Share

Bab 3

Author: June
Beberapa hari berikutnya, Ivan tampil di berbagai acara secara terbuka bersama Jeani.

Jeani menolak mengenakan busana mewah dan perhiasan, selalu hanya memakai gaun polos sederhana, rambut lurus hitam terurai dan dikuncir satu, tanpa riasan. Dia seperti udara segar di kalangan kelas atas.

Ivan secara terbuka menunjukkan cintanya, memuji bahwa gadis itu berbeda, membuat banyak sosialita muda meniru gaya berpakaiannya dan para desainer pun menjadikannya inspirasi untuk koleksi musim baru.

Demi mengobati ambliopia Jeani, Ivan menghabiskan puluhan miliar untuk mendatangkan para ahli dari berbagai negara dengan pesawat pribadi untuk membentuk tim konsultasi.

Meskipun ambliopia bawaan tak dapat disembuhkan total, mereka punya cara untuk memastikan kondisinya tidak memburuk.

Ivan sempat marah besar, hampir merusak matanya sendiri agar bisa menjadi penyandang disabilitas bersama Jeani.

Jesika terbaring sendirian di ranjang rumah sakit, merasa sangat menyedihkan. Dia menatap ponselnya yang terus memunculkan berita kemesraan Ivan dan Jeani, perlahan-lahan hatinya pun mati.

Ternyata, cinta Ivan padanya bisa diduplikasi. Ivan juga bisa melakukan begitu banyak hal gila demi wanita lain.

Jesika pergi menjenguk adiknya yang koma. Tiga tahun lalu, adiknya mengalami kecelakaan mobil dalam perjalanan ke sekolah. Ivan mendatangkan tim medis terbaik di dunia dan merebutnya kembali dari malaikat kematian.

Namun, adiknya tak bisa bangun, hanya bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin dan obat-obatan.

Saat ini, Jesika menggenggam tangan adiknya, matanya berkaca-kaca. “Jason, Kakak harus pergi. Sebelum pergi, Kakak akan membawamu ke tempat lain.”

“Dulu Kakak pikir Ivan adalah kebahagiaanku seumur hidup, tapi ternyata aku salah.”

Jesika seakan menemukan tempat untuk meluapkan perasaannya, menumpahkan semua keluhan dan kesedihan di hatinya.

Setelah waktu makan siang berlalu, barulah dia menyeka air mata dan meninggalkan rumah sakit dengan berat hati.

Jesika pergi ke kantor catatan sipil terlebih dulu untuk memindahkan status kependudukan dirinya dan adiknya. Dia menggunakan jalur khusus untuk proses cepat, yang akan selesai dalam tujuh hari kerja.

Setelah itu, dia pergi ke vila yang diberikan Ivan padanya. Jesika mengumpulkan semua hadiah yang sangat dirinya hargai, menghubungi balai lelang dan mengirimkannya untuk dijual. Kemudian, dia mencari firma hukum kecil untuk mengurus serah terima, mengembalikan vila itu pada Ivan.

Akhirnya, dia pun kembali ke vila, mencari semua hadiah yang dibuatnya sendiri untuk Ivan. Semuanya adalah barang kecil yang tak berharga, tapi Ivan sangat menyukainya dulu.

Kini, Jesika melemparkan barang-barang itu satu per satu ke dalam kobaran api. Di bawah kobaran api, terlintas kilasan masa lalu manisnya bersama Ivan. Mereka pernah sangat saling mencintai.

Namun, kebahagiaan itu rapuh seperti gelembung.

Saat api padam, masa lalu mereka pun ikut menghilang.

Tanpa sadar, air mata sudah membasahi wajahnya. Dia menyeka air mata, berbalik dan berhadapan dengan Ivan yang tampak penasaran dan Jeani yang telihat dingin.

“Apa yang kamu bakar?” tanya Ivan sambil menatapnya, ekspresinya sulit dijelaskan.

Jesika agak terkejut dan terbengong, lalu menjawab datar, “Beberapa barang yang nggak dibutuhkan.”

Ivan mengangguk acuh tak acuh, lalu memerintahkan, “Cari gelang giok hijau yang pernah kuberikan padamu, berikan pada Jeani.”

Meskipun sudah memutuskan untuk pergi, hati Jesika masih terasa sakit. Gelang itu adalah harta warisan Keluarga Ivan, yang hanya akan diberikan pada menantu perempuan pertama.

Sekarang, Ivan malah ingin memberikannya pada Jeani.

Ujung jari Jesika terasa agak kaku, tapi akhirnya mengangguk. “Iya, aku akan mencarinya sekarang.”

Mereka sudah bercerai, gelang itu memang sudah bukan miliknya lagi.

Jeani pun inisiatif mengikuti Jesika naik ke lantai atas untuk mengambil gelang. Melihat pakaian dan perhiasan yang berlimpah di ruang ganti, matanya memancarkan sedikit kecemburuan dan kebencian, tapi di permukaan dia tetap tenang.

Jesika mengeluarkan kotak kayu dan menyerahkannya pada Jeani, tidak menyadari sorot mata kekejaman yang melintas di mata gadis itu.

“Jesika, kalian sudah bercerai, kok kamu masih belum pergi? Sungguh memalukan diri sendiri,” cibir Jeani sambil mengikuti dari belakang.

“Nggak perlu khawatir, aku akan pergi.” Jesika meliriknya dengan datar. Dia akan meninggalkan tempat ini dan menyerahkannya pada Jeani.

“Jangan pasang tampang seolah kamu memberiku sedekah. Ini bukan kamu yang memberikannya padaku, tapi aku mendapatkannya dengan perjuanganku sendiri. Jesika, aku nggak akan pernah mengizinkan siapapun menghalangi jalanku.” Jeani menunjukkan penampilan yang berbeda dari biasanya, tatapan matanya tampak penuh kekejaman.

Dia mengeluarkan gelang itu, membantingnya ke lantai hingga pecah, lalu mengangkat tangannya dan mendorong Jesika ke bawah tangga.

“Aaaa,” teriak Jesika dengan kaget. Tanpa persiapan, dia terguling menuruni tangga, keningnya terluka dan darah langsung mengucur.

Jeani segera terduduk di lantai, dengan kejam mengiris kakinya sendiri dengan pecahan giok.

“Pak Ivan, cepat tolong Bu Jesika!”

Suara keras itu mengejutkan Ivan. Dia melirik Jesika yang berlumuran darah, lalu tanpa ragu melangkah naik dan menggendong Jeani.

Saat melihat kaki Jeani yang berdarah, mata pria itu menjadi sangat dingin. “Dia melukaimu?”

Jeani mengangguk tanpa ragu, menatap Jesika di bawah dengan dingin. “Aku tahu diriku nggak pantas memiliki gelang ini, dia lebih memilih menghancurkannya daripada memberikannya padaku. Hanya saja, aku nggak menyangka dia akan menggulingkan dirinya sendiri dari tangga untuk menjebakku.”

Ivan melirik Jesika, sekaligus memanggil pelayan untuk mengobati luka Jeani. “Ayo, kita obati lukamu dulu. Aku akan bereskan masalah ini.”

Beberapa saat kemudian, Ivan menyuruh pengawal menyeret Jesika ke ruang tamu.

“Sayang, kok kamu semakin nggak patuh?” Ivan menatapnya dari atas, lalu melanjutkan, “Sudah kubilang, jangan sentuh dia.”

Jesika berusaha keras menopang tubuh bagian atasnya, lalu dengan mata memerah, bertatapan dengan Ivan. Lalu menggertak, “Dia yang mendorongku jatuh dari tangga!”

Mungkin sudah menduga Jesika akan berkata demikian, Ivan pun mencibir, “Kenapa kamu selalu melawanku akhir-akhir ini? Nggak mau mengakui kesalahan? Kalau begitu, hukuman cambuk keluarga menantimu.”

“Ivan! Kok kamu nggak memerika rekaman CCTV saja?” ujar Jesika dengan panik.

“Nggak perlu, Jeani nggak akan membohongiku. Justru kamu, karena terlalu banyak cemburu, jadi sering membuatku marah.” Ivan melambaikan tangan dan kepala pelayan datang membawa cambuk rotan.

Tubuh Jesika gemetar. Ternyata keberpihakan Ivan pada kekasihnya sudah mencapai tingkat seperti ini.

Plak!

Tanpa memberinya kesempatan untuk menjelaskan, cambuk rotan menghantam punggungnya dengan keras. Kulitnya terkoyak, darah merembes membasahi pakaiannya. Jesika menggigit bibirnya erat-erat karena rasa sakit.

Di bawah tatapan dingin Ivan, Jesika menyerah, tidak memohon belas kasihan. Dia menutup mata dengan putus asa, menanggung rasa sakit yang hebat berulang kali.

Dia ingat, bertahun-tahun lalu, kakek Ivan tak setuju Ivan menikahinya dan menyuruh orang memukul Ivan di aula leluhur selama tiga hari tiga malam, total tiga ratus kali, sampai dia hampir mati, tapi tetap tak menyerah.

Bahkan dalam keadaan linglung, dia berteriak bahwa dirinya hanya akan menikahi Jesika dan hanya akan mencintainya seumur hidup.

Ivan bilang Jesika lebih penting dari nyawanya dan tidak akan membiarkannya menerima ketidakadilan sedikit pun. Dia ingin seluruh dunia tahu bahwa Jesika adalah istrinya.

Namun kini, demi wanita lain, dia menjatuhkan tuduhan tak benar padanya dan memberinya hukuman cambuk keluarga.

'Ivan, apakah kamu benar-benar hanya bermain-main dengan Jeani?'
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 22

    Ivan tidak menunjukkan emosinya, hatinya terasa kosong. Berdiri di puncak kekuasaan, tiba-tiba dia merasa muak dan bosan.Dia mengalihkan semua aset atas namanya pada Jesika, berharap dia bisa hidup tanpa kekhawatiran. Ivan memberikan sejumlah uang pada asistennya, membiarkan asistennya pensiun dini.Melihat semuanya yang begitu familiar, dia kembali teringat Jesika, teringat bekas luka di punggungnya, teringat keputusasaan dan sikap dinginnya.Ivan sadar, dirinya belum menerima hukuman.Dia melepas kemejanya, mengambil rotan dan mencambuk dirinya sendiri dengan keras. Setiap pukulan menggunakan kekuatan penuh, tak lama kemudian tubuhnya sudah berlumuran darah dan luka.“Pengemis kecilku, maafkan aku.”“Pengemis kecilku, aku mencintaimu.”Sambil menghukum dirinya sendiri, Ivan sambil meminta maaf pada Jesika.Dia tak bisa tinggal sehari pun di Purim tanpa Jesika.Dengan tubuh penuh luka, Ivan berangkat menelusuri kembali jalan yang pernah dia lalui bersama Jesika. Memunguti kembali ken

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 21

    Ivan sangat gembira dan bergegas naik.Ini adalah pertama kalinya dia masuk ke vila Jesika. Rumah itu tidak besar, tapi ditata dengan sangat hangat, memberinya perasaan hangat seperti pulang ke rumah.Tiba-tiba, Ivan berpikir tinggal di sini juga menyenangkan.Asistennya bilang dirinya tak bisa menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja, dia akan membuktikan pada asistennya bahwa dirinya bisa.Asal bersama Jesika, kehidupan seperti apapun dia bersedia.Ekspresi wajahnya melembut. Keterpurukan di matanya perlahan menghilang. Dia mengikuti Jesika ke sebuah kamar.“Ivan, aku ingin adikku kembali,” ujar Jesika tiba-tiba, suaranya sangat tenang. Dia menunjuk ke kotak abu di atas meja.Wajah Ivan pun memucat.Kemudian, Jesika menunjuk ke sebuah kotak kecil di sampingnya dan berkata, “Aku mau anakku lahir dengan selamat.”Wajah Ivan semakin pucat.Jesika melepas jaketnya, memperlihatkan punggungnya yang penuh bekas luka, “Aku mau punggungku bersih seperti semula.”Wajah Ivan sudah tak berwarna

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 20

    “Pak Ivan, kamu…”“Jesika nggak mau kembali bersamaku,” ujar Ivan dengan sangat pelan, sangking pelannya nyaris tak terdengar.Asistennya bereaksi biasa saja. Seolah semuanya sudah dalam dugaannya. Dia tidak berbicara dan duduk diam di samping.Ivan menatapnya, mengerutkan kening dan bertanya, “Apa yang harus kulakukan?”Asisten agak terkejut, ini pertama kalinya Ivan menanyakan pendapatnya. Dia segera berdiri dan berkata dengan sangat hormat, “Pak Ivan, apa yang akan kukatakan mungkin nggak menyenangkan untuk kamu dengar, tapi aku sudah mendampingimu selama delapan tahun, aku juga sudah melihat perjalananmu bersama Bu Jesika.”Asisten itu sengaja berhenti sebentar, diam-diam mengamati reaksi Ivan. Melihat Ivan tidak marah, dia pun melanjutkan, “Kalian pernah mencintai dengan sangat menggebu, melewati badai besar, tapi kalian nggak mau melewati kehidupan yang biasa-biasa saja. Bu Jesika sudah pergi dan dia nggak akan kembali lagi.”“Aku bisa membantumu membawanya kembali secara paksa d

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 19

    Ivan berdiri di studio selama satu jam, barulah dia berbalik dan berjalan keluar.Batinnya terus berjuang dan ragu-ragu, apakah dirinya harus membawa Jesika pergi secara paksa.Jika sebelumnya, dirinya pasti akan memilih untuk membawanya kembali secara paksa. Asalkan wanita itu berada di sisinya.Namun sekarang, ada sedikit harapan dalam dirinya. Dia ingin Jesika kembali ke sisinya karena cinta, seperti dulu. Dia ingin membahagiakan Jesika.Dua pemikiran di benaknya terus berdebat, menyebabkan telinganya berdengung.Ivan mencari sebuah bar, memesan satu meja penuh minuman keras dan menenggaknya gelas demi gelas.Minuman keras yang melewati tenggorokan, tetap tidak mampu melarutkan keterpurukan dalam hatinya.Semakin banyak dia minum hatinya semakin sakit. Ivan bersandar di sandaran sofa, tertawa dan matanya berkaca-kaca.Bagaimana dirinya bisa membuat semuanya menjadi seperti ini…Padahal mereka sangat saling mencintai. Padahal Jesika tidak ingin meninggalkannya selangkahpun. Menagap d

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 18

    Jesika melangkah keluar dari balik Jave dan bertatapan dengan Ivan.Tiba-tiba, hati Ivan terasa sakit. Tatapan wanita itu dipenuhi ketakutan dan sedikit rasa jijik, dirinya tak bisa menemukan sedikit pun rasa cinta lagi.Sebuah pikiran mengerikan muncul, pengemis kecilnya sudah tidak mencintainya.Tidak, tidak mungkin.Dia hanya marah.Ivan jarang menurunkan gengsinya dan sikapnya melunak. “Ayo kita bicara sebentar, ada beberapa hal yang bisa aku jelaskan.”Jesika melirik Jave, Jave pun mengerti maksudnya dan membawa Yuna keluar.“Aku di luar, panggil saja kalau ada apa-apa.”Jesika mengangguk dengan penuh terima kasih.Wajah Ivan tampak muram, tidak suka melihat Jesika begitu akrab dengan pria lain.Di dalam ruangan, hanya tersisa Jesika dan Ivan.“Pak Ivan mau bicarakan apa?” Sikap Jesika terasa berjarak.Ivan hanya merasa dadanya sesak. “Jangan panggil aku begitu. Aku salah atas apa yang terjadi sebelumnya. Aku sudah tahu perbuatan Jeani padamu dan aku juga sudah membalaskannya untu

  • Selamat Jalan, Mantan Suamiku   Bab 17

    Di kota kecil Jeman.Jesika sudah berada di sini selama tiga bulan. Dia sudah terbiasa dengan kehidupan di sini dan perlahan-lahan mulai akrab dengan tetangga di sekitarnya.Jave yang menyapanya hari itu juga berasal dari negara yang sama. Dia datang ke sini mengikuti ibunya yang menikah lagi. Dia punya satu adik blasteran yang bernama Yuna.Yuna baru berusia sepuluh tahun, kulitnya putih dan punya dua lesung pipi kecil yang menggemaskan saat tersenyum.Yuna sangat suka biola. Setiap kali mendengarkan Jesika bermain, wajahnya tampak terpesona.Jesika mulai mengajarinya bermain biola, sementara Jave memanfaatkan waktu ini untuk menemani mereka setiap hari.Tatapan Jave pada Jesika semakin hari semakin rumit. Terkadang Jave sampai terbengong melihatnya.Setiap kali Jesika menyadarinya, Jave akan menggaruk kepalanya karena malu dan mencari alasan untuk pergi.Jave dan Ivan adalah tipe orang yang sangat berbeda. Jave sangat ceria, seperti sinar matahari yang hangat dan membuat orang nyaman

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status