Share

Bab 5

Penulis: Verlita
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 23:14:06

Tamara keluar dari parkiran basement setelah mobilnya terparkir dengan rapi. Derap langkahnya menuju pintu depan Mall besar yang kini tampak ramai orang. Pintu kaca otomatis terbuka ketika sensornya mendeteksi adanya langkah kaki.

Tamara menganggukkan kepalanya ramah kepada seorang satpam yang berjaga didekat pintu.

Toko-toko barang yang paling mahal sampai yang paling murah, semuanya berjajar rapi. Lampu di atrium 1 sangat menyilaukan, tapi tetap terlihat sangat cantik.

Tamara memilih untuk ke atrium 3 terlebih dahulu, karena ia merasa lapar. Baru nanti akan ke atrium 4. Wanita itu menaiki lift bersama pengunjung lain, tak lupa ia menyunggingkan senyum manis. Baginya, kesopanan adalah adab nomor 1 yang harus diterapkan.

Tamara masuk ke dalam restoran yang menjadi langganannya selama ini.

“Selamat datang kak, mau ambil meja untuk berapa orang?“ tanya pelayan.

“Satu orang.“ Jawab Tamara.

Pelayan itu akhirnya mengantar Tamara ke meja yang dekat dengan kaca tembus pandang. Dari sana ia bisa melihat orang-orang berlalu lalang, beberapa dari mereka membawa kantong belanja besar dengan brand mewah.

Setelah beberapa menit menentukan pilihannya, Tamara mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan itu kembali.

“Saya pesan Grilled Chicken set, jus jeruk, sama cheesecake satu.“ ucapnya.

Pelayan itu mencatat pesanan Tamara dengan cepat dan mengulang pesanan agar tidak terjadi kesalahan.

Hal yang Tamara sukai dari restoran ini adalah semua pekerjanya bergerak cepat dan sangat memperhatikan kenyamanan pelanggan.

Mata Tamara berbinar cerah melihat pesanannya sudah datang. Perutnya semakin meronta-ronta ingin segera diisi.

“Eummm… . Enak sekali. Rasanya seperti tidak mempunyai beban hidup.“ gumamnya.

Ditengah-tengah kegiatan makannya, secara tidak sengaja Tamara menemukan keberadaan Kalina. Kalina lewat tepat di samping Tamara, namun dibatasi oleh kaca transparan.

Tamara menatap wanita itu tajam, tapi sayang—Kalina tidak melihat keberadaannya.

“Musuhku yang satu ada disini rupanya.“

Tamara tetap menikmati makanannya dengan santai. Tak berminat untuk mengejar Kalina, tapi ia yakin kalau nanti pasti akan bertemu kembali.

“Minta bill, mas.“ ucap Tamara setelah pelayan datang.

Wanita itu membayar melalui kartu, dan keluar dari sana untuk berbelanja.

Tamara tertuju ke toko tas branded yang sudah ia incar sejak tadi. Namun ia terkejut karena Kalina berada di toko yang sama.

“Hei, Tamara! Kamu disini juga?“ Kalina menyapa dengan sangat riang.

Tamara mengangguk kecil dengan sedikit senyuman terpaksa.

“Kamu kok ke Mall sih? Katanya izin dari kantor. Aku kira kamu ada kepentingan, tapi ternyata malah jalan-jalan santai. Kan kasihan orang yang gantiin pekerjaan kamu.“ Kalina menyindir halus.

“Kok kamu tahu kalau aku izin dari kantor?“

Kalina gelagapan sendiri, mana mungkin dia berkata jujur kalau Hendra yang memberitahunya.

“Kan kamu jelas ada disini waktu jam kerja, Tamara.“ Kalina berusaha terkekeh.

“Tidak juga, bisa saja aku ada pertemuan dengan rekan lain. Terus sekalian jalan-jalan sebentar, tidak ada salahnya kan?“ Tamara menaikkan sebelah alisnya.

Kalina tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tamara terlalu pintar menjawab semua perkataannya. Tak lagi memedulikan mantan sahabatnya lagi, Tamara akhirnya sedikit menjauh untuk memilih jajaran tas-tas mahal dan sangat cantik itu. Namun Kalina tetap membuntutinya seperti seekor anak ayam.

“Lin, kamu kenapa ngikutin aku sih? “

“Loh kenapa? Tidak boleh? Biasanya kita juga selalu sama-sama kan? “ ucap Kalina dengan polosnya.

“Maksudku, cari saja model tas yang kamu mau. Kalau mengikuti aku terus, kamu malah pusing sendiri. “

Tidak, bukan Kalina yang pusing. Tapi Tamara, rasanya geli saja diikuti oleh pelakor.

Tamara jatuh cinta dengan tas yang ada di rak atas. Ia mengambil tas itu dan melihat bahan serta modelnya.

“Aku mau yang itu Ra, cantik banget.“

Tiba-tiba saja Kalina merebut tas itu. Tamara mendengus kesal, biasanya ia tidak masalah jika Kalina bersikap seperti itu. Namun sekarang ia baru sadar kalau Kalina memang keterlaluan.

“Kalina! Aku yang melihatnya lebih dulu, jadi aku yang akan membelinya.“ Tamara merebutnya kembali.

“Tidak-tidak, aku mau ini Tamara!“

Daripada harus saling merebut, Tamara membiarkan tas itu diambil oleh Kalina. Ia memutuskan untuk mencari model yang lebih bagus.

“Ah ini kan tas keluaran terbaru itu? Untung saja aku tidak jadi memilih tas yang dibawa Kalina.“

Tamara hendak membawa tas yang pilih ke kasir. Namun tiba-tiba Kalina kembali merebutnya.

“Wah… ini juga cantik. Tamara, kamu kan ingin tas yang ini tadi. Kita bertukar saja ya?“ Kalina menunjukkan tas yang satunya.

Bukannya marah, Tamara malah tersenyum aneh. Ia seperti meremehkan wanita di depannya itu.

“Kamu yakin ingin tas itu?“ tanya Tamara.

Kalina mengerutkan keningnya tak mengerti. Sampai Tamara memanggil salah satu penjaga toko.

“Mbak, untuk tas ini harganya berapa?“ Tamara menunjuk tas keluaran terbaru.

“Yang ini 80 juta kak, karena di impor langsung dari luar negeri. Tas ini juga terbuat dari kulit buaya asli, jadi akan awet dan tidak mudah rusak.“

“Kalau yang ini?“

“Yang ini lebih murah, hanya 35 juta.“

Tamara tersenyum sinis, ia melihat Kalina yang ternganga.

“Yakin mau beli yang itu, Lin?“

“A-ah tidak Ra, buat kamu saja.“

Tamara tersenyum puas. Ia pun membawa tas itu untuk melakukan pembayaran. Bagaimana Kalina bisa membeli tas seharga 80 juta, kalau yang 35 juta saja dia seperti ragu-ragu. Apalagi setelah ini dia harus bertemu teman-temannya. Jika uangnya habis, Kalina akan bingung sendiri untuk membayar. Dia juga pasti akan malu, padahal niatnya pergi ke Mall adalah untuk membeli barang baru yang bisa dipamerkan.

Darah Kalina semakin mendidih saat Tamara membayar tas itu menggunakan kartu gold. Kartu itu tidak semua orang bisa memilikinya.

“Sialan! Mas Hendra yang direktur utama saja tidak memiliki kartu itu! Bagaimana Tamara yang hanya manager keuangan bisa memilikinya?“ Geramnya dalam hati.

“Lin, aku duluan ya. Selamat bersenang-senang.“ Tamara melambaikan tangannya.

“Bagaimana aku bersenang-senang kalau uangku saja hampir habis?“ Lirih Kalina, ia menghentak-hentakkan kakinya.

“Bu, mau membayar?“ tanya penjaga kasir.

“Heh! Kamu manggil dia tadi ‘Kak’ kok manggil saya ‘Bu’? Saya itu seumuran sama dia!“ Kalina semakin kesal.

“M-maaf kak, saya kira kakak lebih tua dari kaka yang tadi.“ Penjaga kasir itu menangkupkan tangannya dengan wajah menyesal.

“Terserah! Saya sudah terlanjur kesal! Ini, cepat! Saya mau pergi!“ Kalina memberikan tasnya untuk dibungkus. Tidak apa jika hanya 35 juta, yang penting barang itu baru.

Tamara merasa hatinya semakin bahagia setelah berhasil mengalahkan Kalina, dan menunjukkan bahwa Kalina tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dia.

Ting…

Tamara membuka ponselnya setelah menerima pesan dari Firza.

Bugh…

Karena bermain ponsel sambil berjalan, Tamara tidak sengaja menabrak seseorang. Wanita itu meringis kecil karena ponselnya tergeletak tak berdaya diatas lantai marmer.

“Gimana sih?“

Tamara mendongak saat mendengar suara seorang pria yang terdengar marah. Pria dengan tampilan manly, tatapan matanya tajam, hidung mancung, dan alis tebal. Siapapun akan terpesona dengan pria itu. Tapi Tamara tidak, wajahnya tetap datar saat mereka bertatap mata.

“Maaf.” ucap Tamara singkat.

“Saya tidak butuh maafmu, kelakuanmu bermain ponsel sambil berjalan benar-benar bodoh!“

Tamara membelalakan mata. Baru kali ini ia mendengar seseorang memberikannya kalimat itu.

“Hei! Berani sekali kamu mengatai saya bodoh! Kamu kira kamu siapa?“

Pria itu menyunggingkan sebelah bibirnya, tatapannya seperti akan menerkam Tamara hidup-hidup. Tamara menelan ludahnya kasar, pria ini tidak seperti pria yang lainnya. Entah mengapa, tatapan dari orang itu bisa membuat darahnya berdesir.

“Kalau kamu tahu saya siapa…mungkin kamu akan terkejut setengah mati.”

“Oh ya? Memangnya seberapa berpengaruhnya diri anda ini? Saya lihat anda biasa-biasa saja…tidak ada sesuatu yang harus saya kagumi!” Tamara masih merasa berani untuk menantang.

Pria itu berjalan mendekat, bahkan tatapannya kini semakin tajam. Tahu akan ada ancaman yang menghampiri dirinya, Tamara beringsut mundur. Tamara benar-benar menantang orang yang salah. Wanita itu tidak sadar kalau orang ini akan masuk ke dalam kehidupannya setelah apa yang ia lakukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   Bab 6

    “Kamu, tidak tahu siapa saya?“ tanya lelaki itu dengan suara dalam. “Cih! Kamu tidak sepenting itu sampai saya harus tahu semuanya. Artis? Bukan! Pejabat? Juga bukan!“ Tamara semakin kesal saja, kenapa juga ia harus merasa terancam saat pria sok dingin itu melangkah maju tadi. Saat ini mereka telah menjadi pusat perhatian para pengunjung. Seorang pria dan seorang wanita sedang berdiri berhadap-hadapan. Bagaikan seorang kekasih yang sedang bertengkar. “Saya, Ezra Wiratama. Jika kamu masih tidak tahu, cari saja di internet. Disana banyak informasi tentang saya.” Ezra langsung berlalu meninggalkan Tamara yang diam terpaku. Tamara membalikkan badannya, menatap punggung Ezra yang semakin menjauh. Ada hal aneh yang berusaha ia tepis, akhirnya wanita itu memilih segera kembali ke basement untuk mengambil mobil. “Hufftt… mana mungkin pria menyebalkan itu Ezra? Tidak-tidak, pasti hanya namanya saja yang kebetulan sama.“Tamara membuka internetnya untuk memastikan kalau opininya itu benar.

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   Bab 5

    Tamara keluar dari parkiran basement setelah mobilnya terparkir dengan rapi. Derap langkahnya menuju pintu depan Mall besar yang kini tampak ramai orang. Pintu kaca otomatis terbuka ketika sensornya mendeteksi adanya langkah kaki. Tamara menganggukkan kepalanya ramah kepada seorang satpam yang berjaga didekat pintu. Toko-toko barang yang paling mahal sampai yang paling murah, semuanya berjajar rapi. Lampu di atrium 1 sangat menyilaukan, tapi tetap terlihat sangat cantik. Tamara memilih untuk ke atrium 3 terlebih dahulu, karena ia merasa lapar. Baru nanti akan ke atrium 4. Wanita itu menaiki lift bersama pengunjung lain, tak lupa ia menyunggingkan senyum manis. Baginya, kesopanan adalah adab nomor 1 yang harus diterapkan. Tamara masuk ke dalam restoran yang menjadi langganannya selama ini. “Selamat datang kak, mau ambil meja untuk berapa orang?“ tanya pelayan. “Satu orang.“ Jawab Tamara. Pelayan itu akhirnya mengantar Tamara ke meja yang dekat dengan kaca tembus pandang.

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   Bab 4

    "MAS HENDRA! MANA UANGNYA!" Hendra memejamkan mata dan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga. Kalina langsung berteriak ketika ia baru saja mengangkat telepon itu. "Kalina! Tidak bisakah kamu berbicara baik-baik! Suaramu itu membuat telingaku sakit!" Sentak Hendra. "Kamu sih, aku minta transfer tapi belum juga dikirim sampai sekarang!" "Dengar, Tamara sudah membatasi aksesku. Jadi aku tidak bisa mentransfer uang kantor lagi." Hendra berusaha memberikan penjelasan. "Apa? Ck! kalau tidak bisa ya pakai uang pribadimu saja mas! masa sih kamu semiskin itu?" Hendra memukul udara, ia merasa kalau hari ini adalah hari tersial baginya. Namun, jika bersama Kalina ia harus menahan semua emosi yang menumpuk dikepala. "Astaga Kalina, tabunganku hanya tersisa 200 juta. Dan aku belum mendapat gaji, kamu lupa kalau satu bulan saja kamu bisa menghabiskan uang sebesar 400 juta?" "Iya-iya aku ingat. Terus bagaimana mas? Satu jam lagi aku sudah mau pergi!" Suara Kalina terdengar

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   Bab 3

    Sinar mentari pagi menyinari rumah yang berdiri kokoh. Bi Asni sudah berjalan kesana kemari karena disibukkan dengan pekerjaan rumah. Ting... tong.... ting... tong Dengan tergopoh-gopoh wanita itu menuju pintu depan. Awalnya Bi Asni mengira yang datang adalah Hendra. "Pagi Bi." "Pagi Den. Tumben sekali Den Firza datang pagi-pagi sekali.” Bi Asni membuka pintu itu semakin lebar. "Saya mau ambil sampel parfum dari kakak." "Oh, langsung ke kamar saja Den. Sepertinya Nyonya masih tidur.” Firza mengangguk ragu, tapi ia tetap menuju kamar kakak perempuannya. Tanpa mengetuk pintu, Firza masuk begitu saja. Tamara yang masih bersantai diatas kasur terjingkat kecil. "Firza! Nakal kamu ya, udah kakak bilang kalau mau masuk itu ketuk pintu dulu!” omel Tamara. "Kelamaan Kak, Kak Rara kok nggak ke kantor sih? Biasanya jam segini udah nggak kelihatan batang hidungnya." Rara adalah panggilan kesayangan dari Firza. Lelaki berusia 24 tahun itu memang memilih bahasa santai ketika berbic

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   Bab 2

    Malam ini Tamara berdandan sangat cantik. Ia ingin menunjukkan kepada Hendra bahwa selingkuhannya itu sangat tidak pantas jika dibandingkan dengannya. "Tamara, kamu ini cantik sekali. Tapi sayang, mata suamimu itu buta. Dia lebih memilih wanita jelek itu daripada kamu." ucap Tamara kepada dirinya sendiri. Wanita itu keluar kamar dan menuruni tangga untuk menuju dapur. Ia ingin memakan salad sayur buatannya sendiri. Sekitar pukul 21.00, Hendra baru pulang ke rumah. Saat itu Tamara sedang menyiapkan irisan daging untuk dimasak esok hari. "Nyonya, biar saya saja. Nyonya istirahatlah di kamar." Bi Asni berdiri disamping majikannya. "Tidak perlu Bi, saya juga bosan diam saja. Mata ini sakit kalau terus-terusan melihat layar komputer. Jadi besok Bibi tinggal masak daging yang saya iris ini ya?" Jawab Tamara. "Baiklah Nyonya, kalau Nyonya butuh sesuatu... panggil Bibi saja ya?" Tamara mengangguk singkat. Gerakan tangan Tamara semakin melambat saat terdengar langkah kaki yang sud

  • Selingkuhmu Menjadi Awal Kemenanganku   bab 1

    Tamara Aurelia Prameswari, seorang wanita berusia 26 tahun dan menjadi istri dari seorang direktur utama bernama Hendra Pratama. Pasangan suami istri itu bekerja di satu perusahaan yang sama. Dimana Tamara bekerja sebagai Manajer Keuangan. Tuk..tuk...tuk Suara ketukan sepatu terdengar keseluruh penjuru rumah. Rumah yang menjadi tempat tinggal Tamara dan Hendra selama 2 tahun ini. Lebih tepatnya, rumah Tamara yang diberikan oleh kedua orang tuanya. "Nyonya Tamara, anda sudah ditunggu oleh Mbak Kalina diruang kerja." Bi Asni, asisten rumah tangga di rumah itu memberitahukan kepada Tamara. "Baik bibi, terimakasih. Tolong bawakan jus jeruk dan beberapa camilan ke ruang kerja saya ya " "Baik nyonya." Bi Asni mengangguk sopan. Tamara segera melanjutkan langkahnya. Kalina sudah mendapat izin dari Tamara sendiri. Sehingga wanita itu bisa menunggu di ruang kerja Tamara dengan tenang. "Hai Lina.” sapa Tamara. "Raaaa.... akhirnya kamu pulang juga, aku sudah menunggu seja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status