Share

Bab 5. Kopi Level kematian

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 11:38:00

Alister meletakkan cangkirnya di meja dan menghela napas panjang. “Kopi yang benar itu hitam pekat tanpa gula dan tanpa susu. Harika, kau baru saja menghancurkan pagi yang seharusnya sempurna.”

Harika tersenyum canggung. “Ehehe saya bisa buat ulang, Pak!”

Alister hanya mengangkat satu alis. “Lakukan!"

Harika kembali ke pantry dengan tekad yang membara. Oke. Tidak ada susu. Hitam pekat. Berarti harus kuat!

Ia mengambil bubuk kopi terpekat yang ada di pantry, menuangkannya ke dalam mesin, dan memastikan bahwa air yang digunakan tidak terlalu banyak. Ia ingin memastikan bosnya mendapatkan kopi terkuat yang pernah ada.

Setelah selesai, ia membawa kopi itu kembali ke ruangan Alister.

“Pak, ini sudah saya perbaiki,” katanya dengan penuh harapan.

Alister kembali mengambil cangkir itu, menyeruput sedikit, lalu raut wajahnya berubah. Mata Alister sedikit menyipit. Ia terdiam selama beberapa detik.

Harika menunggu dengan gugup. Lalu, tanpa peringatan, Alister langsung batuk-batuk keras.

Harika membelalakkan mata. “Pak! Kenapa?!”

Alister menaruh cangkirnya dan menatapnya dengan ekspresi tak percaya. “Harika, APA YANG KAU MASUKKAN KE DALAM KOPI INI?!”

Harika melirik cangkir itu dengan bingung. “Eh kopi hitam pekat seperti yang Bapak mau?”

Alister menatapnya dengan ekspresi horor. “Ini bukan kopi. Ini racun.”

Harika menahan tawa. “Eh, lebay banget, Pak. Masa sih—”

Ia mengambil cangkir itu dan mencoba mencium aromanya. Begitu aroma kopi itu masuk ke hidungnya, ia langsung terbatuk-batuk juga.

Ya Tuhan. Aromanya saja sudah seperti bahan bakar jet.

Alister memijat pelipisnya. “Harika.”

“Ya, Pak?”

“Kalau niatmu adalah membuatku pingsan agar kau bisa kabur dari kantor ini, kau hampir berhasil.”

Harika menahan senyum. “Hehehe. Saya buat ulang lagi ya, Pak?”

Alister hanya mengangkat tangannya. “Tidak usah. Mulai hari ini, kau dilarang membuat kopi untukku.”

Harika mengangguk cepat. “Siap, Pak! Saya akan menyerah total dalam urusan kopi.”

Alister menghela napas. “Setidaknya kau tahu batas kemampuanmu.”

Harika tertawa kecil, lalu keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk.Ia hanya bisa berharap bosnya tidak benar-benar menandai namanya di daftar hitam.

Saat kembali ke mejanya, Harika mendapati rekan-rekannya sudah berkumpul sambil berbisik-bisik.

“Gimana?” bisik Fenny dengan mata berbinar.

Harika mendesah. “Aku hampir membunuh bos kita dengan kopi level kematian.”

Teman-temannya langsung tertawa.

“Seriusan?” tanya Bima dari divisi IT. “Dia masih hidup, kan?”

“Masih,” jawab Harika. “Tapi sepertinya kepercayaannya padaku sudah menurun drastis.”

Fenny tertawa. “Tapi jujur, aku kagum banget. Baru hari ketiga kerja, tapi kau udah bikin sejarah.”

Harika memutar mata. “Sejarah buruk.”

Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan gosip, pintu ruangan Alister terbuka dan pria itu keluar dengan ekspresi dingin seperti biasa.

Semua orang langsung berpura-pura sibuk.

Alister berjalan melewati mereka tanpa berkata apa-apa. Namun, sebelum benar-benar pergi, ia berhenti sebentar di samping Harika.Tanpa menoleh, ia berkata pelan, “Aku berharap kau tidak membuat masalah lagi hari ini.”

Harika menelan ludah. “Eh saya juga berharap begitu, Pak.”

Alister tidak berkata apa-apa lagi dan langsung pergi. Begitu ia menghilang di ujung koridor, Harika menoleh ke teman-temannya.

“Aku punya firasat buruk soal ini.”

Fenny mengangkat bahu. “Yah, paling tidak kau berhasil bertahan sampai hari ketiga.”

Harika menutup wajahnya dengan kedua tangan. Astaga, apakah aku bisa bertahan seminggu di kantor ini?!

***

Harika duduk di mejanya dengan tekad membara. Hari ini harus berjalan mulus.

Tidak ada insiden kopi beracun.

Tidak ada salah kirim email memalukan.

Tidak ada hal bodoh yang bisa membuat bos perfeksionis itu menghela napas panjang seperti kakek-kakek yang kehilangan kesabaran.

Hari ini, ia hanya punya satu misi, menjadi sekretaris teladan. Namun, hidup tidak pernah semudah itu dan tentu saja, masalah baru sudah menunggunya di tikungan seperti debt collector.

Pagi ini, Alister punya rapat penting dengan investor dari luar negeri. Tugas Harika adalah memastikan semuanya siap dan sempurna.

Checklist Harika:

✔ Ruang rapat sudah dibersihkan dan ditata rapi.

✔ Dokumen penting sudah dicetak dan disusun.

✔ Presentasi sudah diunggah ke laptop bos.

✔ Air mineral dan snack sudah disiapkan di meja rapat.

Sempurna. Tidak ada celah kesalahan atau begitulah pikirnya.

Alister masuk ke ruang rapat dengan percaya diri, diikuti oleh para investor. Harika duduk di sudut ruangan, siap mencatat poin-poin penting.

Alister berdiri di depan layar besar, membuka file presentasi. Semua mata tertuju ke layar, lalu ruangan mendadak sunyi.

Harika yang sedang menyesap air langsung tersedak. Di layar, bukan slide presentasi perusahaan yang muncul, melainkan file PowerPoint berjudul

“MEMBONGKAR ZODIAK PARA BOS – SIAPA PALING NYEBELIN?”

TIDAK. TIDAK. TIDAAAAK!

Slide pertama menampilkan gambar besar kepala Alister dengan tulisan mencolok.

“CEO ZODIAK VIRGO: TERKENAL GALAK, TAPI ASLINYA KANG BAPER?”

Mati. Aku sudah mati.

Keheningan yang menegangkan menyelimuti ruangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 11. Bisnis Trip atau Trip Emosi?

    Alister menatapnya sekilas, lalu berkata tanpa basa-basi, “Aku ada urusan ke luar kota akhir pekan ini. Perjalanan bisnis dan aku butuh seseorang yang bisa kuandalkan untuk ikut.” Harika membelalakkan mata. “Saya?” “Ya,” Alister menjawab sambil menyusun berkas. “Ada dokumen penting yang harus diurus langsung dan selain itu aku butuh sekretaris yang bisa memastikan semua berjalan lancar. Termasuk kalau mesin fotokopi hotel mendadak rusak,” tambahnya dengan nada menggoda. Harika mengerjapkan mata. “Bapak yakin? Maksud saya, ini saya, Harika. The Walking Chaos.” Alister menatapnya lama, lalu berkata, “Justru karena itu. Kau selalu bisa menyelamatkan kekacauan yang kau buat.” Harika nyaris tersedak udara. “Jadi, kamu ikut atau tidak?” tanya Alister. “Eh, iya, iya! Tentu saja, Pak. Saya ikut, tapi saya harus nyiapin baju dulu, dan... dan skincare, dan mental.” Alister menahan senyum. “Kita berangkat Jumat sore. Tiga hari dua malam. Siapkan semua dengan rapi. Ini tugas priba

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 10. Drama Korea versi kantor

    “Pak?” “Kenapa kamu bisa nyangkut di sini?” tanyanya datar, tapi matanya jelas menunjukkan sedikit khawatir. Harika berdiri kikuk, menyapu debu dari roknya. “Saya cuma… ya, Anda tahu, arsip… niatnya profesional… ending-nya malah kayak korban film thriller.” Alister menghela napas, lalu mengangguk ke arah luar. “Ayo keluar! Aku tungguin kamu dari tadi. Kupikir kamu sudah pulang.” Harika terdiam. Jantungnya mencolek-colek kesadaran. Dia nungguin aku? Saat mereka berjalan beriringan menyusuri koridor kantor yang sepi, Alister tiba-tiba berkata, “Kamu tahu, Harika. Kamu mungkin satu-satunya orang yang bisa membuat hariku tidak bisa diprediksi.” Harika terdiam, menoleh pelan ke arahnya. “Itu pujian, atau pengingat untuk segera pensiun dari dunia kesekretariatan?” Alister menoleh dan untuk pertama kalinya tanpa ragu, tersenyum kecil. “Sedikit dari keduanya, tapi kurasa aku lebih suka hari-hari yang tidak bisa diprediksi.” Harika membeku di tempat. Satu kalimat sederhana itu

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 9. Bencana berjalan

    Alister diam beberapa detik sebelum berkata, “Kenapa aku tidak terkejut?”Harika hanya bisa tertawa kaku. “Err Pak, ini bukan seperti yang Anda pikirkan.”Alister mendekat dan menatapnya dengan ekspresi datar. “Yang aku pikirkan adalah kau berhasil membuat kekacauan bahkan dengan benda mati.”Harika menunduk. “Saya tidak sengaja, Pak.”Tanpa berkata apa-apa, Alister menarik tangannya dan dengan mudah mengeluarkan kertas yang tersangkut.Setelah itu, ia menatap Harika dan berkata, “Sekarang cepat bawa dokumen ini ke ruang rapat sebelum aku kehilangan kesabaran.”Harika segera mengangguk dan lari dari ruang fotokopi dengan pipi merah. Satu lagi momen memalukan yang harus ia lupakan, tapi tentu saja, hidup Harika tidak mengenal kata lupa. Apalagi kalau rasa malu itu masih menempel di wajah seperti lem korea.Setelah kejadian di ruang fotokopi, Harika mencoba fokus. Namun, ternyata kesalahannya belum berakhir. Begitu tiba di ruang rapat, Harika menaruh dokumen di meja dengan hati-hati—sak

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 8. Harika vs mesin fotokopi

    Perlahan, ia menoleh ke meja Alister. Pria itu sudah membaca pesannya dan sedang menatapnya dengan ekspresi campuran antara heran dan geli. “Kau serius?” Harika ingin menangis. Dengan panik, ia buru-buru mengetik pesan baru. Harika: Pak, tolong abaikan pesan itu! Itu… um… pesan untuk, eh… riset karakter novel! Alister mengetik balasan cepat. Alister: Jadi kau pikir aku akan mengusirmu? Harika berkeringat dingin. Harika: T-tentu tidak, Pak! Saya hanya bercanda, hehehehe. Alister hanya menatapnya sebentar sebelum kembali bekerja tanpa mengatakan apa-apa. Harika kembali ke mejanya dan menempelkan wajah ke meja. Kenapa aku begini?! Harika baru saja akan menenggelamkan wajahnya ke keyboard ketika notifikasi baru masuk. Alister: Kalau kamu jualan cilok, tolong kabari. Aku suka yang pakai saus kacang, sedikit pedas. Harika nyaris meledak di tempat. APA?! Ia menatap layar ponselnya, lalu melirik pelan ke arah Alister yang masih mengetik serius seperti tidak ter

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 7. Email maut Harika

    Harika menghembuskan napas panjang di meja kerjanya. Setelah insiden dokumen nyasar ke wajah bos, ia merasa hidupnya semakin dekat ke jurang pemecatan. “Oke, hari ini harus berjalan lancar. Tidak ada kekacauan. Tidak ada kesalahan. Tidak ada drama.” Namun siapa yang bercanda? Harika dan hari yang berjalan lancar adalah kombinasi yang lebih mustahil daripada diet tanpa cheat day. Pukul 07.30 pagi, Harika sudah tiba di kantor lebih awal, sesuatu yang sangat langka bagi dirinya. Alister belum datang. Ini kesempatan emas untuk menyelamatkan reputasinya sebelum bosnya masuk dan mengungkit segala bencana yang ia ciptakan kemarin. Langkah pertama, menjaga image sebagai sekretaris profesional. Harika duduk tegak, menata dokumen dengan rapi, dan mulai menyesap kopi dengan anggun. Namun, baru dua teguk, pintu kaca utama tiba-tiba terbuka keras. Seorang wanita tinggi, cantik, tapi menyebalkan masuk dengan penuh percaya diri. “Harikaaaa! Aku datang!” Harika hampir tersedak. “Apa

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 6. Rapat penting dan kesalahan fatal

    Investor mulai saling melirik. Beberapa tampak bingung, sementara yang lain menahan tawa dengan susah payah. Perlahah sangat perlahan, Alister menoleh ke arah Harika. Tatapannya mengatakan, “Aku harap ini bukan ulahmu.” Harika ingin menghilang jadi butiran debu. Astaga, ini pasti file yang ia buat bersama Fenny kemarin! Kenapa bisa masuk ke laptop bos?! KENAPAAAA?! Alister menarik napas panjang, mencoba bersikap profesional. “Maafkan kesalahan teknis ini.” Tangannya bergerak cepat mencari file yang benar. Namun, slide kedua otomatis muncul. “Kenapa Bos Virgo Lebih Seram dari Polisi Tilang?” Investor mulai tertawa. SITUASI DARURAT. SIAGA SATU. INI KEBODOHAN LEVEL INTERNASIONAL. Harika langsung berdiri dengan panik. “PAK, SAYA AKAN PERBAIKI INI!” Dalam kepanikan luar biasa, ia meraih laptop Alister dan buru-buru menutup file itu. Tangannya gemetar saat membuka file presentasi yang benar. Namun, semua sudah terlambat. Investor kini tertawa terang-terangan. Beberapa bahkan menep

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 5. Kopi Level kematian

    Alister meletakkan cangkirnya di meja dan menghela napas panjang. “Kopi yang benar itu hitam pekat tanpa gula dan tanpa susu. Harika, kau baru saja menghancurkan pagi yang seharusnya sempurna.” Harika tersenyum canggung. “Ehehe saya bisa buat ulang, Pak!” Alister hanya mengangkat satu alis. “Lakukan!" Harika kembali ke pantry dengan tekad yang membara. Oke. Tidak ada susu. Hitam pekat. Berarti harus kuat! Ia mengambil bubuk kopi terpekat yang ada di pantry, menuangkannya ke dalam mesin, dan memastikan bahwa air yang digunakan tidak terlalu banyak. Ia ingin memastikan bosnya mendapatkan kopi terkuat yang pernah ada. Setelah selesai, ia membawa kopi itu kembali ke ruangan Alister. “Pak, ini sudah saya perbaiki,” katanya dengan penuh harapan. Alister kembali mengambil cangkir itu, menyeruput sedikit, lalu raut wajahnya berubah. Mata Alister sedikit menyipit. Ia terdiam selama beberapa detik. Harika menunggu dengan gugup. Lalu, tanpa peringatan, Alister langsung batuk-batu

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 4. Tolong Tuhan! Jangan biarkan aku dipecat

    Alister tidak merespons. Tatapannya begitu tajam, Harika merasa kalau dia kucing pasti sudah berubah jadi daging ikan asin saat itu juga. "Ikut aku ke ruangan!" Aduh. Dengan langkah gontai, Harika menyeret kakinya mengikuti Alister, persis seperti narapidana yang hendak dijatuhi vonis seumur hidup. Begitu masuk ke ruangan, Alister menunjuk kursi di depan mejanya. "Duduk!" Harika langsung menuruti perintah seperti anak anjing yang baru saja ketahuan merobek sofa. Alister duduk di balik meja, membuka laptopnya, mengetik sebentar, lalu memutar layarnya ke arah Harika. "Lihat ini!" Harika menelan ludah. Di layar terpampang email yang ia kirim tadi beserta REPLY-ALL dari para karyawan. Ada yang membalas dengan emoji tertawa. Ada yang menyebutnya "sekretaris paling berani sepanjang sejarah Ardiwijaya Grup." Bahkan ada yang menambahkan, "Setuju banget! Pak Alister memang ganteng, tapi tatapannya serem. Apalagi kalau kita telat submit laporan!" Harika ingin pura-pura kes

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 3. Email salah kirim

    Hari kedua Harika di Ardiwijaya Grup dimulai dengan tekad baja. Hari ini, aku harus jadi sekretaris yang profesional, kompeten, dan tak terkalahkan! Aku akan membuktikan bahwa aku bukan hanya makhluk ceroboh yang kebetulan dipekerjakan di sini! Namun, tekad baja itu hanya bertahan selama lima menit. Begitu masuk ke ruangan, ia langsung berhadapan dengan bosnya, Alister Ardiwijaya, yang sudah duduk di balik meja dengan ekspresi setajam pisau dapur baru. Tatapan matanya menusuk, bibirnya terkatup rapat, dan aura perfeksionisnya lebih kuat dari WiFi kantor. Astaga. Kenapa rasanya dia makin serem?! Tapi Harika menegakkan bahu. Tidak boleh gentar. Ia harus membuktikan bahwa dirinya bukan sekadar sekretaris ceroboh yang keberadaannya hanya menambah stres bosnya. Dengan semangat membara, ia memasang senyum paling profesional yang bisa ia buat dan menyapa, "Selamat pagi, Pak!" Alister melirik jam tangannya. "Tepat waktu." Harika tersenyum lebar. Yes! Setidaknya, aku tidak terlambat l

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status