Share

Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku
Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku
Penulis: putrimaharani

bab1

Matahari sudah berada di peraduannya, selesai berbenah di rumah. Shanum bergegas untuk pergi ke pasar. Namanya adalah Shanum, banyak orang sudah cukup tahu siapa ia sebenarnya. Wanita si pemilik agen sembako terkenal di pasar. Toko Berlian Sembako. 

Setelah selesai mengunci pintu, tiba-tiba seorang wanita berambut cepol dan wanita berkerudung hijau mendekatinya. "Mau ke pasar Shan?" tanya Bu Ratmi.

"Iya, Bu. Biasa lah, tugas." ucapnya tanpa mengindahkan jika akan muncul petir setelah ini.

"Eh Pak Jaka punya keponakan perempuan ya?" tanya Bu Ratmi.

"Keponakan? Yang mana ya?" tanyanya heran.

"Ituloh anak kuliahan, yang rada cakepan itu."

"Enggak punya keponakan perempuan perasaan." ucapnya tersenyum cemas.

"Oh, atau itu adiknya Gavin ya? Kok jarang kelihatan, enggak pernah keluar ya anaknya?" tanya Bu Lisa.

"Anak cewek? Ibu nih bisa aja, Gavin tuh anak tunggal, Bu. Mana pernah saya bilang si Gavin punya adik perempuan." ucap Shanum.

"Tuh kan bener, Jeng. Bu Shanum emang enggak punya anak perempuan." ucap Bu Ratmi.

Shanum mengernyit, ia membaca raut wajah mereka yang terkesan tidak percaya. Kenapa perasaannya mendadak tidak enak?

"Jadi gini loh, Bu. Kita sering banget liat Pak Jaka nganterin anak cewek sepantaran Gavin entah kemana. Kadang nganter dia pergi, kadang ke rumah sakit, kadang ke toko buku, kadang ke tukang foto kopi. Kita kira itu anak kedua Ibu." ucap mereka yang langsung membuat Shanum merasa cemas. 

Siapa ya anak perempuan itu? Setahu Shanum juga Mas Jaka tidak pernah punya kenalan anak kuliah. Entah kenapa perasaan tidak enaknya jadi mengarahkan ke pemikiran yang tidak baik. Apa mungkin... itu adalah anak simpanan rahasia Mas Jaka?!

"Tidak... tidak... aku tidak boleh berpikiran aneh seperti itu. Aku percaya sama Mas Jaka..." batin Shanum.

Shanum kembali berkata, guna menghindari kesalahpahaman disana.

"Mungkin Ibu-Ibu salah lihat kali, orang yang mirip sama suami saya emang banyak Bu. Mungkin cuma orang yang mirip sama suami saya aja kali." ucap Shanum mencoba untuk menghibur diri.

"Loh, suami Ibu pakai motor NMax kan? Dan helmnya warna hitam?" tanya Bu Lisa yang langsung membuat pemikiran Shanum jadi tidak enak kembali. 

"I-iya." ucap Shanum gugup.

"Nah, itu dia Bu. Itu suami Ibu. Kita enggak salah lihat kok." ucap Bu Ratmi semakin membuat Shanum merasa tersudutkan. Shanum terdiam dengan tanpa bisa mengatakan apapun.

"Masa iya sih? Selama tujuh belas tahun aku menikah, suamiku mencoba untuk...?" batin Shanum.

Beberapa saat kemudian. Shanum sudah tiba di toko agen milikku. Shanum menyapa beberapa dari mereka yang sudah sibuk bekerja sejak awal termasuk Intan yang sedang sibuk mengatur banyak barang yang nantinya akan didistribusikan ke toko-toko berbagai daerah jabodetabek.

Shanum melihat banyak barang sudah sebagian masuk ke dalam engkel didepan. Shanum mendekati Intan yang sedang mencocokkan jumah barang dengan faktur di tangannya. "Ini ada berapa toko, Tan?" tanyaku.

"Banyak Bu, ini kayaknya enggak cukup tiga truk." jawab Intan.

"Yaudah kalo misalkan enggak cukup hari ini bisa buat besok aja." ucap Shanum. "Oh gitu, oke Bu." ucapnya.

 "Oh iya, Bu." Intan kembali memanggil Shanum yang ingin segera meninggalkannya. Shanum menoleh ke arahnya lagi. Intan memberikannya sebuah ikat rambut berwarna pink. 

"Ini punya Ibu ya? Kayaknya tadi malam Ibu kesini ya terus ikat rambutnya ketinggalan." ucap Intan. Shanum mengernyit.

 "Loh, saya enggak kesini. Lagian saya enggak merasa punya ikat rambut seperti itu." ucapku

Shanum terkesan menyergah. "Itu punya salah satu karyawan sini kali?" tanyanya.

Intan tertawa.

"Ibu lupa ya? Karyawan perempuan disini kan cuma saya. Dan saya rambutnya pendek. Ya masa Pak sopir suka nguncirin rambut? Warnanya pink lagi, cucok deh." tawa Intan. Shanum sedikit ingin tertawa tapi rasa penasarannya semakin membuncah.  

"Apa mungkin itu Mas Jaka? Kadang kan Mas Jaka suka mampir ke toko untuk memeriksa hasil penjualan? Aku juga semakin yakin karena tumben-tumbennya tadi malam Mas Jaka pulang agak larut, padahal dia PNS. Meskipun ia tidak sering bertindak seperti itu, ia selalu rajin pulang tepat waktu."

"Coba sini ikat rambutnya saya ambil. Biar nanti saya tanyain suami saya." ucapnya seraya mengambil ikat rambut itu dari tangan Intan. 

"Bahkan jika dipikir, ikat rambut berwarna pink itu benar-benar identik dengan anak muda. Bahkan bisa dibilang pemiliknya sepantaran Gavin! Apa mungkin yang dikatakan tetanggaku benar?"

"Apakah mungikin semua ini adalah sebagian dari sinyal yang Allah singkapkan padaku...bahwa Mas Jaka benar-benar telah berselingkuh dibelakangku?"

Bahkan dia sudah memiliki anak yang sudah sepantaran dengan Gavin! 

Sekitar pukul 1 siang, Shanum pulang ke rumah untuk melaksanakan shalat dan istirahat untuk makan. Di jam setelah para karyawan Shanum istirahat itu, dirinya memang biasa pulang ke rumah, jadwal pulang Gavin juga pukul 2. 

Shanum biasa membelikannya makanan lauk matang karena tidak sempat masak. Tapi kadang juga Shanum membeli sayur dan lauk mentah untuk dimasak.

Selepas sampai di depan rumah, Shanum melihat Gavin sudah muncul dengan memarkirkan motornya di teras depan. Gavin mencium tangan Shanum seraya mengucap salam. 

"Tumben kamu udah pulang jam segini? Baru jam setengah dua loh, biasanya kan jam 2 kamu pulang." ucap Shanum. 

Anak lelaki tampannya yang mengenakan kemeja kotaknya sibuk membenarkan rambutnya didepan spion motor. 

"Ada rapat tadi. Males juga, ngapain lama-lama." ucapnya apa adanya.

Shanum langsung menegur. "Ngomong apa sih kamu? Harusnya kamu betah di kampusmu. Betah belajar, betah liatin buku." ucapnya, Gavin melihatnya. 

"Bu, sebenarnya nih ya.. kampus Gavin tuh terkenal angker banget! Kalo kita kelamaan disana pasti bakal berkemungkinan kita jadi korban. Ibu mau Gavin diiket di tiang jemuran sama hantu?" ucap Gavin yang coba menakuti Shanum karena dia tahu sekali kelemahannya Shanum mencubit hidungnya.

"Kamu nih, emangnya kamu bendera apa pakai segala diiket di tiang. Kamu pikir Ibu bakalan percaya gitu sama omongan kamu?" tanyanya seraya membuka dompet untuk mengambil kunci pintu rumah. Namun tiba-tiba ikat rambut berwarna pink menyembul dari dompet tersebut. Gavin yang melihatnya langsung bersuara. 

"Loh?"

"Ibu beli ikat rambut? Warnanya pink lagi." tanya Gavin. 

"Enggak, ini ikat rambut nemu." ucapnya.

Gavin terus melihat ikat rambut itu, serasa ia sedang coba mengingat-ingat sesuatu hal. 

"Kenapa kamu? bengong lagi." tanyanya.

"Kok bisa sama kayak punya Ghea ya?" tanyanya heran. Shanum mengernyit. "Siapa Ghea?"

"Pacar Gavin." ucapnya nyengir dan langsung mengambil kunci itu dari tangan Shanum, ia buka pintunya dan ngeloyor ke dalam. Tak tahu jika Shanum sedang menahan amarahnya dan akhirnya ia pun mengeluarkannya dengan kontan. 

"PACAR KATAMU?! TUNGGU KAMU! KAN IBU UDAH BILANG JANGAN PACARAN! BELAJAR YANG BENER."

Esok paginya.

Shanum segera melepas kepergian anak lelakinya dan sang suami. Mereka saling berpamitan dengannya kala itu. Mereka mengendarai kendaraan masing-masing dengan menempuh jalanan yang berbeda juga. Meski pada nyatanya ketika Jaka sudah pergi agak jauhan, dirinya mendadak hentikan motornya didepan komplek, ia pastikan sekitar kalau tidak ada orang yang melihatnya saat itu.

Ia segera keluarkan ponselnya dari saku dan telepon seseorang. Suara seorang perempuan yang cukup muda menimpalinya dari seberang. "Tunggu disana ya, sekarang saya jemput." ucap Jaka, perempuan itu mengiyakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status