Share

Toko baju

Bertemu dengan orang baru selalu membawa aura tersendiri dalam hidupmu

🌸🌸🌸

Usai kejadian tadi, Aisyah duduk diam di kursi. Sementara lelaki tadi masuk ke bagian dalam GraPARI. Erka berdehem pada Aisyah.

"Aisyah," panggilnya lembut takut yang lain mendengar.

Aisyah menoleh. "Iya."

"Kamu nggak pa-pa, kan?"

"Nggak, kok."

"Syukurlah."

Sementara itu, di ruangan manager. Dua orang pria sedang bertatap muka setelah dipertemukan beberapa detik lalu. 

"Kamu yang namanya David?" tanya Eko --manager.

"Iya, Pak," sahut David --si lelaki yang tadi menegur Aisyah.

"Selamat bergabung dengan kami di sini. Saya berharap, kamu bisa bekerja dengan baik." Eko menjabat tangan David, memberikan selamat.

"Terima kasih, Pak."

"Kalau gitu, kamu bisa langsung bekerja. Ruanganmu ada di sebelah ruangan saya." Eko menujuk ke arah luar. 

"Sekali lagi saya ucapkan selamat," tambah Eko.

David keluar membawa langkahnya menuju ruangan sebelah. Kedatangannya kemari adalah sebagai pengganti SPV yang ternyata telah keluar. 

Sesampainya di ruangan, David membanting punggungnya di kursi. Melelahkan, itulah gambaran perasaannya saat ini. Bagaimana tidak? Ia harus mengerar pesawat Semarang-Jakarta demi bisa sampai di kota ini lebih pagi. Setelah itu langsung datang ke tempat ini, dan langsung bekerja.

"Nyari uang memang susah," gumam David. "Yang gampang memang cuman nyari masalah."

David adalah tipe lelaki yang kocak, jika sudah kenal dekat. Ia terlihat tegas dan menyeramkan saat emosi tengah mengungkung dirinya. 

"Aduh, lupa. Tadi kenapa nggak minta Ibu bawakan bekel, ya." Dahinya berkerut, bh oktampak jelas hal itu menjadi pemikirannya. "Dasar pelupa."

Waktu terus berjalan hingga azan Dzuhur berkumandang. Karyawan yang beragama muslim saling berbondong menuju mushola yang tersedia di belakang kantor, sedangkan yang beragama lain menikmati waktu untuk keluar mencari makan siang.

Seperti muslimah pada umumnya, Aisyah pamit pada Eka untuk salat. Ia berjalan tergesa-gesa, karena takut waktu makan siang segera habis.

Sesampainya di mushola, iris mata Aisyah mendapati David yang sedang membuka sepatu hendak mengambil wudu. Lelaki itu pun memandanginya dengan penuh penyesalan, ia ingin menyapa. Namun, ragu.

"Mau sholat?" David memberanikan diri bertanya.

Aisyah mengangguk. "Iya, Pak."

Seperti karyawan baru, David sudah diperkenalkan oleh manager di kantor ini pada seluruh karyawan lainnya. Sehingga, mereka sudah tahu posisi David saat ini.

"Maaf, saya duluan." Aisyah berjalan masuk ke toilet, karena tempat wudu di mushola ini cukup terbuka. Jadi, ia memilih berwudu di dalam untuk menghindari terlihatnya rambut oleh lelaki.

Alis Davis mengernyit, netranya seakan tak berkedip memandangi Aisyah yang tinggal bayangan tersebut. Gadis itu benar-benar menjaga fitrahnya sebagai wanita.

Ya, benar. Wanita memang ditakdirkan untuk bisa menjaga kehormatannya. 

5 menit selanjutnya, mereka larut dalam khusunya gerakan salat. Sejenak keluar dari penatnya dunia, dan menghadap Sang Ilahi Rabbi.

Salat selesai. Mulut Aisyah komat-kamit membaca doa dan dzikir sekitar 3 menit, membuka mukena atas, berdiri, dan melepas mukena bagian bawah. Hijabnya masih tak lepas, meski dalam salat. Ia telah terbiasa melakukan ini untuk tetap menjaga dirinya.

Dadiv menoleh ke belakang memperhatikan gerak-gerik Aisyah. Perempuan manis itu tampak sedang memakai sepatu hitamnya kembali, lalu pergi meninggalkan mushola.

Pertemuan mereka pada hari ini terasa mendadak dengan moment yang bisa dikatakan tak menyenangkan.

πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°

Sore hari sekitar pukul 17.00, sesuai rencana sebelumnya. Aisyah benar-benar mengantar Eka mencari gaun untuk kencan. Kedua gadis itu sudah berkeliling hampir setengah jam, dan bahkan waktu telah mendekati azan Magrib. Namun, Eka sama sekali belum menemukan yang pas.

"Ka, kamu mau cari gaun kayak gimana?" Rupanya kaki Aisyah mulai terasa pegal. Ia tak terbiasa terlalu lama dalam memilah pakaian. Mengikuti trend terkini saja tidak.

Eka berpikir, otaknya dipacu untuk bekerja sama. Ia tak ingin terlihat nora, akan tetapi tak mau juga terlalu merogoh kocek.

"Aku bingung," jawabnya.

"Masya Allah, Ka. Kita udah setengah jam, dan bentar lagi udah azan Magrib."

Aisyah heran. Seberapa kuat diri Eka. Ia saja sudah merasakan kelelahan. Melewati beberapa percakapan, mereka sepakat melaksanakan salat Magrib. Lalu, berkeliling kembali.

Sebenarnya, yang salat hanya Aisyah, karena Eka sendiri bukan seorang muslim. Meski begitu, tak ada tembok penghalang bagi keduanya untuk tetap saling menghormati satu sama lain.

Singkat cerita, Aisyah telah kembali dari salat. Mereka meneruskan petulangan yang sempat tertundu. Aisyah menyempatkan diri mengirim chat pada ibunya, karena hari ini mungkin ia akan pulang sedikit malam dari biasanya.

Di salah satu toko baju khusus wanita yang ada di mall terbesar di kota ini pun, Aisyah mengekor di belakang Erka. Sesekali Erka meminta usulannya atas pakaian yang gadis itu pegang.

"Kamu pilih yang menurutmu bagus aja, Ka," komentar Aisyah. 

Dua gaun berwarna berbeda ada di tangan Erka. Ia seolah mendapatkan buah simalakama. Kedua gaun itu indah, dan menarik hati. Namun, lagi-lagi ia harus sadar diri seberapa sanggup isi dompetnya membayar.

"Aku pengen keduanya, tapi …." Bibir Eka mengatup, dan tak meneruskan pembicaraannya. Ia yakin, jika Aisyah mengerti apa yang ada dalam benaknya saat ini.

Aisyah tersenyum. "Ya, aku tau. Beli satu aja dulu. Nanti, kalau ada lagi. Kamu, kan, bisa beli lagi."

Menenangkan. Itulah reaksi hati Eka setiap kali nasihat manis itu terlontar dari mulut Aisyah. Temannya ini memang memiliki lisan yang pandai berbicara lembut sampai orang yang mendengar merasakan kesejukan bagaikan sedang meminum mata air yang jernih.

"Tolong dibungkus, ya."

Tiba-tiba suara yang tak asing terdengar jelas di telinga mereka. Suara lelaki yang baru mereka dengar hari ini. Sontak Eka dan Aisyah menoleh ke belakang. Netra keduanya mendapati David sedang berada di meja kasir. 

Erka dan Aisyah saling melempar pandangan. "Sedang apakah David di toko pakaian wanita?" Itulah pertanyaan yang ada di benak keduanya.

Aisyah sendiri mencoba tak perduli, berbeda dengan Erka. Jiwa keponya muncul tanpa bisa dikendalikan. Ia berniat menyapa David. Erka berjalan sepuluh langkah ke depan, menghampiri David yang telah selesai membayar.

"Selamat malam, Pak David," sapa Erka dengan senyuman merkah.

David tersentak, kemudian memutar badan. "Selamat malam."

"Bapak sendirian?" 

David tampak kebingungan. Mulutnya baru saja akan menjawab, akan tetapi suara wanita remaja memanggil namanya. "Kakak, ayo pulang."

Erka menoleh ke arah sumber suara, dan paham kali ini. 

"Maaf, saya harus segera pulang." David melangkah melewati Erka, juga Aisyah yang masih berdiri di tempat.

Manik mata David melirik sekilas pada Aisyah. Kekagumannya kembali hadir ketika gadis itu menunduk saat mendapati David memandanginya.

"Gadis manis," puji David pelan, akan tetapi masih terdengar jelas oleh Indra pendengaran Aisyah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status