Share

bab4

Author: putrimaharani
last update Last Updated: 2023-01-21 10:11:22

Mas Jaka langsung cepat-cepat mematikan teleponnya dan membiarkan Shanum berdiri dihadapannya dengan tangan melipat di dada. "Kamu ngomong sayang kan barusan? Buruan ngaku!"

"Sayang apanya? Kamu ngaco aja sih. Enggak kok, salah denger kamu."

"Kamu kira aku budeg apa?"

Mas Jaka semakin tercekat. Ia pun mulai beralasan.

"Oh maksud kamu sayang itu... Gini loh... temanku kan punya anak, nah itu aku ngomong sayang ke anaknya. Anaknya kan masih kecil banget tuh. Lucu dia."

"Bohong?"

"Beneran, nih kalo mau telepon lagi mah."

Shanum menimbang-nimbang perkataannya dan lantas berkata. "Yaudah aku percaya tapi kalo bohong awas aja. Nanti aku bakalan gantung kamu di tiang jemuran."

"Tega banget, emang aku pakaian apa."

Mereka pun saling masuk kembali ke dalam rumah. Mas Jaka mengambil kantung belanjaan yang tertinggal lalu membawanya masuk dan menaruhnya sembarang.

"Gavin kok masih belum pulang ya? Betah dia disana kayaknya."

"Yah kayak enggak tahu anak muda aja." jawab mas Jaka.

"Ya jangan kebablasan juga, nanti keganggu gimana yang punya rumah? Minimal berapa jam aja gitu mainnya."

"Ya gak mungkin lah. Ghea kan tinggal berdua doang sama adiknya."

Shanum tersentak dan langsung mengernyit heran.

"Kamu tahu dari mana Ghea tinggal berdua doang sama adiknya? Aku bahkan gak tahu loh tentang hal ini. Kok kayaknya kamu tahu banget ya tentang Ghea?"

"Ya karena dia sendiri yang cerita. Kan kita sering

ketemu bareng waktu sama Gavin, sering ngobrol."

"Oh."

"Ah aku takut mereka ngapa-ngapain. Coba aku telepon dia." ucap Shanum yang langsung mengambil ponselnya dan telepon. Telepon tersambung.

"Vin, kamu lagi ngapain disana? Pulangnya jangan lama-lama!"

"Enggak bu, ini Gavin lagi bantuin Ghea ngerjain peer kok."

"Oh gitu. Emang kamu pinter?"

"Pinter dong. Ibu meragukan otak anak ibu sendiri nih."

"Udahlah sekalipun ngerjain peer juga kan udah malem."

"Iya iya. Eh, tapi kata Ghea dia mau makan malam bareng tapi asalkan jangan sekarang-sekarang bu."

"Oh kapan dong?"

"Minggu depan aja. Mau ngumpulin keberanian dulu katanya."

"Haha ada-ada aja. Ketemu sama ibu gak gigit bilang gitu. Kenapa mesti ngumpulin keberanian? Emang ibu singa?"

"Iya bu."

Telepon ditutup. Shanum mendadak melihat ke arah mas Jaka yang juga sedang melihatnya. Sepintas muncul kilasan kunciran rambut yang masih menjadi tanda tanya didalam kepalanya.

"Mas, aku baru inget sekarang. Kamu waktu ngecek ke toko beberapa hari lalu ninggalin iket rambut ya?" tanya Shanum membuat mas Jaka tersentak kaget. "I-iket rambut?"

"Iya, iket rambut warna pink. Itu bukan punyaku loh. Dan Intan juga bilang itu bukan punya dia.

Jangan-jangan...."

"Ya enggaklah. Emangnya yang lalu lalang di sekitar sana aku doang? Barangkali itu punya pembeli."

"Tapi itu posisinya didalem bukan diluar. Kamu tahu sendiri pembeli dilarang masuk ke dalam agenku. Ya mana mungkin."

"Kelempar, ada anak pembeli yang kesana terus kelempar kedalam. Gampang kan?"

"Hmm gak tahu juga deh. Tapi beneran ini bukan punya kamu?" tanya Shanum.

"Iya beneran."

"Yaudah kalo bukan, mungkin punya orang." ucap Shanum tanpa merasa aneh sekalipun.

Seperti biasa, di malam harinya Shanum kembali memeriksa isi tas mas Jaka barangkali ada sesuatu mencurigakan lagi seperti kemarin. Shanum membongkar isi tas mas Jaka dan terbukti menampak sebuah kwitansi pembayaran rumah sakit atas nama Gheanita ananda putri. Rasanya sangat heran.

"Ini... siapa? Gheanita itu siapa?!" tanya Shanum sangat curiga.

"Pembayarannya juga gak sedikit loh ini, delapan belas juta! Kenapa bisa sebesar ini pembayarannya? Memangnya Gheanita ini siapa, dia sakit apa?! Dan kenapa harus suamiku yang membayar?! Aku harus cari tahu pokoknya, mas awas saja kamu main-main dibelakangku."

Esok paginya, Mas Jaka sudah berangkat kerja. Shanum melepasnya dengan senyum dan lambaian tangan, seperti biasa.

Tidak tahu jika... Shanum merencanakan hal sesuatu di belakangnya. Shanum segera mengunci pintu, kebetulan Gavin sudah berangkat sejak pagi tadi. Shanum duduk di atas jok motor dan mengeluarkan motor beat itu keluar pagar.

Lalu Shanum tutup kembali pagar hitam itu dan kunci. Shanum melakukannya dengan cepat khawatir tertinggal jauh oleh Mas Jaka.

Ya, kini Shanum berniat memata-matainya, kemana sebenarnya dia sebelum pergi berangkat kerja? Apakah mengantar anak perempuan itu?!

Shanum menyusuri jalan mengikuti motor Nmax hitam Mas Jaka. Shanum sedikit memberi jarak sekitar beberapa meter agar tidak ketahuan oleh dirinya.

Shanum juga cenderung mempercepat laju motornya saat Mas Jaka agak mengebut.

Namun ada beberapa hal yang dirinya herankan, yaitu jalan yang seharusnya belok ke kiri untuk mencapai jalan raya malah justru ke kanan. Dia mau kemana?!

Shanum terus mengikuti laju motor Mas Jaka hingga akhirnya ia sampai ke kavling perumahan sebelah. Shanum mengira selingkuhannya pasti memiliki rumah elit di kavling tersebut, namun nyatanya masih jauh lagi dari kavling itu.

Hingga sampailah Shanum melewati bagian pojok perumahan yang tadinya elit itu kini semakin kecil rumah-rumahnya.

Tepat di daerah yang jalanannya masih penuh bebatuan, rusak dan dikelilingi sawah itu Shanum menepikan motornya disaat Mas Jaka juga menghentikan motornya didepan sebuah rumah. Rumah yang sederhana tanpa memiliki pagar didepannya.

Rumah siapa ya itu?

Shanum memicing dari kejauhan seraya berpikir banyak. Apakah mungkin itu teman satu dinasnya? Atau bagaimana?

Tiba-tiba matanya membulat saat melihat seorang perempuan cantik mengenakan baju rajutnya keluar dari rumah itu dan melambai tangan. "Hai Om!" ucapnya ceria.

Kenapa Shanum merasa seperti familiar dengan wajah perempuan ini?! Shanum mencoba mengingat-ingatnya.

Mas Jaka segera berkata. "Ayo naik, keburu kesiangan." ucapnya.

"Okeh." mahasiswi itu segera menaiki jok belakang motor Mas Jaka.

Kenapa Mas Jaka sampai rela mengantar perempuan itu ke kampusnya sedangkan Shanum saja yang minta diantar ke toko selalu disuruh sendiri?! Shanum seperti dinomorduakan. Siapa sebenarnya yang jadi istri disini?!

Bahkan setelahnya Mas Jaka memegang tangan perempuan itu dan taruh ke pinggangnya, memintanya untuk berpegangan ke pinggangnya.

Jadi sekarang dia bertingkah mesra disini?!

Shanum tidak bisa menahannya lagi. Aku berteriak. "MAS!"

Motor yang mendadak akan jalan langsung berhenti. Mereka berdua menoleh serentak ke belakang dan salah satu dari mereka pun terbelalak kaget ketika melihatku, tentu saja itu Mas Jaka.

Shanum berlari menghampiri mereka dan terkejut saat melihat perempuan cantik itu dari jelas. Bukankah dia...mirip dengan pacar Gavin?!

Astagfirulloh, jadi mereka?!

Shanum langsung menampar pipi Mas Jaka. Lelaki itu terkejut, mungkin ini pertama kali dirinya melihatnya semarah ini. Aku meledak saat itu juga.

"APA AKU KALAH CANTIK, MAS?!"

"Ternyata benar kata orang, serapih-rapihnya kamu menyembunyikan mayat, pasti akan tercium juga baunya."

"KAMU SELAMA INI BERSELINGKUH DIBELAKANGKU KAN MAS?!"

Shanum rebut tas yang dipegang oleh perempuan itu dan pukul Mas Jaka menggunakan itu. "COWOK BERENGSEK!"

Aku tidak perduli dengan semua ekspresi orang ketika melihatku, atau ramai orang di ujung sana yang menontonku layaknya sinetron. Aku terbawa emosi, aku tidak bisa menahannya lagi, aku sungguh kesal.

Kenapa dia yang rambutnya sudah ditumbuhi uban kok bisa berselingkuh dengan mahasiswi?! Apalagi itu pacar anaknya sendiri!

"DAN PEREMPUAN INI PACAR ANAK KAMU LOH?! KOK BISA PACAR ANAK SENDIRI DIREBUT? KAMU ITU SEBENARNYA BAPAK YANG KAYAK GIMANA SIH! HANYA KARENA ANAK INI TERLIHAT CANTIK LALU KAMU TURUT MENJADIKAN DIA MANGSA GITU?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   106

    Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   105

    "Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   104

    Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   103

    "Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   102

    "Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget

  • Selingkuhan Suamiku Pacar Anakku   101

    Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status