Share

bab4

Mas Jaka langsung cepat-cepat mematikan teleponnya dan membiarkan Shanum berdiri dihadapannya dengan tangan melipat di dada. "Kamu ngomong sayang kan barusan? Buruan ngaku!"

"Sayang apanya? Kamu ngaco aja sih. Enggak kok, salah denger kamu."

"Kamu kira aku budeg apa?"

Mas Jaka semakin tercekat. Ia pun mulai beralasan.

"Oh maksud kamu sayang itu... Gini loh... temanku kan punya anak, nah itu aku ngomong sayang ke anaknya. Anaknya kan masih kecil banget tuh. Lucu dia."

"Bohong?"

"Beneran, nih kalo mau telepon lagi mah."

Shanum menimbang-nimbang perkataannya dan lantas berkata. "Yaudah aku percaya tapi kalo bohong awas aja. Nanti aku bakalan gantung kamu di tiang jemuran."

"Tega banget, emang aku pakaian apa."

Mereka pun saling masuk kembali ke dalam rumah. Mas Jaka mengambil kantung belanjaan yang tertinggal lalu membawanya masuk dan menaruhnya sembarang.

"Gavin kok masih belum pulang ya? Betah dia disana kayaknya."

"Yah kayak enggak tahu anak muda aja." jawab mas Jaka.

"Ya jangan kebablasan juga, nanti keganggu gimana yang punya rumah? Minimal berapa jam aja gitu mainnya."

"Ya gak mungkin lah. Ghea kan tinggal berdua doang sama adiknya."

Shanum tersentak dan langsung mengernyit heran.

"Kamu tahu dari mana Ghea tinggal berdua doang sama adiknya? Aku bahkan gak tahu loh tentang hal ini. Kok kayaknya kamu tahu banget ya tentang Ghea?"

"Ya karena dia sendiri yang cerita. Kan kita sering

ketemu bareng waktu sama Gavin, sering ngobrol."

"Oh."

"Ah aku takut mereka ngapa-ngapain. Coba aku telepon dia." ucap Shanum yang langsung mengambil ponselnya dan telepon. Telepon tersambung.

"Vin, kamu lagi ngapain disana? Pulangnya jangan lama-lama!"

"Enggak bu, ini Gavin lagi bantuin Ghea ngerjain peer kok."

"Oh gitu. Emang kamu pinter?"

"Pinter dong. Ibu meragukan otak anak ibu sendiri nih."

"Udahlah sekalipun ngerjain peer juga kan udah malem."

"Iya iya. Eh, tapi kata Ghea dia mau makan malam bareng tapi asalkan jangan sekarang-sekarang bu."

"Oh kapan dong?"

"Minggu depan aja. Mau ngumpulin keberanian dulu katanya."

"Haha ada-ada aja. Ketemu sama ibu gak gigit bilang gitu. Kenapa mesti ngumpulin keberanian? Emang ibu singa?"

"Iya bu."

Telepon ditutup. Shanum mendadak melihat ke arah mas Jaka yang juga sedang melihatnya. Sepintas muncul kilasan kunciran rambut yang masih menjadi tanda tanya didalam kepalanya.

"Mas, aku baru inget sekarang. Kamu waktu ngecek ke toko beberapa hari lalu ninggalin iket rambut ya?" tanya Shanum membuat mas Jaka tersentak kaget. "I-iket rambut?"

"Iya, iket rambut warna pink. Itu bukan punyaku loh. Dan Intan juga bilang itu bukan punya dia.

Jangan-jangan...."

"Ya enggaklah. Emangnya yang lalu lalang di sekitar sana aku doang? Barangkali itu punya pembeli."

"Tapi itu posisinya didalem bukan diluar. Kamu tahu sendiri pembeli dilarang masuk ke dalam agenku. Ya mana mungkin."

"Kelempar, ada anak pembeli yang kesana terus kelempar kedalam. Gampang kan?"

"Hmm gak tahu juga deh. Tapi beneran ini bukan punya kamu?" tanya Shanum.

"Iya beneran."

"Yaudah kalo bukan, mungkin punya orang." ucap Shanum tanpa merasa aneh sekalipun.

Seperti biasa, di malam harinya Shanum kembali memeriksa isi tas mas Jaka barangkali ada sesuatu mencurigakan lagi seperti kemarin. Shanum membongkar isi tas mas Jaka dan terbukti menampak sebuah kwitansi pembayaran rumah sakit atas nama Gheanita ananda putri. Rasanya sangat heran.

"Ini... siapa? Gheanita itu siapa?!" tanya Shanum sangat curiga.

"Pembayarannya juga gak sedikit loh ini, delapan belas juta! Kenapa bisa sebesar ini pembayarannya? Memangnya Gheanita ini siapa, dia sakit apa?! Dan kenapa harus suamiku yang membayar?! Aku harus cari tahu pokoknya, mas awas saja kamu main-main dibelakangku."

Esok paginya, Mas Jaka sudah berangkat kerja. Shanum melepasnya dengan senyum dan lambaian tangan, seperti biasa.

Tidak tahu jika... Shanum merencanakan hal sesuatu di belakangnya. Shanum segera mengunci pintu, kebetulan Gavin sudah berangkat sejak pagi tadi. Shanum duduk di atas jok motor dan mengeluarkan motor beat itu keluar pagar.

Lalu Shanum tutup kembali pagar hitam itu dan kunci. Shanum melakukannya dengan cepat khawatir tertinggal jauh oleh Mas Jaka.

Ya, kini Shanum berniat memata-matainya, kemana sebenarnya dia sebelum pergi berangkat kerja? Apakah mengantar anak perempuan itu?!

Shanum menyusuri jalan mengikuti motor Nmax hitam Mas Jaka. Shanum sedikit memberi jarak sekitar beberapa meter agar tidak ketahuan oleh dirinya.

Shanum juga cenderung mempercepat laju motornya saat Mas Jaka agak mengebut.

Namun ada beberapa hal yang dirinya herankan, yaitu jalan yang seharusnya belok ke kiri untuk mencapai jalan raya malah justru ke kanan. Dia mau kemana?!

Shanum terus mengikuti laju motor Mas Jaka hingga akhirnya ia sampai ke kavling perumahan sebelah. Shanum mengira selingkuhannya pasti memiliki rumah elit di kavling tersebut, namun nyatanya masih jauh lagi dari kavling itu.

Hingga sampailah Shanum melewati bagian pojok perumahan yang tadinya elit itu kini semakin kecil rumah-rumahnya.

Tepat di daerah yang jalanannya masih penuh bebatuan, rusak dan dikelilingi sawah itu Shanum menepikan motornya disaat Mas Jaka juga menghentikan motornya didepan sebuah rumah. Rumah yang sederhana tanpa memiliki pagar didepannya.

Rumah siapa ya itu?

Shanum memicing dari kejauhan seraya berpikir banyak. Apakah mungkin itu teman satu dinasnya? Atau bagaimana?

Tiba-tiba matanya membulat saat melihat seorang perempuan cantik mengenakan baju rajutnya keluar dari rumah itu dan melambai tangan. "Hai Om!" ucapnya ceria.

Kenapa Shanum merasa seperti familiar dengan wajah perempuan ini?! Shanum mencoba mengingat-ingatnya.

Mas Jaka segera berkata. "Ayo naik, keburu kesiangan." ucapnya.

"Okeh." mahasiswi itu segera menaiki jok belakang motor Mas Jaka.

Kenapa Mas Jaka sampai rela mengantar perempuan itu ke kampusnya sedangkan Shanum saja yang minta diantar ke toko selalu disuruh sendiri?! Shanum seperti dinomorduakan. Siapa sebenarnya yang jadi istri disini?!

Bahkan setelahnya Mas Jaka memegang tangan perempuan itu dan taruh ke pinggangnya, memintanya untuk berpegangan ke pinggangnya.

Jadi sekarang dia bertingkah mesra disini?!

Shanum tidak bisa menahannya lagi. Aku berteriak. "MAS!"

Motor yang mendadak akan jalan langsung berhenti. Mereka berdua menoleh serentak ke belakang dan salah satu dari mereka pun terbelalak kaget ketika melihatku, tentu saja itu Mas Jaka.

Shanum berlari menghampiri mereka dan terkejut saat melihat perempuan cantik itu dari jelas. Bukankah dia...mirip dengan pacar Gavin?!

Astagfirulloh, jadi mereka?!

Shanum langsung menampar pipi Mas Jaka. Lelaki itu terkejut, mungkin ini pertama kali dirinya melihatnya semarah ini. Aku meledak saat itu juga.

"APA AKU KALAH CANTIK, MAS?!"

"Ternyata benar kata orang, serapih-rapihnya kamu menyembunyikan mayat, pasti akan tercium juga baunya."

"KAMU SELAMA INI BERSELINGKUH DIBELAKANGKU KAN MAS?!"

Shanum rebut tas yang dipegang oleh perempuan itu dan pukul Mas Jaka menggunakan itu. "COWOK BERENGSEK!"

Aku tidak perduli dengan semua ekspresi orang ketika melihatku, atau ramai orang di ujung sana yang menontonku layaknya sinetron. Aku terbawa emosi, aku tidak bisa menahannya lagi, aku sungguh kesal.

Kenapa dia yang rambutnya sudah ditumbuhi uban kok bisa berselingkuh dengan mahasiswi?! Apalagi itu pacar anaknya sendiri!

"DAN PEREMPUAN INI PACAR ANAK KAMU LOH?! KOK BISA PACAR ANAK SENDIRI DIREBUT? KAMU ITU SEBENARNYA BAPAK YANG KAYAK GIMANA SIH! HANYA KARENA ANAK INI TERLIHAT CANTIK LALU KAMU TURUT MENJADIKAN DIA MANGSA GITU?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status