Home / Romansa / Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis / Bab 4. Tolong Tuhan! Jangan biarkan aku dipecat

Share

Bab 4. Tolong Tuhan! Jangan biarkan aku dipecat

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2025-03-21 11:37:18

Alister tidak merespons. Tatapannya begitu tajam, Harika merasa kalau dia kucing pasti sudah berubah jadi daging ikan asin saat itu juga.

"Ikut aku ke ruangan!"

Aduh.

Dengan langkah gontai, Harika menyeret kakinya mengikuti Alister, persis seperti narapidana yang hendak dijatuhi vonis seumur hidup. Begitu masuk ke ruangan, Alister menunjuk kursi di depan mejanya. "Duduk!"

Harika langsung menuruti perintah seperti anak anjing yang baru saja ketahuan merobek sofa.

Alister duduk di balik meja, membuka laptopnya, mengetik sebentar, lalu memutar layarnya ke arah Harika.

"Lihat ini!"

Harika menelan ludah. Di layar terpampang email yang ia kirim tadi beserta REPLY-ALL dari para karyawan.

Ada yang membalas dengan emoji tertawa.

Ada yang menyebutnya "sekretaris paling berani sepanjang sejarah Ardiwijaya Grup."

Bahkan ada yang menambahkan, "Setuju banget! Pak Alister memang ganteng, tapi tatapannya serem. Apalagi kalau kita telat submit laporan!"

Harika ingin pura-pura kesurupan agar bisa keluar dari situasi ini.

Alister menatapnya lama. "Harika."

"Ya, Pak?"

"Apa aku terlihat seperti juri MasterChef?"

Harika berpikir sejenak. "Ehm lebih seperti CEO yang bisa memecat saya kapan saja?"

Alister tidak bereaksi. "Kau sadar kesalahanmu?"

Harika mengangguk cepat. "Iya, Pak! Saya benar-benar tidak sengaja! Saya lupa hapus bagian itu sebelum mengirim!"

Alister menarik napas panjang. "Kau sadar aku harus menghadapi 2000 karyawan yang sekarang membicarakan ini?"

Harika semakin merasa bersalah. "Iya, Pak. Saya sungguh minta maaf."

Alister menatapnya selama beberapa detik, lalu berkata, "Hapus email itu dan kirim klarifikasi."

Harika buru-buru mengangguk. "Baik, Pak! Saya akan segera kirim permintaan maaf!"

Secepat kilat, ia keluar dari ruangan dan mengetik email klarifikasi dengan penuh kesungguhan.

Dari: Harika Putri Ayyara

Kepada: Seluruh Karyawan Ardiwijaya Grup

Subjek: Klarifikasi Email Sebelumnya

Halo semuanya,

Terkait email sebelumnya, mohon maaf atas ketidaksengajaan saya menambahkan komentar pribadi yang seharusnya tidak ada. Itu adalah kesalahan murni dari saya dan bukan representasi dari perusahaan.

Sekali lagi, saya sangat menyesal dan akan lebih berhati-hati ke depannya.

Terima kasih,

Harika

Harika menarik napas lega setelah menekan tombol SEND.

Satu notifikasi masuk, lalu dua, lalu tiga.

Balasan mulai berdatangan.

"Kami semua tetap setuju bahwa Pak Alister mirip juri MasterChef!"

"Beneran deh, tatapan Pak Alister tuh kayak lagi nilai plating makanan!"

"Bos kita ini bisa aja! Meskipun serem, tetep ganteng kok!"

Harika menepuk dahinya. YA TUHAN, KENAPA HARI INI MASIH PANJANG?!

Ia melirik ke ruangan Alister. Bosnya baru saja menutup laptop dan memijat pelipisnya dengan ekspresi pasrah.

Harika menatap langit-langit, bergumam lirih, "Tolong, Tuhan! Jangan biarkan aku dipecat sebelum gajian pertama!"

***

Harika bersumpah, hari ini ia tidak akan membuat kekacauan lagi. Cukup sudah insiden email kemarin. Cukup sudah rasa malu yang menjalar ke seluruh penjuru perusahaan. Cukup sudah 2000 karyawan yang sekarang tahu ia menganggap bosnya mirip Gordon Ramsay dan 50 di antaranya yang kini memanggil Pak Alister dengan sebutan Chef Bos.

Pagi ini, ia datang lebih awal, duduk manis di mejanya, dan memeriksa daftar tugas dengan penuh keseriusan. Tidak ada kesalahan lagi. Tidak ada kecerobohan lagi. Ia harus menjadi sekretaris profesional yang sempurna!

Lalu, ponselnya bergetar.

Fenny (HRD): Harika, katanya hari ini Pak Alister mau wawancara dengan calon investor penting. Dia minta kopi spesialnya, kan?

Harika terdiam. Ia menoleh ke arah ruangan bosnya. Pintu masih tertutup rapat. Kopi spesial? Oke, ini tugas gampang! Ia bangkit dengan penuh semangat dan menuju pantry.

Tapi kemudian, di tengah jalan, sebuah pertanyaan muncul di kepalanya.

Sebentar. Kopi spesialnya itu yang seperti apa?

Ia menatap mesin kopi di pantry dengan ekspresi setengah berpikir, setengah panik. Ia mencoba mengingat kebiasaan Alister selama dua hari bekerja. Hitam pekat? Tanpa gula? Dengan susu? Dengan foam? Dengan boba?!

Setelah beberapa menit berpikir dan nyaris mengirim pesan ke Fenny tapi gengsinya terlalu besar, ia akhirnya mengambil pilihan aman. Kopi hitam tanpa gula dengan sedikit susu untuk memperhalus rasanya.

"Yes! Ini pasti aman!" pikirnya penuh percaya diri.

Dengan semangat membara, ia membawa cangkir kopi itu ke ruangan Alister. Setelah mengetuk pintu, ia masuk dan menemukan bosnya sedang tenggelam dalam dokumen.

“Pak, ini kopinya!” katanya sambil menyuguhkan cangkir dengan senyum manis.

Alister melirik cangkir itu, lalu mengambilnya tanpa berkata apa-apa. Ia menyesap sedikit. Harika menunggu reaksinya dengan penuh harap. Lalu, Alister berhenti. Ia menatap cangkir itu dengan ekspresi kosong.

Harika mulai panik. “Eh, Pak? Gimana kopinya?” tanyanya dengan suara sedikit gemetar.

Alister menatapnya selama beberapa detik, lalu berkata dengan datar, “Harika.”

“Y-ya, Pak?”

“Apa aku terlihat seperti orang yang suka kopi dengan susu?”

Harika menelan ludah. Oh tidak.

Ia menatap cangkir itu dengan ngeri. “Jadi ini salah?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 96. Pelarian Manis Harika, Jatuh Ke Pelukan Bos

    Gerbang besar itu terbuka, seorang pria berjas hitam yang wajahnya terlihat tegas dan dewasa keluar menyambut. "Pak Alister?"Alister menoleh. "Erwin."Pria itu tersenyum tipis. “Saya sudah menunggu Anda.""Kenpa kamu bisa tahu ini rumah Harika?" Nada suara Alister ada rasa tidak suka karena Erwin lebih tahu tentang keluaga Harika."Semasa kami kecil, saya pernah diundang ke sini, jadi aku tahu."Alister mengangguk mengerti. Begitu masuk ke ruang tamu, ia langsung disambut Ratih, Rendra, Yudhistira, dan Kakek Gunawan. Wajah mereka semua tegang, jelas-jelas cemas karena Harika yang menghilang."Selamat malam, Pak Alister!" Ratih menyapa dengan suara bergetar. Alister mengangguk dalam, suaranya berat. "Saya sudah dengar dari Erwin, karena itu saya langsung datang. Saya ingin membantu menemukan Harika."Ayahnya Harika menatap Alister lekat-lekat. "Terima kasih! Harika sudah banyak bercerita tentang Anda, tapi sebelum itu mungkin ada sesuatu yang perlu Anda tahu."Alister terdiam. Jantu

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 95. Pelarian Tanpa Naskah

    Harika menempelkan pipinya ke kaca jendela gudang kosong tempat Adeline mengurungnya. Ia bergumam lirih sambil mengembungkan pipi, "Ya ampun, ini kayak film thriller tapi versi low budget. Mana aku jadi pemeran utama yang nggak dikasih naskah."Pintu berderit, Adeline masuk sambil membawa segelas air. Senyumnya tampak manis, tapi tatapannya menusuk."Kamu pikir bisa lolos dariku, Harika?"Harika langsung cengar-cengir, "Eh, lolos? Siapa juga yang mau lolos. Aku mah lagi staycation. Tuh, lihat!" Ia menunjuk lantai berdebu, "Ini kayak karpet hotel bintang minus lima."Adeline menyipitkan mata. "Kamu selalu bisa membuat orang lain tertipu dengan kelakuan bodohmu."Harika mendecak, pura-pura tersinggung. "Bodoh? Halo, Mbak, ini namanya improvisasi. Kalau aku nggak bodoh, mana bisa bikin orang bingung?"Adeline menghampiri lebih dekat, wajahnya tegang. Harika pura-pura ketakutan, lalu ia tiba-tiba bersin keras. hachiii! Hingga air di gelas Adeline muncrat ke bajunya sendiri."Ya ampun, ba

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 94. Kursi Reyot

    Alister duduk di ruang tamu rumah besar keluarganya. Hujan gerimis di luar membuat suasana semakin muram. Di depannya, Tirtakusuma, ayahnya, duduk dengan wajah serius, sementara ibunya, menatap penuh tanya. "Ada apa kau datang malam-malam begini, Alister?" suara Tirtakusuma dalam dan mengandung nada ketidakpercayaan. Alister menarik napas panjang. "Aku datang bukan sekadar untuk bicara. Aku ingin kalian tahu kebenaran tentang Adeline." Gayatri berkerut. "Adeline? Apa maksudmu?" Alister mengeluarkan map cokelat besar dari tasnya dan meletakkannya di meja. Tangan ayah dan ibunya refleks menoleh pada map itu. "Adeline bukan seperti yang kalian kira," ucapnya dengan tegas. "Dialah yang menyebabkan dua anak panti itu meninggal. Semua bukti ada di sini. Dia juga mengidap skizofrenia, tapi dia membalikkan fakta, membuat semua orang percaya bahwa justru Harika yang punya penyakit itu." Gayatri langsung menutup mulutnya dengan tangan. "Tidak mungkin." Tirtakusuma menggeleng pelan,

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 93. Tawanan Yang Bikin Pusing

    Ratih menggenggam erat ponselnya yang kini terasa seperti batu. Nafasnya memburu, matanya mencari-cari ke luar jendela, berharap Harika tiba-tiba muncul sambil membawa kantong belanjaan. "Aku nggak bisa duduk diam," katanya lirih Ia meraih jaketnya. "Rendra, ayo kita keliling komplek, tanya orang-orang mungkin ada yang lihat Harika lewat." Rendra langsung mengangguk. "Aku ikut. Kita pisah jalan biar lebih cepat." Kakek Gunawan menahan tongkatnya kuat-kuat, wajah tuanya tegang. "Aku juga ikut. Jangan larang aku! Harika cucuku dan aku tidak akan tinggal diam di rumah menunggu kabar." Ratih sempat ingin membantah, tapi melihat sorot mata keras ayahnya, ia urung. "Baik, tapi jangan jauh-jauh dari aku." Mereka berempat keluar rumah dalam keadaan setengah berlari. Hujan tipis mulai turun, menyisakan aroma tanah basah. Ratih berkeliling dan bertanya pada salah satu warga di sana. "Bu, lihat Harika lewat nggak?" tanyanya kepada seorang ibu yang sedang menyapu teras. Ibu itu menggeleng.

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 92. Di balik senyum Adeline

    Harika mencoba menghela napas panjang. Semua orang di rumah tampak lebih tenang setelah pesan itu datang, tapi ia justru merasa sebaliknya. Jantungnya tak pernah berhenti berdebar."Aku sebentar ke mini market ya, cuma beli permen sama susu. Nggak lama kok," katanya sambil meraih jaket tipisnya.Ibunya refleks menatap tajam. "Harika, apa nggak bisa nanti saja?"Harika memaksakan senyum. "Kalau aku cuma diam di rumah, kepalaku bisa pecah, Bu. Aku butuh udara segar."Akhirnya dengan berat hati, ibunya mengangguk. Harika keluar, menutup pintu perlahan. Udara pagi masih lembap sisa hujan semalam. Jalanan sepi hanya suara motor sesekali melintas. Ia berjalan sambil memeluk tubuhnya sendiri.Mini market hanya berjarak dua gang. Namun baru setengah jalan, sebuah mobil hitam melaju perlahan dari arah belakang. Harika sempat melirik, tapi tidak curiga. Mobil itu berhenti tepat di sisinya."Harika!"Seseorang dari dalam mobil membuka pintu belakang. Sebelum Harika sempat menoleh sepenuhnya, kai

  • Sekretaris Ceroboh Kesayangan Tuan Perfeksionis   Bab 91. Langkah Yang Tertunda

    Malam itu rumah terasa berbeda. Sunyi, tapi sarat ketegangan. Harika masih duduk di samping ibunya, sementara Pak Gunawan menatap kosong ke arah jendela yang dipenuhi rintik hujan. Ayahnya mondar-mandir dan tak bisa duduk diam.“Kita tidak bisa hanya menunggu,” ucap ayahnya akhirnya. “Besok aku ikut, titik. Kalau dia macam-macam, aku tahu harus bagaimana."“Tapi kalau kita datang beramai-ramai, dia bisa curiga," kata Harika pelan. "Pesannya jelas aku harus sendirian.""Sendirian!" Pak Gunawan menggebrak tongkatnya ke lantai. "Adeline sudah keterlaluan. Kalau kau ke sana sendirian, itu sama saja kau menyerahkan diri. Tidak akan kubiarkan cucuku masuk ke sarang harimau."Harika menggigit bibirnya. Air matanya sudah kering, tapi matanya tetap merah. "Aku juga nggak mau sendirian. Aku takut," suaranya pecah.Ibunya kembali memeluknya erat. "Kamu nggak perlu menanggung ini sendirian. Kalau Adeline memang mau balas dendam, biar kita hadapi sama-sama."Namun Harika tahu yang paling dituju Ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status