Share

5. Bebasin Bapak

Setelah mendengar kabar dahsyat yang begitu mengagetkan tiga manusia beda usia di hadapan Kak Maya, mereka pun gegas mengusulkan untuk pergi ke lokasi.

Dea, Nana, dan si Momy cantik terpaksa naik angkot karena tidak mungkin bagi mereka naik motor bonceng tiga. Tamat riwayat mereka kalau ketahuan sama polisi lagi.

Yang tadi saja sudah bikin bete bin kesel waktu surat-surat kendaraan diambil, apalagi seandainya yang dibawa motornya? Kacau, nanti Dea habis diomelin sama ibu dan anak itu.

Waktu masih menunjukan pukul sembilan ketika ketiganya sampai di polsek. Dea disambut oleh tatapan sinis kedua kakaknya, juga Arvan dan sang ibu.

“Dea! Kamu nggak apa-apa?! Ada yang luka?!”

Buset, Kak Anita langsung menangkup wajah Dea sampai miring-miring, mastiin keadaannya. Karena dia masih mikir kalau adiknya itu baru bebas dari penyekapan.

“Aduh, Kak. Ada apa, sih? Aku baik-baik aja. Kalian kenapa, sih?!” Dea melepas tangkupan tangan Kak Anita, dia pun beralih pandang sama cowok ganteng samping mamanya yang cetar. “Kamu ngapain di sini?” Kemudian dengan heran Dea bertanya.

Mama Arvan yang ngeuh kalau Dea inilah yang dimaksud Pak Jhon. Ia pun segera pasang muka judes dan menghadang agar Dea tak bicara pada anaknya.

“Oh, jadi ini biang keroknya! Kamu Dea, kan?!” Mama Arvan terlihat sangat marah. Sampe dia berkacak pinggang sekarang.

Dea yang polos, atau mungkin kelewat beloon mengangguk pelan, dan menggariskan senyum yang begitu lebar seraya mengulurkan tangan.

“Saya Dea, Tan. Tante cantik siapa?” Aduh, Dea ini benar-benar oon.

Tangannya hanya menggantung di udara. Dia diabaikan. Mama Arvan boro-boro mau terima uluran tangannya, ia malah berdecak sebal.

Kak Anita langsung menarik tangan Dea sambi ngomel.

“Enggak usah kecentilan sok mau ngajak salaman sama itu emak-emak. Dia itu yang bikin bapak masuk penjara! Ngerti?!”

Mata Dea membulat sempurna. Kok bisa?! Begitulah kira-kira isi pikirannya. Untuk beberapa saat Dea diam, tampak berpikir keras.

“Emang dia siapa?” bisik Dea kemudian, masih dalam zona beloon yang tak terkira. Matanya sering sekali lirik Arvan yang malah mencoba menghindari kontak mata dengannya. Itu bikin Dea agak bertanya-tanya.

“Emaknya mantan kamu!”

“Hah?!” Dea membulatkan kedua mata yang memang agak belo. Dia menatap mama Arvan dan cowok itu secara bergantian.

Kali ini suasana kembali ricuh karena Kak Dina menuntut supaya bapaknya segera dibebaskan. Dia bilang nggak ikhlas kalau sampai bapaknya nginep di penjara walau cuma sehari.

Sementara suasana rusuh di sana, Dea cuma diam mencoba mencerna apa yang terjadi sebenarnya.

“Dea! Kamu kok, diam saja! Ayo bilang kalau kamu memang diculik oleh mereka biar bapak bisa segera lepas!” Kak Dina bicara sambil menarik tangannya untuk duduk di hadapan pak polisi.

Dea berdeham, lirik kiri dan kanan tak mengerti akan permasalahan yang terjadi. Jadi, ini kenapa? Apa hubungannya dia diculik dan bapak yang masuk penjara?

Cewek itu sungguh tak mengerti.

“Enak aja! Anak saya mana mungkin culik anak orang. Iiih amit-amit kayak nggak ada cewek lain aja buat dibawa ke rumah.” Mama Arvan yang sudah kesal tingkat dewa pun protes. Dan Arvan cuma bisa ngelus-ngelus bahu si mama sambil nasehatin supaya jangan teriak kenceng-kenceng. Berisik.

“Stooop! Ini ada apa sebenarnya?! Aku nggak ngerti! Penculikan apa? Kenapa bapak dipenjara? Maksudnya aku diculik bapak?”

Pertanyaan bodoh Dea membuat suasana hening. Anggap saja jangkrik pun memilih membisu saking bingungnya dengan situasi saat ini.

Kak Dina mengerutkan kening.

“Loh, Dea. Bukannya kamu diculik mantan kamu itu?” Lalu Kak Dina bertanya sambil menunjuk batang hidung Arvan yang sembunyi di balik punggung mamanya.

Dea juga mengerutkan kening sekarang. Lalu menggeleng. Sementara Nana dan si Momy malah saling pandang. Antara bingung dan mau ngakak, kok bisa-bisanya kedua kakak Dea nyangka dia diculik. Padahal, semalam dia tidur di rumah mereka.

“Nah, dengerin, tuh! Dia bilang nggak diculik! Enak aja main tuduh sembarangan. Ditimpuk pakai sandal aja kalian tau rasa!” Duh, mulut mama Arvan memang agak pedas. Dan hal itu bikin Kak Dina dan Kak Anita geram bukan main.

Mereka hampir saja mau jambak rambut perempuan yang disebut sama mereka nenek lampir itu sekuatnya. Tapi urung saat liat pak polisi ngeluarin pentungan sebagai alat mengancam.

“Jadi, saudara Dea tidak diculik?” tanya Pak Polisi.

Dea mengangguk. Ya jelas enggak, lah. Mana mungkin ada adegan diculik mantan. Lah, wong dia yang diputusin. Terus, udah putus mau apa diculik segala? Pikirnya.

“Kalau kamu enggak diculik, terus semalam kamu hilang ke mana?” tanya Kak Anita. Dia mencoba meredam amarahnya yang bercampur gelisah.

Cewek polos itu malah garuk-garuk kepala, lalu menunjuk Nana.

“Nginep di rumah Nana.” Suaranya nyaris tak terdengar karena grogi. Ya, gimana nggak grogi, jawaban dia ditungguin sama semuanya.

“Oalah ....”

Pak Polisi mengangguk. Ia mencatat apa di kertas, entah. Tak ada yang tahu.

Sementara mama Arvan kembali mancing-mancing supaya keluarga Dea makin kesel, Momy Karina berusaha mencairkan suasana. Ia mulai menebar senyum mempesona supaya tak ada lagi kerusuhan di kantor polisi. Yang ada nanti mereka semua dimasukan ke sel tahanan gara-gara membuat kegaduhan.

Akhirnya mama Arvan diam. Masalah utama pun terpecahkan. Soal tuduhan penculikan yang tidak benar pun sudah teluruskan. Sekarang tinggal soal bapak mereka yang masih dikurung di sel tahanan. Tak lama Kak Dina meminta supaya agar juragan lele itu dibebaskan. Ia ingin mama Arvan mencabut laporan.

“Oh tak semudah itu, bapak kalian sudah membuat kekacauan di rumah saya. Rusak pintu utama, pula. Bahkan hampir bunuh anak saya ini!” tolaknya seraya berpangku tangan.

Dea melotot mendengar pernyataan mama Arvan.

“Hah?! Maksudnya apa, Tan?!”

Kekagetan dia ditambah pas mama Arvan jelasin soal kronologi kejadian semalam yang bikin darahnya sempat naik turun dengan cepat kayak lagi naik roaler coaster di taman hiburan.

Menuduh Arvan culik dia tanpa alasan kuat, juga bukti yang kuat. Sudah gaya-gayaan bawa pedang keramat segala, ngancem mau bunuh Arvan, anak semata wayang yang dia sayang. Udah gitu, Pak Jhon datang di waktu papa Arvan dinas di luar kota, bikin keduanya ketar-ketir luar biasa.

Untung dia garcep buru-buru hubungin polisi, alhasil Pak Jhon kalah juga kalau ditodong senjata api.

Setelah dengerin penjelasan yang sebenarnya seperti ocehan itu, Dea menganga lebar. Hampir aja nyamuk dan lalat masuk, kesedot itu oksigen yang masuk dari mulut.

Tak lama, Dea pun meminta supaya mama Arvan membebaskan bapaknya. Ia juga meminta maaf atas kejadian yang semalam mereka alami. Jujur, bagi dia itu bukanlah suatu kesengajaan. Bapaknya begitu karena sayang.

Awalnya permintaan Dea pun ditolak, tapi cewek itu nggak menyerah. Dia juga membujuk Arvan sehingga akhirnya rengekan dia didengar. Mama Arvan pun mencabut laporannya dengan syarat agar Dea tahu diri, jangan ngejar Arvan lagi.

‘Iya janji. Nggak akan ngejar lagi. Aku udah dapet cogan baru’ Begitulah isi hati Dea. Dea, Dea.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status