Home / Rumah Tangga / Selingkuhan Suamiku / Menyambut Mama Mertua

Share

Menyambut Mama Mertua

Author: NonaRein
last update Last Updated: 2025-02-04 13:17:04

Semenjak buka status whatsappnya Miska, aku jadi keterusan buat nggak kepo. Malah aku makin penasaran pengen tahu apa yang sebenarnya, siapa laki-laki yang dimaksud dia sebagai suaminya itu.

Seperti siang ini, aku ngintip statusnya dan seketika hatiku panas meradang merasa statusnya itu ditujukan pada kami, ibu-ibu komplek.

[Dasarnya ibu-ibu komplek, nggak bisa tenang lihat body seksi kaya gini. Takut kesaingan ya? hahaha]

Statusnya sudah sekitar tiga jam lalu, itu tandanya setelah dia belanja tadi.

Padahal siapa yang takut kesaingan cuma berusaha jaga pandangan mata para suami kalau tampilannya menantang kaya gitu, kata-katanya itu ditujukan padaku langsung dan buat para ibu-ibu yang sedang belanja tadi.

Mataku melebar kala status Miska muncul lagi.

[Bentar lagi ketemu mertua, belanja dulu ah buat nyambut.]

"Mertua? Oh jadi beneran kalau dia udah punya suami. Aku komen ah..."

Eh.. eh ko statusny malah hilang. Aku cari-cari tetap nggak ketemu, pasti Miska sudah menghapusnya, apa dia takut karena aku adalah salah satu orang yang melihatnya.

"Sayang..." Mas Fahri turun dari lantai atas sambil ngancingin kemejanya, sudah rapi dan segar setelah mandi. "Kamu mau ikut apa mau di rumah aja?"

"Hah?" Aku melongo. "Ikut kemana, Mas?" Perasaan suamiku nggak bilang mau kemana sore hari ini.

"Emangnya Mama nggak ngasih tau kamu kalau mau ke Jakarta?"

"Mama ke Jakarta? Kapan?"

"Sore ini, Mama udah nyampe di stasiun."

Mendengar jawaban Mas Fahri, dadaku berdegup kencang dan anehnya lututku malah lemas. Kenapa kedatangan ibu mertuaku bertepatan dengan kedatangan mertuanya Miska.

"Dinda, gimana mau ikut?"

"Aku tiba-tiba pusing, Mas. Aku kayaknya di rumah aja nunggu, aku siapin makanan buat Mama ya."

Ingat betul sama statusnya Miska yang dihapus tadi, ko bisa kebetulan banget. Apa jangan-jangan?

Nggak!

Aku menggeleng, mana mungkin. Pasti dia ngehalu berat punya suami sama mertua. Ada ya orang kayak gitu. Kayaknya aku memang harus menyelidiki sesuatu, Miska. Aku harus menyelidikinya.

Sudah setengah jam suamiku keluar dengan mobilnya, mumpung keluar kayaknya aku harus ke rumahnya Miska. Aku pengen tahu dia lagi nyiapin apa dan siapa mertuanya.

"Assalamu'aikum." Ku ketuk pintu rumahnya Miska, rumahnya sepi seperti nggak ada orang.

"Wa'alaikumsalam, eh Non Dinda." Asisten rumah tangganya Miska gendong Aurel sambil disuapin.

"Mbak Miskanya ada?"

"Oh Bu Miska lagi keluar, Non. Katanya mau jemput... jemput makanan buat makan malam. Katanya mau beli di luar aja.

"Jemput makanan?"

"Iya Non, tadi beli makanan katanya."

Gimana sih, ko jawabannya nggak jelas gitu. Jadi makin curiga, tetangga jandaku ini sebenarnya lagi dimana. Karena Miskanya nggak ada, aku balik lagi ke rumah. Aku juga lagu nunggu makanan yang aku order, makanan kesukaan mamanya Mas Fahri sama cake favoritnya kalau tiap ke Jakarta harus beli. Kamar tamu juga sudah dibereskan untuk menyambut mertuaku itu.

Makanan sudah tersaji di meja, lengkap dengan teh melati yang wajib ada buat Mama.

Mendekati isya, suara mobil Mas Fahri terdengar memasuki halaman rumah. Tak lama kudengar suara Mama mertuaku memanggil dari luar.

"Ma.. apakabar?" Kusapa Mama mertua, cium pipinya lalu peluk sebentar.

"Baik, kamu gimana Dinda, sehat?"

"Alhamdulillah, Ma." Aku sama Mama mertua masuk ke rumah dan Mas Fahri masukin kopernya Mama mertua ke dalam.

"Wah, kamu siapin makanan, Dinda? Banyak banget, sayangnya Mama masih kenyang. Baru makan." Ujaran Mama mertuaku itu bikin aku menoleh pada suamiku yang duduk di sofa ruang santai, dia juga sama tidak menyentuh makanan yang aku siapkan.

"Memangnya Mama udah makan dimana? Sama Mas Fahri?"

"Iya tadi mampir dulu, kirain kamu nggak masak. Ya udah kamu bantuin Mama buka oleh-oleh yang Mama bawa dari Jogja." Wanita paruh baya yang mengenakan atasan batik itu menunjuk koper besar yang tadi dimasukan Mas Fahri.

Lekas aku ambilkan dan membantu membukanya. Ada banyak oleh-oleh yang Mama mertua bawa, makanan khas Jogja, masakan gudeg yang Mama buat bisa nanti dihangatkan. Dan ada sesuatu yang bikin aku terpaku tak lepas menatapnya. Mama bawain baju-baju anak kecil, baju anak perempuan.

"Ini buat siapa Ma?" tanyaku.

"Oh ini buat Aurel, Din. Mama ingat anak tetangga sebelah. Lucu anaknya, Mama jadi pengen punya cucu dari kamu."

Nyesel aku tanya, ujungnya pasti minta anak. Tapi kenapa Mama ingat sama anak tetangga sebelah, Miska itu baru tiga bulan pindah dan Mama baru dua kali ke Jakarta selama tiga bulan Miska pindah. Aku juga tidak tahu kapan Mama lihat anaknya Miska, seingatku Mama tidak kenalan.

"Nanti lah Ma, jangan ditanyain terus-terusan takut Dindanya stress loh Mama tanyain terus." Itu suaranya Mas Fahri yang jawab, jadi aku nggak harus repot jawab permintaan Mama mertuaku itu.

Perhatian ku kembali lagi pada isi koper, ada satu lagi yang bikin aku mengerutkan kening. "Ini buat siapa, Mam?" Baju yang berada di bawah baju buat Aurel, bajunya gaun gitu dan atasnya terbuka masih ada labelnya. Dan Mama mertu menyimpan paper bag yang dilipat di ruang kosong dalam kopernya.

"Ini buat Mamanya Aurel." Ditanya begitu Mama mertua gegas mengambilnya dari tanganku dan mengambil paper bag yang dilipat tadi terus bajunya dimasukan ke dalam sana berikut bajunya Aurel.

"Tumben Mama mau kasih ke tetangga sebelah, Mama kan nggak terlalu dekat. Apa nggak berlebihan?" Jujur saja, aku heran ko Mama mertua baik banget sama Miska dan anaknya.

"Ya nggak ada salahnya toh baik sama tetangga."

"Baik sih boleh, tapi kenapa cuma sama Mbak Miska aja Mama ngasihnya. Di sebelahnya lagi kan rumahnya Bu Mentik, nggak dikasih juga sama Mama?"

"Iya Mam, harusnya Mama juga ngasih ke tetangga lainnya biar nggak disangka pilih-pilih." Mas Fahri ikut nimbrung, dia duduk di sebelahku lihatin isi koper.

"Kalian ini repot amat, orang mau berbuat baik ko malah dilarang-larang." Sambil kesal, Mama mertua berlalu masuk ke kamar tamu lalu menutup pintunya.

Mungkin kesal, makanya memilih pergi.

"Habisnya Mama aneh, Mas. Nggak kenal nggak apa mau kasih oleh-oleh segala, kayak sama cucunya aja." Ujarku ikut kesal, perkaranya aku yang menantunya nggak dibawain oleh-oleh baju atau barang-barang lain. Cuma makanan, itupun yang tidak aku sukai.

Mas Fahri mengulas senyum, dia menyentuh tanganku. "Udah, Mama emang gitu. Efek pengen cepat punya cucu, makanya kita usaha terus biar berhasil ya." Tatapan Mas Fahri yang teduh bikin aku seketika tenang, entahlah Mas Fahri ini laksana obat bagiku. Mujarab banget.

"Bentar ya, aku beresin dulu barang-barang Mama. Mama juga kayaknya langsung istirahat, kita nggak usah ganggu."

Dan itu kode suamiku kalau ngajak aku HS. Yakin setelah HS, pikiranku ini bakalan jernih lagi dari semua prasangka yang aku pikirkan seharian ini.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selingkuhan Suamiku   Fahri Datang Lagi

    Pak Raga terlihat sedikit terdiam saat mendengar pertanyaanku.“Saya kenal Miska karena kami masih ada hubungan keluarga. Dia sepupu jauh saya,” ucapnya dengan nada tenang, tapi cukup mengejutkan buatku.Deg.Aku refleks meneguk ludah. Mataku melebar, tak percaya dengan jawaban itu. Jadi... mereka masih ada hubungan saudara?“Serius, Pak? Maksudnya... kalian itu masih keluarga?”Raga mengangguk pelan. “Iya. Nggak dekat banget sih, saya ngerasanya kayak gitu.”Astaga. Kalau begitu...Kepalaku mendadak dipenuhi banyak skenario. Kalau aku dekat dengan Pak Raga… pasti Miska nggak akan suka. Wanita itu nggak pernah suka kalau ada sesuatu yang bukan miliknya ikut disentuh orang lain. Bahkan kalau hanya sebatas perhatian.Diam-diam muncul ide kecil dalam benakku. Mungkin... aku bisa memanfaatkan kedekatanku dengan Pak Raga untuk membalas dendam ke Miska. Bukan dengan cara jahat, tapi biar dia tahu rasanya tersisihkan.***Keesokan harinya, setelah Pak Raga pulang dan aku sedikit merasa lebih

  • Selingkuhan Suamiku   Jangan Dekati Dinda!

    Mataku seketika melebar kala melihat Mas Fahri tiba-tiba saja menarik kerah kemejanya Pak Raga. Spontan aku yang tadinya menjauh seketika berlari demi menghindari agar Mas Fahri tidak melakukan hal gegabah. Nahas, kakiku terkilir kemudian aku jatuh dan saat itu juga bokongku terasa sakit sekali apalagi pergelangan kakiku yang terkilir.Dua lelaki yang tadinya beradu pandangan tajam lantas menolong, terutama suara Pak Raga yang menyebut namaku."DINDA!" Suara yang aku tahu kalau nadanya seperti nada kekhawatiran."Aaww..." Bukan cuma bokong dan pergelangan kakiku saja ternyata yang sakit, kram cukup hebat menerjang perutku. Membuatku kesakitan sekali."Dinda.." Samar kulihat dan kepalaku pusing sekali, entah semuanya mendadak gelap dan aku tidak tahu apa-apa lagi setelah itu. *Bau desinfektan, aroma karbol khas rumah sakit tertangkap hidup saat mataku membuka. Tirai putih di sekelilingku dan tanganku yang sudah ditusuk jarum infus menyadarkanku kalau saat ini aku sedang berada di r

  • Selingkuhan Suamiku   Fitnah Tak Jelas

    POV DindaLama-lama kehamilanku ini malah tambah parah rasanya, mulai nggak bisa semua makanan aku nikmati dan aku juga nggak bisa menerima bau-bauan yang hinggap ke hidungku. Rasanya tuh mual dan lama-lama mau muntah. Sepertia saat ini, tetiba wangi parfum yang malah bikin kepalaku pusing. Wanginya nggak nyengat, nggak terlalu strong, manly tapi herannya nggak bisa aku terima dan lebih kagetnya kala mendapati bahwa Pak Ragalah pemilik wangi itu. Beliau ada di depan kubikel aku, spontan aku lirik teman-teman timku takut ada yang salah paham melihat 'kedekatanku' dengan Pak Raga."Din, sarapan dulu." Beliau nyimpan sesuatu, kotak makanan karena aromanya tercium nikmat. Kayanya enak, lagian kebetulan belum sempat sarapan."Buat saya Pak?" tanyaku sok pura-pura."Menurutmu buat siapa? Nggak ada orang lain lagi di ruangan ini."Ya karena memang cuma baru beberapa yang datang, itupun mereka lagi di pantry, biasalah sarapan, ngopi sambil gosip.Pak Raga tergolong bos yang rajin, masih ada

  • Selingkuhan Suamiku   Hancur Perlahan

    "Jadi Raga lagi deket sama janda?" Tante Nelly kelihatan termenung, pasti pikirannya sudah terkontaminasi oleh ceritaku tentang si Dinda."Iya Tan, Tante coba deh bicara baik-baik sama Raga. Masa iya seorang Raga bisa sama janda kaya perempuan itu, dia perempuan nggak punya Tan. Rumahnya aja ngontrak, terus bukan dari turunan keluarga yang selevel dengan keluarga Tante. Ya Miska cuma menyayangkan aja, kasihan nanti kalau Om sama Tante harus malu pas kabar ini sampai ke kolega atau rekan bisnis kan."Perlahan Tante Nelly nggangguk, yes aku rasa misiku sudah hampir berhasil. Aku yakin banget setelah ini Raga nggak akan pernah kelihatan atau terdengar dekat lagi sama Dinda.Kami cukup lama ngobrol hingga akhirnya aku bisa lihat Raga keluar dari kamarnya di lantai atas, lah aku kira Raga sudah berangkat ke kantor tapi rupanya dia masih ada di rumah. Wah bisa-bisa nanti dia curiga sama aku lagi."Hai Ga.." Tanganku melambai nyapa dia yang menghampiri kami."Hai Mis, tumben..""Iya nih, kan

  • Selingkuhan Suamiku   POV Miska

    "Gimana, lo udah berhasil ngerjain si Dinda?" Kesal juga menunggu cukup lama di depan gerbang rumah.Sejak aku tahu kalau dia tinggal di perumahan itu, aku jadi punya ide buat ngerjain dia. Minimal bikin dia takut dan akhirnya nggak betah tinggal di Jakarta. Aku nggak mau yah kalau Mas Fahri nyamperin dia dengan alasan-alasan lain. Seperti kayak tempo hari, suamiku minta diantar buat urusan surat cerai. Padahal tinggal minta pengacara saja buat urus semuanya bikin hatiku ketar-ketir nggak jelas. "Berhasil Bos, cuma.." Orang suruhanku natap aku dalam-dalam kayak ada yang janggal."Saat kami mau masuk ke rumahnya, di rumah sebelahnya kayak masih rame Bos. Untungnya kami nggak jadi aksi, soalnya nggak lama setelah itu kami lihat ada mobil mewah datang pas kami udah kabur naik motor.""Mobil mewah?" Keningku mengernyit dalam, mobil siapa yang dia maksud itu."Iya Bos, kami nggak tau siapa yang ada di dalamnya karna kami langsung kabur dari perumahan itu."Penuturan anak buahku bikin aku

  • Selingkuhan Suamiku   Diinterogasi Pak RT

    Sekelebatan dua orang tadi terlihat lagi, keduanya naik motor dengan mesin yang tidak dinyalakan. Aku nggak salah lagi, jelas sekali mataku ini melihat kedua orang yang lari dari arah rumahku menuju tempat gelap dimana motor mereka berada.Diiringi ketakutan akibat mati lampu, mau tak mau memberanikan diri menyalakan meteran listrik di luar sana. Kalau tidak kan listrik di rumahku bakalan mati sampai pagi, anehnya pos ronda yang tak jauh dari rumah kelihatan sepi kalau biasanya ada yang jaga sampai subuh. Sayup-sayup terdengar suara deru mesin mobil makin dekat dan tak salah lagi, mobil yang aku kenali parkir di depan rumah. Itu mobilnya Pak Raga, ada apa coba datang lagi malam-malam begini? Bikin aku was-was disamperin bos di waktu yang kurang wajar."Dinda, kenapa listrik rumahmu mati? Apa tokennya mati?" Kulihat Pak Raga menghampiriku yang memang belum sempat menyalakan meteran listrik. Pun saat baru akan aku jawab, tetangga sebelah rumah keluar dan bertanya dengan suara nyaring.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status