Share

Senja yang Ternoda
Senja yang Ternoda
Penulis: Dian Dra

Perpisahan di Ujung Senja

     Semburat jingga terlukis indah di ufuk barat. Semilir angin menyapu lembut wajah Tiara yang tak henti mengagumi ciptaan sang Pencipta. Perlahan, dia menyusuri pantai yang penuh kenangan ini. Sesekali berhenti untuk memungut kerang yang kadang terlihat saat tersapu ombak. 

     

       Ah ... berada di sini seakan memaksa Tiara untuk kembali ke masa yang lampau. Saat dengan begitu erat Arka menggenggam tangannya, dan berjanji akan setia. Berdua, mereka tertawa, berlarian di atas pasir putih yang terhampar di sepanjang bibir pantai. Bermain ayunan yang bertiangkan dua pohon kelapa yang berjejer. Tiara akan menjerit ketakutan saat Arka dengan sengaja mendorong ayunan itu sedikit kuat. Kemudian Tiara pura-pura marah dan mendiamkan Arka. Tak lama Arka menyodorkan kelapa muda sambil memohon maaf.

      "Sebagai permintaan maaf ... kupersembahkan kelapa muda  ini untuk tuan putri, semoga tuan putri bersedia memaafkan hamba," Arka berkata seperti dialog dalam cerita kerajaan, sambil berlutut di depan Tiara.

    Tiara pun tak bisa menahan tawanya

"Ih Arka, masa kelapa muda, mbok ya romantis dikit." katanya manja, tapi tak urung dia mengambil kelapa muda itu.

     Arka memang tau kalau Tiara suka sekali dengan kelapa muda dan pantai. Tak heran setiap ada waktu, pasti mereka menghabiskannya disini.

    "Tiara, aku ingin bicara sama kamu." Arka berkata sambil menuntun Tiara untuk duduk di bangku tak jauh dari ayunan, agar bisa duduk berdampingan.

      "Emang dari tadi Arka nyanyi? Dari tadi kan Arka udah bicara, sangat banyak malah," gurau Tiara berusaha menyembunyikan gelisah karena melihat raut wajah serius yang ditunjukkan Arka.

     "Iya ... tapi ini pembicaraan serius Tiara." Arka berusaha mencari kata yang tepat agar Tiara bisa menerima apa yang akan diutarakannya.

      "Aku akan pergi dari desa ini untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di kota, kuharap kamu bisa mengerti, suatu saat aku pasti kembali untuk meminangmu." Arka menggenggam tangan Tiara seperti menguatkan janji itu.

     Tiara tak mampu berkata. Tapi, bulir bening itu mulai menetes dipipi. Dia tak menyangka Arka akan meninggalkannya. 

    "Untuk apa mencari pekerjaan di kota Arka? bukankah dengan bekerja di perkebunan Ayahku sudah lebih dari cukup untukmu, bahkan bila nanti kita menikah, maka sudah dipastikan semuanya akan menjadi milikmu." tanya Tiara disela isak tangisnya.

     "Bukan begitu Tiara, aku bukan seseorang yang dengan mudah menerima harta dari orangtuamu, aku ingin lepas dari bayang bayang kekayaan orangtuamu," tegas Arka.

       "Kumohon ... percayalah padaku Tiara, jika nanti aku sudah berhasil, kupastikan, aku akan menemuimu disini, saat senja mulai datang dengan semburat jingga yang menawan, seperti yang kau suka." lagi lagi Arka meyakinkan Tiara.

        "Baiklah kalau itu sudah menjadi tekadmu Arka, Kuhanya ingin engkau tau disini ada gadis penyuka senja yang setia menunggumu," sendu suara Tiara mengikhlaskan kepergian kekasih hati.

      

     Air mata Tiara selalu menetes mengingat saat itu. Cinta yang sedang bersemi seakan dipaksa untuk layu. Meskipun Arka telah berjanji untuk selalu mengabari dan setia pada cinta mereka, tapi itu tinggallah kata tak bermakna. Nyatanya tak pernah sekalipun Arka menelponnya, atau paling tidak berkirim pesan padanya. Bahkan di bulan pertama  kepergian Arka, nomer handphonenya sudah tak bisa dihubungi lagi.

      Tiara tak tau harus bertanya pada siapa, tak seorangpun keluarga Arka yang dikenalnya. Dulu, Arka bercerita semua keluarganya tinggal di pulau seberang. Dia merantau untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Sampai akhirnya, tak sengaja Arka bertemu dengan Ayah Tiara. Waktu itu, Arka membantu memperbaiki mobil ayahnya saat mogok di tengah perkebunan.

    Akhirnya,karena terkesan akan kebaikan dan ketulusan Arka, Ayah Tiara memberikan pekerjaan sebagai mandor di perkebunannya.

      Sudah ada beberapa pemuda yang datang ingin mengisi hati Tiara, bahkan ada yang terang-terangan datang kepada orangtuanya untuk meminang, tak satupun yang diterima. Karena ia yakin suatu saat Arka datang menepati janjinya. Ayah Tiara pun sudah berulang kali meminta untuk menerima  pinangan dari Nanta, anak dari sahabatnya. Sebenarnya Tiara tau, Nanta anak yang baik. Mereka sudah berteman dari kecil. Tapi perasaan Tiara tak lebih dari sahabat. Cintanya hanya untuk Arka.

     Saat ini tepat tigaratus lima puluh senja setelah perpisahan itu. Tiara masih setia menanti Arka di sini, berharap cowok hitam manis itu tiba tiba datang memeluknya. Membisikkan kata merdu di telinga. Tapi sepertinya itu hanya angan belaka. Nyatanya senja kini tlah berlalu, dan gelap akan segera mengganti waktu.

    "Arka ... aku rindu ...," Tiara berteriak menghadap lautan luas, seakan ada Arka diseberang sana.

     "Mana janjimu ... aku selalu setia menunggumu disini ... tapi mengapa ... kamu belum juga kembali ...."  bersimpuh, kini dia mulai tergugu.

      Angin pantai membuat tubuhnya menggigil, matahari kini benar-benar telah meninggalkan hari. Semburatnya pun tak tersisa lagi, tapi Tiara masih setia dengan janji hati. Berharap waktu itu akan datang, meski tidak hari ini, mungkin esok saat senja kembali, Arka menepati janji.

      Tiara masih bersimpuh, tak menghiraukan baju yang telah basah oleh ombak. Saat ini, dia hanya ingin disini, untuk membuktikan pada Arka, bahwa Dia setia menunggu tanpa batas waktu.

     Tiba-tiba, ada sentuhan lembut dipundaknya.

       "Tiara ... ayo kita pulang Nak, ini sudah malam," lembut suara Ibunya membujuk Tiara.

       

        Tiara bergeming, menatap hampa hamparan laut lepas.

       "Bu ... apa salahku, mengapa Arka tak juga datang menepati janjinya, Bu?" 

       "Tidak  ada yang salah sayang, Arka anak yang baik, Ibu yakin suatu saat dia pasti menepati janjinya." 

       "Harus berapa lama lagi aku menunggu, Bu? sudah Beratus senja ku lewati dalam penantian ini, tapi Arka tak kunjung kembali." 

       "Andai kamu yakin dengan janji Arka, untuk apa ada pertanyaan itu, Tiara?" Ibu berjongkok di samping Tiara,"Tak ada yang sia-sia selama kamu tulus menjalaninya, tapi, kembali lagi, semua atas kuasa sang Pencipta, hanya Dia pemilik takdir hambaNya." Ibu mencoba meyakinkan sekaligus ingin membuka hati Tiara bahwa tak ada yang akan terjadi di dunia tanpa kehendakNya.

    "Kadang aku merasa ini semua sia-sia, Bu ..., aku lelah. Tapi disisi lain, aku sangat mencintai Arka dan masih tetap berharap dia kembali untuk menepati janjinya." jawab Tiara.

       

     "Ikuti kata hatimu, Nak ... Ibu selalu mendukungmu."

     

       Ibu membelai rambut Tiara, dan mengusap lembut pipinya.

        "Sekarang kita pulang ya Nak, sebentar lagi Bapak sampai dirumah, kamu tidak mau kan Bapak marah dan mengurungmu dikamar seperti waktu itu?"

       Tiara menggeleng cepat, Dia tak mau kejadian itu terulang kembali. Bapak marah besar saat sampai malam Tiara belum juga pulang. Dan akhirnya dua senja terlewatkan karena Tiara dikurung di kamarnya sebagai hukuman. 

       Ibu membantu Tiara bangun, dengan penuh kasih sayang perempuan itu membersihkan pasir yang menempel di baju Tiara. Kemudian menuntunnya pulang.

    

       

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ali Topan
Ditunggu lanjutannya
goodnovel comment avatar
Ali Topan
Nunggu lanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status