti.Azena memejamkan mata, dan seketika adegan itu kembali terulang. Flashback OnRuangan praktik dokter Evian yang hangat dan rapi. Aroma lavender yang menenangkan selalu memenuhi ruangan itu, mencoba meredakan kegelisahan setiap pasien."Azena," suara Evian terdengar lembut namun tegas.Evian memecah keheningan dalam ruang prakteknya. Sorot matanya yang penuh empati menatap Azena deng

  • Secret Agent Or Teacher   20. Boneka Sang Tuan

    "Tuan, pengiriman barang ke luar negeri sudah dalam perjalanan. Berkat informasi dari tuan muda, tempat pengiriman berhasil di alihkan," lapor seorang pria berbadan besar.Pria paruh baya yang dipanggil 'Tuan' itu hanya mengangguk tenang, gelas berisi wiski di tangannya bergoyang pelan seiring gerakannya. Matanya yang tajam tetap terpaku pada cairan amber itu."Bagaimana pergerakan para agen sialan itu?" tanya sang tuan datar, matanya terus fokus pada whisky ditangannya.Sang bawahan masih menunduk hormat tanpa berani menatap tuan besar di hadapannya. "Saya belum mendapatkan informasi lebih lanjut tuan, hanya saja ketua dari tim alpha tengah mengambil cuti.""Pantau terus mereka, jangan sampai mereka menghancurkan Bisnisku." "Baik tuan," Pria berbadan besar itu undur diri, meninggalkan ruangan yang minim cahaya. Di sana, sang Tuan Besar masih setia menikmati wiski mahalnya. Di hadapannya terhampar rak besar mewah yang berisi botol-botol alkohol dari berbagai jenis dan negara, memanc

  • Secret Agent Or Teacher   19. Obat Penenang

    Jari jari lentik itu perlahan bergerak pelan, perlahan Azena menggeliat kecil. Kelopak matanya terasa berat, dan kepalanya sedikit berdenyut. Ia menghela napas panjang, mencoba menyingkirkan sisa-sisa mimpi buruknya selama ini. Peristiwa semalam, reaksi paniknya, dan obat penenang yang ditelannya—semuanya kembali terlintas.Azena menoleh kearah jendela yang masih terbuka, langit malam dengan bintang yang bertaburan terlihat jelas di balik jendela kamar tidurnya."Sudah malam," gumamnya lirih.Azena meraih ponsel di meja samping tempat tidurnya. Jemarinya bergerak ragu sebelum akhirnya mengetikkan nomor yang sudah sangat ia hafal. Setelah beberapa dering, suara yang familiar itu terdengar di ujung telepon."Halo, Dr. Evian?" Azena memulai, suaranya serak khas orang baru bangun dari tidurnya. "Maaf mengganggu malam-malam begini."Terdengar jeda singkat dari seberang. "Tidak apa-apa, Azena. Ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanya Dr. Evian dengan nada khawatir.Azena menarik napas dalam-dal

  • Secret Agent Or Teacher   18. Pelabuhan

    "Ayah, ibu—" ucap Azena tercekat, suaranya terpotong oleh ketakutan yang menghantui pikirannya. Tangan Azena bergetar hebat, bayangan kejadian buruk itu kembali terlintas di pikirannya seperti kilas balik yang mengerikan. Dengan langkah tertatih dan napas yang terengah-engah, Azena mendekati meja kecil samping tempat tidurnya. Laci kecil itu dibuka dengan cepat walaupun dengan tangan yang masih bergetar hebat. Tangan lentik itu masih sibuk mencari sesuatu yang sangat penting bagi Azena. Botol kecil berwarna putih kini berhasil ditemukan Azena, dan dengan tangan yang masih bergetar, ia berusaha membuka tutup botol itu dengan napas yang tidak teratur. Beberapa butir obat Azena telan tanpa minum sedikit pun, rasa pahit dari obat itu tidak dihiraukan Azena. Yang terpenting obat itu mampu mengendalikan reaksi tubuhnya yang mulai meledak-ledak. Obat benzodiazepine—obat penenang bagi penderita depresi pasca trauma seperti dirinya. Setelah kejadian mengerikan itu, hidup Azena Stefanie

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status