Home / Zaman Kuno / Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu! / Bab 4. Setelah Tahu yang Sebenarnya, Semua Usaha Terasa Sia-sia.

Share

Bab 4. Setelah Tahu yang Sebenarnya, Semua Usaha Terasa Sia-sia.

Author: Zhang A Yu
last update Last Updated: 2025-06-15 11:14:15

Para dayang Qingxin Pavilion menjerit tertahan, beberapa langsung berlutut memohon ampun, sementara dua pelayan pribadi Li Muwan melangkah maju, siap menuruti perintah.

Namun sebelum mereka sempat menyentuh Chun Mei—

“Berhenti.”

Suara itu tenang, namun menggema tajam bagai pedang baja menebas udara.

Semua kepala menoleh ke arah sumber suara. Dari sudut lorong panjang, tampak seorang pria berpakaian hitam kebesaran muncul perlahan, langkahnya mantap dan tenang. Di belakangnya, kasim kepala dan beberapa pengawal kerajaan menyusul dengan wajah pucat pasi.

Mata Li Muwan membelalak. “Yang Mulia!”

Chun Mei pun terpaku. Tubuhnya masih goyah, tapi hatinya seketika berdegup kencang, seolah mengenali siluet itu sebelum suara itu terdengar.

Kaisar Lin Yi berdiri di sana, tatapannya dingin menelusuri wajah Li Muwan yang mulai gemetar.

“Apakah aku memberi izin padamu untuk mencambuk siapa pun hari ini?” tanyanya pelan, namun penuh kuasa.

Li Muwan langsung berlutut, wajahnya pucat seperti kertas. “Hamba... hamba hanya ingin menjaga tata tertib harem, Yang Mulia.”

“Dengan menampar selir lain tanpa perintahku?”

“Hamba... hamba hanya—”

“Ssst.“ Lin Yi mengangkat tangannya. “Aku sudah bosan dengan alasan dan kebiasaan lama di istana ini.”

Dia menoleh pada Chun Mei, yang masih berdiri diam di beranda, pipinya memerah karena tamparan.

Untuk pertama kalinya, Lin Yi berjalan mendekat, dan semua yang menyaksikan menahan napas.

Kaisar berdiri di depan Chun Mei, lalu mengangkat tangannya perlahan.

Bukan untuk menyentuh pipi itu, tetapi untuk mengambil bunga yang jatuh dari tangan Chun Mei.

“Bunga ini... jenis yang hanya tumbuh di sisi barat istana,“ ucapnya ringan, “aku tahu karena aku yang menanamnya.”

Chun Mei menatapnya, bingung dan masih linglung. Napasnya nyaris tercekat. “Jadi... Anda... bukan kasim taman.”

Lin Yi tersenyum kecil. “Apakah aku terlihat seperti kasim?”

Beberapa dayang tertawa gugup, tapi segera bungkam karena tatapan tajam sang Kaisar.

Lalu, dengan gerakan tenang, Lin Yi memutar tubuhnya, menatap Li Muwan yang masih berlutut.

“Li Muwan,” ucapnya datar, “mulai hari ini, kekuasaanmu atas urusan harem dicabut sementara. Kamu akan tinggal di Paviliun Yue selama satu bulan, tanpa pelayan pribadi.”

“Yang Mulia! Tidak! Hamba—!”

“Kalau kamu menolak,” potong Lin Yi, “aku bisa mencabut selamanya.”

Li Muwan akhirnya tertunduk diam, wajahnya penuh luka harga diri yang terkoyak. Dia menggertakkan gigi, tapi tak berani berkata apa-apa lagi saat dia diseret perlahan oleh pengawal istana.

Kaisar berbalik pada Chun Mei. Tatapannya kini berbeda, tidak lagi penuh selidik, tapi perlahan melunak.

“Pipimu sakit?”

Chun Mei mengangguk pelan tapi sedetik kemudian menggeleng cepat.

Lin Yi melangkah mundur. “Besok, akan ada tabib istana yang datang. Dan mulai malam ini, Paviliun Qingxin akan mendapat jatah makanan yang sama dengan Paviliun utama.”

Chun Mei tampak ingin berkata sesuatu, tapi mulutnya hanya terbuka sedikit.

Sementara itu, dari kejauhan, suara genderang malam berdentum perlahan. Langit mulai gelap, dan lampu-lampu istana menyala satu per satu, membentuk jalur cahaya yang indah menuju aula utama.

Sebelum pergi, Lin Yi menatap Chun Mei sekali lagi, lalu berkata:

“Lain kali... jika aku mengirimi bubur, jangan diuji dengan jarum perak. Rasanya jadi hambar.”

Chun Mei membeku, matanya membelalak. Dia tak tahu... bahwa Kaisar mengetahuinya. Dan Lin Yi, dengan senyum tenang di wajahnya, berbalik, melangkah menjauh seperti tak terjadi apa-apa.

Sementara itu... Chun Mei terduduk lemas. Sorot matanya tak menyangka. Berusaha keras dia menghindari pertemuannya dengan Kaisar Lin Yi... takdir malah bukan hanya membuat mereka bertemu, tetapi juga sepertinya membuat Kaisar sedikit tertarik.

Ya!

Chun Mei tidak bodoh. Dengan tampangnya sekarang yang cantik alami, jangankan Kaisar Lin Yi, kalau iblis pun bisa terpikat.

***

Langkah-langkah Lin Yi menggema tenang di koridor batu giok istana utama. Malam telah larut, namun pikirannya sama sekali belum mengantuk.

Angin musim gugur menerpa tirai-tirai sutra yang menjuntai, mengibarkan aromanya yang dingin dan samar getir, tapi tidak lebih getir dari rasa di dadanya sendiri.

Setelah melewati aula utama, dia tak langsung ke kamar. Justru, dia menuju ruang kerjanya yang sunyi, tempat di mana hanya ada meja kayu besar, gulungan-gulungan laporan negara, dan dirinya—seorang Kaisar yang kini merasa... berpikir terlalu banyak.

Begitu pintu ditutup, Lin Yi melepas ikat pinggang naganya, duduk di kursi besar bersandarkan ukiran naga, lalu menatap jendela terbuka lebar. Dari sana, samar-samar dia bisa melihat arah Paviliun Qingxin. Jaraknya jauh, tapi pikirannya menembus batas batu dan kayu seperti bayangan tak kasat mata.

Chun Mei.

Nama itu muncul lagi. Dan kali ini, bukan sebagai selir rendahan, bukan sekadar catatan yang tertumpuk debu.

Melainkan sebagai seseorang yang membuatnya turun tangan langsung malam ini. Dia sendiri terkejut—mengapa?

Bukan karena cinta, tentu saja.

Belum.

Tapi karena sorot mata gadis itu.

Sorot mata yang tak memintanya untuk apa-apa. Tak berharap. Tak bersiasat.

Sejak kecil Lin Yi tumbuh dikelilingi politik. Ibunya, yang mati muda karena racun. Saudara tirinya, yang mati karena saling menjatuhkan. Istrinya yang pertama, Permaisuri resmi dari keluarga bangsawan—seorang wanita sempurna, tapi pandai memanipulasi dengan senyuman.

Dan kini, istananya dipenuhi selir-selir yang cantik tapi penuh kepalsuan. Semuanya bicara manis, semua menunduk seperti patung kesetiaan, tetapi di belakangnya mereka mencakar dan berburu pengaruh.

Lalu muncullah Chun Mei.

Tak meminta apa-apa. Tak berusaha memikat. Bahkan tak tahu bahwa pria yang ia tolong adalah dirinya, Kaisar. Dan hari ini, ketika ditampar, dia tidak menangis.

"Kenapa kamu tidak membela dirimu?" gumam Lin Yi sambil menutup mata, kepalanya menyandar pada kursi.

Bayangan pipi Chun Mei yang memerah itu muncul kembali dalam benaknya. Bukan karena kelembutan, bukan karena simpati semata, melainkan karena... ketenangan gadis itu menusuk logikanya.

Orang seperti itu seharusnya tidak ada di istana. Tapi dia ada.

“Chun Mei,” bisiknya lirih.

Tangannya terulur, mengambil sebuah gulungan laporan yang tadi belum sempat dibaca. Tapi saat hendak membukanya, pikirannya kembali melayang.

Teringat saat bubur itu dia pesan secara pribadi pada dapur istana. Dia bahkan memastikan tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin, dan diberi sedikit jahe karena malam sudah mulai dingin.

Namun, gadis itu menguji bubur dengan jarum perak.

Lin Yi mendengus pelan. Bukan karena marah, tapi geli. “Dia bukan orang yang mudah dijebak.”

Pria itu bangkit, berjalan ke rak di sisi dinding, lalu menarik laci kecil. Dari sana, dia mengambil benda kecil yang terbuat dari perak murni, mengilap meski usianya sudah lama.

Jarum perak.

“Dulu ibuku juga selalu menyimpan benda seperti ini di lengan bajunya,” gumamnya.

Lin Yi menggenggam jarum itu, menatap ujungnya lama sekali.

Kemudian dia kembali duduk, menulis satu perintah kecil di atas lembaran kayu bambu.

“Mulai besok, tambahkan satu tabib istana di daftar penjagaan Paviliun Qingxin. Pastikan dia ahli dalam luka ringan dan obat penyejuk.”

Tangannya berhenti sebentar, sebelum menambahkan satu kalimat:

“Dan pastikan tabib itu tidak suka bicara.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 277. Akhirnya

    Suasana haru masih menyelimuti paviliun persik. Chun Mei terbaring lemah di ranjang, Kaisar menggendong putranya sambil menangis bahagia, kasim Feng berdiri di samping dengan tangisan serupa, para pelayan baru saja pergi setelah membersihkan sisa-sisa perjuangan, dan tabib muda masih di sana untuk menjelaskan. “Yang Mulia, hamba harus mengatakan ini.” Tabib tampak sangat berhati-hati. “Pangeran lahir sebelum waktunya, dia lahir sebagai bayi prematur, yang mana tubuh bayi prematur biasanya sangat lemah. Jadi, tubuhnya harus selalu hangat, tidak boleh kedinginan, tidak boleh dimandikan sampai berat badannya sesuai.” Kaisar mengangguk. “Aku mengerti. Kamu atur saja bagaimana baiknya, aku akan memberikanmu bayaran tak ternilai.” Tabib muda menunduk, tak berani berkata lebih banyak. Saat yang sama. “Tidak! Tidak bisa!” Permaisuri Yuwen mengamuk. Barang-barang di kamarnya sudah tak berada di tempat. Barang pecah belah sudah berserakan. Di antara kekacauan itu, kepala biro ob

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 276. Keturunan Pertama Kaisar Lin Yi

    Hari ini tidak hujan, tetapi Kaisar tetap setia memayungi Chun Mei yang tengah berdoa atas peringatan kematian Chu Qiao yang ke-40 hari.Chu Qiao hanya seorang pelayan, tetapi jasanya melindungi Chun Mei tak mungkin bisa wanita itu balas.Sepanjang hari setelah kematian Chu Qiao, Chun Mei tak pernah berhenti mendoakannya. Dan Kaisar sendiri tak pernah sekalipun memprotes, meski di pandangannya, Chu Qiao bukan hanya sekedar pelayan, melainkan pengkhianat.Saat suatu hari Kaisar iseng bertanya, “Tindakannya hampir membunuhmu, kenapa kamu tetap bersikap baik walau sudah mati sekalipun?”Chun Mei tidak banyak penjelasan.Cukup dua kata. “Dia saudariku.”Sejak saat itu, Kaisar tak pernah bertanya apapun lagi. Kemudian hari demi hari berjalan seperti biasa. Jenderal Shang yang masih bersikap dingin tidak lagi terlihat 'gila' dengan terus berlutut di depan kuburan Chu Qiao. Namun, kegiatan seperti itu juga tak pernah hilang sepenuhnya.Dia masih sesekali datang, bahkan pernah berlatih teknik

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 275. Ketika Kaisar Pulang

    Waktu bergulir. Huyan Bei terlentang di permukaan rumput, dengan golok besarnya yang sudah terlempar sejauh satu zhang dari kepala, sedang Kaisar berdiri persis di sebelahnya, dengan satu kaki menginjak dada Huyan Bei, dan tangan menodongkan ujung pedang ke leher keponakannya itu. Nafas mereka sama-sama terengah, pipi mereka sama-sama memerah, karena dingin tapi juga panas. Lalu, sambil lebih mendekatkan ujung pedangnya sampai Huyan Bei sejenak menahan nafas, Kaisar berkata, “Aku tidak langsung membunuhmu, karena kamu masih keponakanku.” Ucapannya itu secara tak langsung menjelaskan, kalau selama ini Kaisar selalu menganggap Huyan Bei dan dirinya memiliki hubungan keluarga. Sayangnya, hati Huyan Bei terlalu keras. Bukan karena dia lahir sebagai orang suku Naiyue, melainkan karena pikirannya telah didoktrin keluarganya, jika dia adalah keturunan Kekaisaran yang tidak pernah diinginkan. Dalam masa ini, Kaisar masih berbaik hati menawarkan negoisasi. “Sekarang mari bernegosia

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 274. Jenderal Baru Sadar

    Hari berikutnya. Meski udara terasa dingin, tapi kali ini langit berselimut awan cerah, cahaya mentari seolah lebih leluasa, membias masuk, menyentuh rahang jenderal Shang yang lelap ditemani asap dupa di sisi ranjang. Seorang pelayan membuka pintu kamarnya perlahan, Di tangannya ada baki berisi semangkuk obat, yang masih mengepulkan asap pekat. Pelayan meletakkan semangkuk obat itu di nakas lalu berbalik pergi. Suasana kamar kembali hening dan tenang. Hingga ketika suara drap drap di luar cukup ramai, barulah jenderal Shang menggerakkan jari-jemarinya, disusul membuka kelopak matanya. Penglihatan kabur jenderal perlahan-lahan memulih. Pemandangan langit-langit kamar langsung dia kenali. Dia berada di kamar sendiri! Ingatan semalam seketika menyeruak, seperti tirai kabut yang terangkat satu per satu. Jenderal refleks beringsut duduk, tetapi kembali jatuh ke posisi awal dengan wajah meringis kesakitan, serta kepala spontan menoleh ke sisi kanannya. Area lukanya bengka

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 273. Menebus Rasa Bersalah

    Dua tangan terpotong belum memuaskan Chu Qiao. Wanita itu masih mengingat jelas bagaimana Li Jiancheng memperlakukannya selama ini. Sebutan peliharaan yang pria itu katakan sebelumnya, memang benar. Chu Qiao pun berjongkok. Menarik dagu Li Jiancheng, menyeringai lebar atas kesakitan yang diderita pria itu. “Kamu membunuh adikku secara perlahan-lahan,” suara Chu Qiao serupa bisikan, “kamu pun harus mati perlahan-lahan.” “Dasar tidak tahu terima—!” murka Li Jiancheng, seketika dibungkam Chu Qiao dengan dia menutup mulutnya sekuat yang dimungkinkan. Kepala Li Jiancheng meronta, giginya nyaris saja menggigit tangan Chu Qiao. “Ha ha ha.” Chu Qiao terkekeh, tapi sudut matanya basah. Bukan karena mulai merasa kasihan, melainkan menyayangkan telah mengenal Li Jiancheng di kehidupan ini. Wanita itu lantas mengalihkan pandangan ke arah jenderal Shang, yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, berbalik menatap tajam Li Jiancheng. Chu Qiao berpikir, jika dia tidak menjadi pion L

  • Selir Chun! Kaisar Hanya Menginginkanmu!   Bab 272. Malam ini Semuanya Terkuak Jelas

    Tombak besi berdesing tajam menembus udara. Benturan logam menggema, menyalak bagai halilintar di dalam ruang sempit. Jenderal Shang memutar tubuh, menangkis sabetan pedang panjang yang diarahkan ke dada. Bilahnya beradu keras, memercikkan bunga api. Wajahnya pucat, tapi sorot matanya tajam dan tegas seperti binatang buas yang terdesak, tapi tak menyerah. Setiap kali lengannya mengayun, darah mengalir dari perban yang sudah koyak di lengan kanan. Cairan merah itu menetes ke lantai, membentuk jejak memanjang, tetapi jenderal Shang sama sekali tak memperdulikannya. Empat bayangan melompat serempak. Tombak dan pedang meluncur bersamaan, menebas dari berbagai arah. Jenderal Shang menunduk cepat, menangkis satu sabetan, memutar tubuh, lalu menendang keras dada musuh yang datang dari belakang. Tubuh lawan itu terlempar menghantam dinding, mengeluarkan suara “buk!” berat dan mati seketika. Sementara dua pedang lain berhasil menyambar bahunya. Suara kain robek terdengar, darah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status