Share

6. Rencana

Author: Appachan
last update Last Updated: 2025-05-26 15:18:30

Azena duduk di kursi ergonomisnya. Cahaya pagi menerobos jendela besar ruang kerjanya yang elegan, memantul di dinding putih bersih dan perabotan minimalis yang tertata rapi. Jam digital di mejanya menunjukkan pukul delapan tepat. Aroma kopi dari cangkir porselen masih samar, kalah oleh bau kertas tua dan tinta dari map biru tebal yang terbuka di hadapannya.

Di luar, hiruk-pikuk Departemen Intelijen mulai menggeliat. Suara langkah cepat, dering telepon, dan denting keyboard bersahutan. Tapi di ruangan ini, hanya ada keheningan—dan segunung misteri.

Kasus ini masih membingungkan. Bukti-bukti dan data yang dikumpulkan Tim Alpha selama berminggu-minggu masih belum membentuk gambaran utuh. Motif pelaku dan tujuan utamanya tetap menjadi teka-teki. Azena memijat pelipisnya, rasa frustasi mengendap.

“Astaga,” desahnya pelan, meletakkan map itu dengan sedikit kasar. Ia bersandar, memejamkan mata, mencoba menyusun ulang potongan-potongan informasi yang berserakan di kepalanya.

Tok... tok... tok...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

“Masuk,” ucapnya tanpa membuka mata.

Pintu terbuka. Lima anggota Tim Alpha masuk, Evangeline, Jonathan, Rachel, Andreas, dan Daniel. Seragam mereka rapi, sikap mereka tegak. Wajah-wajah itu mencerminkan kesiapan sekaligus pertanyaan.

“Pagi, Ketua Azena,” sapa mereka serempak.

Azena membuka mata dan menegakkan tubuhnya. “Pagi,” jawabnya singkat, menatap mereka satu per satu. Ada kilatan tanggung jawab yang terpantul di matanya.

“Kalian pasti bertanya-tanya kenapa saya panggil pagi-pagi begini,” katanya, suaranya tenang namun tak kehilangan ketegasan. “Silakan duduk. Saya akan jelaskan.”

Kelima anggota duduk di sofa panjang. Tatapan mereka tertuju penuh pada Azena.

“Untuk beberapa waktu ke depan, Jonathan akan memimpin Tim Alpha.”

Keheningan menggantung. Rachel mengerutkan dahi, Andreas melirik ke Daniel yang tampak terkejut. Hanya Evangeline dan Jonathan yang tetap tenang, seolah sudah tahu.

“Tapi kenapa, Ketua?” tanya Rachel, nada khawatir mengendap dalam suaranya.

Azena menunduk sejenak, tangannya menyentuh map biru itu. “Saya sudah mengajukan cuti ke Jenderal, dan disetujui kemarin malam. Mulai hari ini, saya akan absen dari markas. Selama saya tidak di sini, Jonathan akan bertanggung jawab penuh atas tim kita. Dan setiap perintahnya adalah perintah saya.”

Ia menatap mereka bergantian, tajam tapi jujur. “Paham?”

Semua mengangguk, meskipun wajah Daniel masih terlihat bingung.

“Kenapa sekarang, Ketua? Kasus ini belum selesai,” ucap Daniel, tak mampu menyembunyikan kegelisahannya.

Azena tersenyum kecil. “Saya akan tetap memantau kalian, saya tidak akan lepas tanggung jawab saya sebagai pemimpin tim ini. Tapi ada hal yang harus saya selesaikan secara pribadi. Jangan khawatir, kalian tidak akan sendiri.”

Rachel menyikut Daniel ringan. Daniel yang di sikut langsung terdiam, sedikit menunduk.

“Rachel, Daniel, dan Andreas,” lanjut Azena, “kalian bertugas memantau pelabuhan terbengkalai di wilayah utara Western. Ada informasi tentang kemungkinan transaksi senjata ilegal di sana.”

Ketiganya mengangguk tegas, siap dengan perintah ketua mereka.

“Jonathan, Evangeline, kalian fokus pantau pergerakan musuh. Jangan sampai lengah! Semua laporan harian tetap dikirim padaku. Jelas?”

“Mengerti, Ketua,” jawab mereka serempak.

“Baik, kalian boleh keluar.”

Ketiganya meninggalkan ruangan dengan cepat. Pintu tertutup.

Jonathan menatap Azena. “Ze, kenapa kamu menyuruh mereka ke pelabuhan itu? Bukankah fokus kita di pusat kota?”

Azena hanya tersenyum samar. “Kamu akan tahu nanti, Jo.”

Evangeline mengerutkan kening. “Aku masih belum mengerti.”

“Ada informasi yang tidak bisa kubagikan ke semua orang,” ujar Azena pelan. “Tapi kalian berdua harus tahu. Sumberku menyebutkan pelabuhan itu bukan hanya tempat penyelundupan, tapi juga tempat singgah tokoh penting jaringan mafia.”

Jonathan dan Evangeline saling bertukar pandang, seolah belum memahami situasi sekarang. Azena menghela napas kecil saat melihat raut wajah kedua rekan seperjuangannya itu.

“Aku sengaja mengirim mereka, untuk memastikan sesuatu. Jika tugas ini sampai gagal—berati ada pengkhianat disini.”

Evangeline dan Jonathan mengangguk mengerti. Mereka berdua masih tidak menyangka jika ada seorang penghianat di Departemen Intelijen seperti ini.

“Soal informasi yang kamu dapatkan, apa sumbermu bisa dipercaya?” tanya Jonathan.

“Lebih dari bisa dipercaya,” jawab Azena, kemudian berdiri. Ia berjalan ke lemari kecil, mengambil sebuah alat perekam suara. “Ini adalah rekaman percakapanku dengan Julian. Dengarkan baik-baik.”

Ia menyerahkannya pada Jonathan.

Evangeline mendekat, penasaran. Mereka berdua mendengarkan rekaman itu secara seksama.

“Aku harus pergi sekarang. Ada urusan mendesak di wilayah barat,” ucap Azena, mengambil tas kecil di bawah mejanya.

“Ze, kau yakin?” Jonathan berdiri.

Azena menatapnya dengan lembut. “Aku tidak akan pergi jika tak yakin. Jaga tim ini, Jo. Aku percaya padamu.”

“Hati-hati,” ujar Evangeline.

“Terima kasih. Kalian juga,” balas Azena, melangkah keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Secret Agent Or Teacher   33. Merindukan Sang Ketua

    Suara dentingan sendok beradu dengan cangkir kopi berbaur dengan obrolan pelan dari meja-meja lain. Evangeline mengaduk teh lemon nya, sementara Jonathan menyeruput latte-nya, tatapannya menyapu jendela kafe yang menampilkan hiruk pikuk jalanan di siang hari. Mereka duduk di sudut kafe "The Haven" yang nyaman, jauh dari keramaian, seolah dunia di luar sana bisa menunggu."Jadi, laporan intelijen terbaru menunjukkan pergerakan mencurigakan di sektor timur, Jonathan," ujar Evangeline pelan namun santai. "Indikasinya mengarah pada sindikat 'Black Swan' lagi. Mereka jauh lebih terorganisir dari perkiraan kita."Jonathan mengangguk. "Ya, aku sudah melihatnya. Analisis data kita menemukan pola anomali di transaksi keuangan mereka. Modus operandinya mirip kasus yang kita tangani tahun lalu, tapi kali ini mereka lebih lihai menyamarkan jejak." Ia meletakkan cangkirnya. "Bagaimana menurutmu, Angel? Apa ada kemungkinan ini hanya pengalihan?"Evangeline menyandarkan punggungnya ke kursi, jemarin

  • Secret Agent Or Teacher   32. Misi Baru

    Suasana pagi di halaman utama mansion Hailey begitu tenang, hanya diselingi desir angin dan suara anak panah menghantam target. Azena fokus menarik busur, matanya menajam, lalu melepaskan anak panah dengan presisi. Panah menancap tepat di tengah sasaran. Dua pengawal berbadan tegap berdiri tak jauh darinya, mengawasi dengan seksama."Bagus sekali, Nona Azena," puji salah satu pengawal.Azena hanya mengangguk tipis, tanpa mengalihkan pandangannya dari target. Ia kembali menarik anak panah berikutnya, namun gerakan di sudut matanya membuatnya berhenti. Kakeknya, yang selama ini menjadi sosok paling penting dalam hidupnya dan juga satu-satunya yang menjaga dirinya, berjalan mendekat dengan tongkat di tangan.Azena segera menurunkan busurnya. "Kakek.""Latihanmu semakin sempurna, Azena," ujar sang Kakek dengan senyum bangga."Tapi sepertinya ada hal yang lebih penting pagi ini."Azena mengangguk, meletakkan busur dan anak panahnya. "Baik, Kek."Mereka berdua berjalan menuju sebuah gazebo

  • Secret Agent Or Teacher   31. Penyelidikan Pengkhianat

    Malam telah larut, namun kamar Azena masih terang benderang. Ia duduk di meja kerjanya, di hadapan layar tablet yang menampilkan berbagai data misi dan laporan. Namun, pikirannya tidak tertuju pada deretan angka dan kode di tablet itu. Matanya menerawang, menatap kosong ke dinding, seolah mencoba menembus pikiran yang ada dibenaknya.Pengkhianat. Kata itu terus berputar di kepalanya. Siapa pengkhianat sesungguhnya di departemen intelejen atau justru di timnya sendiri.Satu per satu wajah anggota timnya melintas di benaknya, Evangeline gadis yang ceria, ekspresif, terkadang terlalu banyak bicara, namun loyal. Jonathan pria yang tenang, cerdas, ahli teknologi, dan selalu bisa diandalkan. Jonathan adalah pilar yang kuat dalam tim. Rachel gadis yang teliti, dan seorang analis data yang brilian. Ia selalu memastikan setiap detail misi tercover. Daniel pria yang kuat, sigap, dan ahli dalam pengintaian lapangan walaupun terkadang ceroboh dan bertingkah konyol, tapi keahliannya cukup bisa di

  • Secret Agent Or Teacher   30. Hari melelahkan

    Azena segera menghubungi sopirnya, meminta mobilnya dibawa ke bengkel utama seperti yang diminta Alex. Dalam waktu singkat, terdengar deru mesin mobil Azena yang menjauh, diikuti keheningan sesaat di mansion. Azena kembali fokus pada Edward dan Alex yang masih sibuk dengan denah dan skema."Jadi, apa langkah selanjutnya?" tanya Azena, mendekati layar besar.Edward menunjuk ke beberapa titik di denah mobil. "Alex akan fokus pada penguatan struktur dan pemasangan kaca anti peluru. Sementara aku akan memprioritaskan integrasi sistem elektronik. Aku perlu memastikan semua kamera, mikrofon, dan pelacak tersembunyi dengan sempurna dan terhubung ke sistem kontrol di laptop mu.""Dan jam tangan?" Azena menatap jam tangan vintage yang tergeletak di meja Edward."Aku sudah pilih salah satu," Edward mengangkat jam tangan kulit berwarna cokelat tua. "Desainnya klasik, tidak mencolok, dan ada cukup ruang untuk menyematkan perangkat. Aku akan mulai mengerjakannya setelah ini."Alex mengangguk setuj

  • Secret Agent Or Teacher   29. Memulai Rencana

    Pagi harinya, Azena bangun lebih awal, guna mempersiapkan segala sesuatu yang telah menjadi diskusi semalam. Ia memutuskan untuk menemui Edward yang sudah berada di ruang kerja sementara yang disediakan untuknya, sebuah ruangan yang dulunya perpustakaan pribadi Hailey namun kini telah disulap Edward menjadi lab mini dadakan dengan laptop, peralatan elektronik kecil, dan beberapa gadget yang belum diketahui oleh Azena.Azena mengetuk pintu dan masuk. Edward sudah sibuk dengan tablet dan beberapa chip kecil di meja."Pagi, Ed," sapa Azena, membawa dua cangkir kopi. "Aku bawakan kopi."Edward mendongak, tersenyum. "Pagi, Ze. Wah, kebetulan sekali. Terima kasih." Ia menerima salah satu cangkir. "Aku sudah mulai menyusun daftar komponen. Untungnya beberapa bagian kunci bisa dipesan secara online dan tiba cepat. Tapi ada beberapa komponen khusus yang harus aku buat sendiri.""Bagaimana dengan mobilku?" tanya Azena. "Aku bisa mengantarmu ke garasi mobil untuk melihat-lihat.""Boleh, nanti

  • Secret Agent Or Teacher   28. Diskusi Malam

    Malam harinya, suasana makan malam di mansion Hailey terasa hangat. Azena, Julian, dan Edward, Jeremy dan kedua orang tua Julian duduk di meja makan yang luas, ditemani hidangan lezat yang disiapkan koki mansion. Edward, yang sudah berganti pakaian santai, terlihat lebih rileks."Jadi, Azena," Edward membuka percakapan setelah suapan terakhirnya, "mengenai alat-alat itu, aku sudah punya gambaran kasar." Ia meletakkan garpunya dan menatap Azena serius. "Untuk pena perekam suara, aku bisa buatkan model yang persis seperti pena mahal yang biasa kamu pakai. Jadi tidak akan ada yang curiga. Mikronya akan sangat sensitif, bisa menangkap percakapan bahkan di ruangan yang cukup bising. Untuk transfer datanya, kita bisa pakai sistem enkripsi. Jadi, hanya ponselmu yang bisa mengakses rekaman itu."Azena mengangguk, matanya berbinar. "Kedengarannya sempurna, Ed." "Tapi, pakai pena yang biasa saja."Edward mengangguk mengerti, "baiklah.""Untuk modifikasi mobilmu," lanjut Edward, "kita akan butu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status