Share

Pertemuan Dua Keluarga

       "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara.

      "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir.

     "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya.

      "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya.

     Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu.

      Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Akhirnya Tiara memutuskan untuk membantu Ibunya.

   "Tumben Bapak belum sarapan, Bu?" Tiara bertanya pada Ibunya yang sedang membersihkan ikan.

     "Hari ini Bapak nggak ke kebun, nanti akan ada tamu yang datang," jawab Ibunya tanpa menoleh," Loh, katanya pusing? udah istirahat aja di kamar, biar Ibu yang memasak dan beberes." 

     "Udah agak mendingan, Bu, tadi aku minum obat yang biasa Ibu kasih itu." Tiara mengambil tempat di depan ibunya untuk membantu membersihkan ikan.

    "E ... nggak usah bantu ini, sana kamu buat bumbunya aja, tamu kita nanti suka banget Lo sama pepes." Ibunya berkata dengan mimik wajah menggoda.

   

     "Emang siapa sih Bu, tamu Bapak? kok sampai bela-belain masak sebanyak ini? kayak mau nyambut orang se RT aja."  

     Tiara memandang belanjaan didepannya. Ada daging, sayuran, beraneka jenis buah, belum lagi ikan yang sedang dibersihkan Ibunya.

     "Sudah jangan banyak tanya, nanti juga kamu bakalan tau, sekarang cepat buat bumbu pepesnya." perintah Ibu.

   Dengan cekatan Tiara memilih dan menakar bumbu, sebagai gadis desa, Tiara memang pandai sekali memasak. Meski dia terlahir di keluarga yang terpandang, tapi orangtuanya tak memanjakannya. Tiara tetap dididik untuk mandiri. "Untuk bekal Nanti" begitu kata-kata Ibu yang selalu  diingatnya.

     Selesai membuat bumbu pepes, Tiara segera membuat bumbu untuk masakan lainnya. Ibunya yang membungkus pepes dan memasak rendang.

     Hampir tiga jam, Tiara dan ibunya berkutat di dapur. Akhirnya selesai sudah semua masakan. Tiara segera menatanya dimeja makan. Ibunya membersihkan perkakas yang digunakan untuk memasak.

      "Sudah selesai semua, kan, Nak?" Ibu bertanya.

      "Sudah Bu, ini tinggal membersihkan meja dari kuah yang tercecer," jawab Tiara yang sedang mengelap meja.

    "Kalau sudah, cepetan mandi, pakai baju yang pantas ya Nak, jangan lupa dandan juga ya," pinta Ibunya.

     "Duh ... siapa sih tamunya, jadi penasaran ... ya udah, Tiara mandi dulu ya, Bu," jawab Tiara sambil berlalu.

******

     Tepat pukul sebelas, mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Ayah dan Ibu Tiara segera menuju ke halaman untuk menyambut tamu tersebut.

     Tiara masih di kamar saat mobil itu sampai. Dia mengintip dari jendela kamar. Tampaklah Om Wisnu dan Tante Mirna keluar dari mobil, dan itu ... ada Nanta juga, "ternyata dia sudah pulang" gumam Tiara.

     Diruang tamu, dengan ramah Ibu Asih, ibunya Tiara mempersilahkan tamunya.

     "Monggo, Mbak Mirna, Mas Wisnu, silahkan duduk." 

     "Iya, makasih ya, Jeng." jawab Tante Mirna dengan sumringah.

      "Eh ... ini Nak Nanta, ya, sudah pulang? bukankah dulu katanya tiga tahun baru pulang, udah selesai kuliahnya?" tanya Ibu Asih saat melihat pria tampan berlesung Pipit itu.

       "Iya Tante, kebetulan lagi libur jadi Nanta pulang, kangen sama Papa Mama." Nanta kemudian menyalami Ayah dan Ibu Tiara.

      "Hmm ... kangen Papa Mama, atau kangen sama Tiara." Gurau Pak Wisnu.

      "Apaan sih Pa." jawab Nanta malu-malu.

       "Iya nih Jeng, sok-sokan mau pulang setelah lulus, kayak kuliahnya di luar negeri aja, e ... nggak taunya baru setahun juga udah kangen berat." ibunya Nanta menimpali.

     "Sudah-sudah, jangan menggoda Nak Nanta lagi, kasihan." Ayah Tiara yang sedari tadi diam, ikut bicara karena melihat Nanta yang salah tingkah digoda oleh mereka.

     "Loh, Tiara mana, kok dari tadi nggak kelihatan?" tanya Tante Mirna saat menyadari tidak ada Tiara di sana.

      "Oh ... mungkin lagi buatin minuman untuk Nak Nanta." Ibu Asih menggoda lagi, " sebentar ya, saya panggil Tiara dulu."

     Bu Asih berjalan ke dapur, tapi tak dilihatnya Tiara di sana. Bu Asih mencari Tiara di kamarnya.

     "Lo ... kok masih di sini, ayo cepetan buatin minum untuk tamu kita,Tiara." 

     "Ternyata tamunya Nanta dan Orangtuanya, ya, Bu, apa ini soal perjodohan yang waktu itu Bapak bicarakan?"  tanya Tiara tak bersemangat.

      "Bukan sayang, ini cuma silaturahmi biasa aja kok, dari dulu kan memang sering begitu." Bu Asih meyakinkan Tiara.

     

      "Ayo, buatin minum dan temui tamu kita, jangan sampai Bapak malu karena kamu terkesan tidak menyukai kedatangan mereka." kata Ibu Asih sambil membelai rambut Tiara.

      Akhirnya Tiara pun menuruti kata-kata ibunya. Meski dengan sedikit terpaksa, dia mengantar minuman dan beraneka camilan untuk Nanta dan orangtuanya.

      "Wah ... lama nggak bertemu, Tante pangling, Tiara, kamu cantik sekali." puji mamanya Nanta.

      "Ah Tante bisa saja, Tante apa kabar?" Tiara menyalami dan memeluk mamanya Nanta.

     "Kabar baik sayang." jawab mamanya Nanta.

      "Om Wisnu apa kabar?" Tiara menyalami dan mencium tangan papanya Nanta.

     "Kabar baik, Tiara," jawab papanya Nanta," kita memang tidak salah memilih calon menantu, ya, Ma ... sudah baik, cantik, sopan lagi." kata Om Wisnu memuji Tiara.

     "Iya Pa ... pantesan aja Nanta nggak betah lama-lama ninggalin Tiara." Tante Mirna berkata sambil melirik Nanta.

    "Loh kok Nanta gak di tanyain kabarnya sayang." tanya Tante Mirna saat melihat Tiara duduk disamping ibunya tanpa menyalami Nanta.

     "Apaan sih Ma, kita kan sering komunikasi jadi nggak perlulah tanya kabar." Nanta membela Tiara yang salah tingkah oleh pertanyaan mamanya.

     Pertemuan hari ini sungguh sangat membahagiakan untuk orangtua Nanta dan Tiara.  Mereka saling bercerita dan bercanda.

     Tak terasa tibalah waktu makan siang. Bu Asih mempersilahkan tamunya untuk menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan.

    "Mari Mbak, Mas, dan Nak Nanta, kita makan siang dulu, Tiara sudah menyiapkan masakan kesukaan Nanta Lo." 

    "Kamu masih ingat masakan kesukaan Nanta, sayang? duh ... ternyata selain calon menantu yang baik, kamu juga calon istri idaman." puji Tante Mirna.

     Tiara hanya menanggapinya dengan senyuman. Acara makan siang berlangsung ramai, Orangtua Nanta tak henti memuji semua masakan yang dimasak oleh Ibu Asih dan Tiara. Bapak dan Nanta lebih banyak diam.

    Selesai acara makan siang, Tiara segera membereskan meja makan dan membersihkan piring dan gelas yang kotor.

    Didepan terdengar pembicaraan mereka tentang rencana untuk melihat kebun sawit yang baru saja ditanam. Ya ... orang tua Tiara dan Nanta memang bekerja sama diperkebunan sawit.

     Mereka bersiap untuk berangkat saat jam menunjukkan pukul tiga sore. 

    "Ayo Tiara, kamu ikutkan ke kebun?"  tanya Nanta yang tiba-tiba sudah ada disamping Tiara yang duduk di teras belakang.

    "Oh ... eh ... maaf Nanta, aku nggak ikut, kepalaku agak pusing." jawab Tiara sedikit tergagap karena tak menyangka Nanta akan menyusulnya kesini.

    "Kamu sakit, sudah minum obat? atau mau saya antar kedokter?" tanya Nanda bernada khawatir.

    "Oh gak usah Nanta, tadi udah minum obat kok, bentar lagi juga sembuh," jawab Tiara, " kamu temani orangtua kita aja, bilangin aku nggak bisa ikut." kata Tiara lagi.

    "Kamu nggak pa-pa kan ditinggal sendiri, atau kita batalin aja rencana untuk pergi ke kebun."

    " Jangan Nanta, kasihan Tante Mirna dan Om Wisnu, tujuan mereka kesini kan untuk melihat kebun baru mereka, aku nggak pa-pa kok, ayo gih, temani mereka." Kata Tiara menyakinkan Nanta.

     Tiara ikut kedepan bersama Nanta. Nanta yang bicara kalau Tiara tidak ikut serta. Mereka memakluminya saat Ibu Asih membenarkan penjelasan Nanta.

     Tiara memandangi mobil hitam itu sampai tak terlihat lagi. Sebenarnya bukan karena sakit kepala yang membuatnya tak ikut dalam mobil itu. Tapi ada ritual rutin yang tak mungkin ditinggalkannya selama satu tahun ini.

     

       "Tiara ... bangun, udah subuh, anak gadis nggak boleh males, ayo cepetan." Ibu menyentuh lembut pipi Tiara.

      "Loh, badan kamu panas, Tiara, kamu sakit?" tanya Ibu khawatir.

     "Emmhhh ...," Tiara menggeliat kemudian mengucek mata,"nggak kok Bu, cuma pusing dikit." Tiara duduk, sambil memijit kedua pelipisnya.

      "Ya udah, sana, ambil wudhu terus sholat. Kalau pusing, nanti nggak usah bantu Ibu, tidur lagi aja." kata Ibu sambil berjalan keluar kamar. Tiara mengikuti langkah Ibunya.

     Sampai di dapur, Ibu membuat teh dan menyiapkan sarapan untuk Ayah. Sedangkan Tiara ke kamar mandi untuk berwudhu.

      Sebenarnya sehabis sholat, Tiara ingin tiduran lagi, seperti pesan Ibunya tadi. Rasa pusingnya belum juga reda. Tapi, Tiara juga tidak tega kalau membiarkan Ibu mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Akhirnya Tiara memutuskan untuk membantu Ibunya.

   "Tumben Bapak belum sarapan, Bu?" Tiara bertanya pada Ibunya yang sedang membersihkan ikan.

     "Hari ini Bapak nggak ke kebun, nanti akan ada tamu yang datang," jawab Ibunya tanpa menoleh," Loh, katanya pusing? udah istirahat aja di kamar, biar Ibu yang memasak dan beberes." 

     "Udah agak mendingan, Bu, tadi aku minum obat yang biasa Ibu kasih itu." Tiara mengambil tempat di depan ibunya untuk membantu membersihkan ikan.

    "E ... nggak usah bantu ini, sana kamu buat bumbunya aja, tamu kita nanti suka banget Lo sama pepes." Ibunya berkata dengan mimik wajah menggoda.

   

     "Emang siapa sih Bu, tamu Bapak? kok sampai bela-belain masak sebanyak ini? kayak mau nyambut orang se RT aja."  

     Tiara memandang belanjaan didepannya. Ada daging, sayuran, beraneka jenis buah, belum lagi ikan yang sedang dibersihkan Ibunya.

     "Sudah jangan banyak tanya, nanti juga kamu bakalan tau, sekarang cepat buat bumbu pepesnya." perintah Ibu.

   Dengan cekatan Tiara memilih dan menakar bumbu, sebagai gadis desa, Tiara memang pandai sekali memasak. Meski dia terlahir di keluarga yang terpandang, tapi orangtuanya tak memanjakannya. Tiara tetap dididik untuk mandiri. "Untuk bekal Nanti" begitu kata-kata Ibu yang selalu  diingatnya.

     Selesai membuat bumbu pepes, Tiara segera membuat bumbu untuk masakan lainnya. Ibunya yang membungkus pepes dan memasak rendang.

     Hampir tiga jam, Tiara dan ibunya berkutat di dapur. Akhirnya selesai sudah semua masakan. Tiara segera menatanya dimeja makan. Ibunya membersihkan perkakas yang digunakan untuk memasak.

      "Sudah selesai semua, kan, Nak?" Ibu bertanya.

      "Sudah Bu, ini tinggal membersihkan meja dari kuah yang tercecer," jawab Tiara yang sedang mengelap meja.

    "Kalau sudah, cepetan mandi, pakai baju yang pantas ya Nak, jangan lupa dandan juga ya," pinta Ibunya.

     "Duh ... siapa sih tamunya, jadi penasaran ... ya udah, Tiara mandi dulu ya, Bu," jawab Tiara sambil berlalu.

******

     Tepat pukul sebelas, mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Ayah dan Ibu Tiara segera menuju ke halaman untuk menyambut tamu tersebut.

     Tiara masih di kamar saat mobil itu sampai. Dia mengintip dari jendela kamar. Tampaklah Om Wisnu dan Tante Mirna keluar dari mobil, dan itu ... ada Nanta juga, "ternyata dia sudah pulang" gumam Tiara.

     Diruang tamu, dengan ramah Ibu Asih, ibunya Tiara mempersilahkan tamunya.

     "Monggo, Mbak Mirna, Mas Wisnu, silahkan duduk." 

     "Iya, makasih ya, Jeng." jawab Tante Mirna dengan sumringah.

      "Eh ... ini Nak Nanta, ya, sudah pulang? bukankah dulu katanya tiga tahun baru pulang, udah selesai kuliahnya?" tanya Ibu Asih saat melihat pria tampan berlesung Pipit itu.

       "Iya Tante, kebetulan lagi libur jadi Nanta pulang, kangen sama Papa Mama." Nanta kemudian menyalami Ayah dan Ibu Tiara.

      "Hmm ... kangen Papa Mama, atau kangen sama Tiara." Gurau Pak Wisnu.

      "Apaan sih Pa." jawab Nanta malu-malu.

       "Iya nih Jeng, sok-sokan mau pulang setelah lulus, kayak kuliahnya di luar negeri aja, e ... nggak taunya baru setahun juga udah kangen berat." ibunya Nanta menimpali.

     "Sudah-sudah, jangan menggoda Nak Nanta lagi, kasihan." Ayah Tiara yang sedari tadi diam, ikut bicara karena melihat Nanta yang salah tingkah digoda oleh mereka.

     "Loh, Tiara mana, kok dari tadi nggak kelihatan?" tanya Tante Mirna saat menyadari tidak ada Tiara di sana.

      "Oh ... mungkin lagi buatin minuman untuk Nak Nanta." Ibu Asih menggoda lagi, " sebentar ya, saya panggil Tiara dulu."

     Bu Asih berjalan ke dapur, tapi tak dilihatnya Tiara di sana. Bu Asih mencari Tiara di kamarnya.

     "Lo ... kok masih di sini, ayo cepetan buatin minum untuk tamu kita,Tiara." 

     "Ternyata tamunya Nanta dan Orangtuanya, ya, Bu, apa ini soal perjodohan yang waktu itu Bapak bicarakan?"  tanya Tiara tak bersemangat.

      "Bukan sayang, ini cuma silaturahmi biasa aja kok, dari dulu kan memang sering begitu." Bu Asih meyakinkan Tiara.

     

      "Ayo, buatin minum dan temui tamu kita, jangan sampai Bapak malu karena kamu terkesan tidak menyukai kedatangan mereka." kata Ibu Asih sambil membelai rambut Tiara.

      Akhirnya Tiara pun menuruti kata-kata ibunya. Meski dengan sedikit terpaksa, dia mengantar minuman dan beraneka camilan untuk Nanta dan orangtuanya.

      "Wah ... lama nggak bertemu, Tante pangling, Tiara, kamu cantik sekali." puji mamanya Nanta.

      "Ah Tante bisa saja, Tante apa kabar?" Tiara menyalami dan memeluk mamanya Nanta.

     "Kabar baik sayang." jawab mamanya Nanta.

      "Om Wisnu apa kabar?" Tiara menyalami dan mencium tangan papanya Nanta.

     "Kabar baik, Tiara," jawab papanya Nanta," kita memang tidak salah memilih calon menantu, ya, Ma ... sudah baik, cantik, sopan lagi." kata Om Wisnu memuji Tiara.

     "Iya Pa ... pantesan aja Nanta nggak betah lama-lama ninggalin Tiara." Tante Mirna berkata sambil melirik Nanta.

    "Loh kok Nanta gak di tanyain kabarnya sayang." tanya Tante Mirna saat melihat Tiara duduk disamping ibunya tanpa menyalami Nanta.

     "Apaan sih Ma, kita kan sering komunikasi jadi nggak perlulah tanya kabar." Nanta membela Tiara yang salah tingkah oleh pertanyaan mamanya.

     Pertemuan hari ini sungguh sangat membahagiakan untuk orangtua Nanta dan Tiara.  Mereka saling bercerita dan bercanda.

     Tak terasa tibalah waktu makan siang. Bu Asih mempersilahkan tamunya untuk menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan.

    "Mari Mbak, Mas, dan Nak Nanta, kita makan siang dulu, Tiara sudah menyiapkan masakan kesukaan Nanta Lo." 

    "Kamu masih ingat masakan kesukaan Nanta, sayang? duh ... ternyata selain calon menantu yang baik, kamu juga calon istri idaman." puji Tante Mirna.

     Tiara hanya menanggapinya dengan senyuman. Acara makan siang berlangsung ramai, Orangtua Nanta tak henti memuji semua masakan yang dimasak oleh Ibu Asih dan Tiara. Bapak dan Nanta lebih banyak diam.

    Selesai acara makan siang, Tiara segera membereskan meja makan dan membersihkan piring dan gelas yang kotor.

    Didepan terdengar pembicaraan mereka tentang rencana untuk melihat kebun sawit yang baru saja ditanam. Ya ... orang tua Tiara dan Nanta memang bekerja sama diperkebunan sawit.

     Mereka bersiap untuk berangkat saat jam menunjukkan pukul tiga sore. 

    "Ayo Tiara, kamu ikutkan ke kebun?"  tanya Nanta yang tiba-tiba sudah ada disamping Tiara yang duduk di teras belakang.

    "Oh ... eh ... maaf Nanta, aku nggak ikut, kepalaku agak pusing." jawab Tiara sedikit tergagap karena tak menyangka Nanta akan menyusulnya kesini.

    "Kamu sakit, sudah minum obat? atau mau saya antar kedokter?" tanya Nanda bernada khawatir.

    "Oh gak usah Nanta, tadi udah minum obat kok, bentar lagi juga sembuh," jawab Tiara, " kamu temani orangtua kita aja, bilangin aku nggak bisa ikut." kata Tiara lagi.

    "Kamu nggak pa-pa kan ditinggal sendiri, atau kita batalin aja rencana untuk pergi ke kebun."

    " Jangan Nanta, kasihan Tante Mirna dan Om Wisnu, tujuan mereka kesini kan untuk melihat kebun baru mereka, aku nggak pa-pa kok, ayo gih, temani mereka." Kata Tiara menyakinkan Nanta.

     Tiara ikut kedepan bersama Nanta. Nanta yang bicara kalau Tiara tidak ikut serta. Mereka memakluminya saat Ibu Asih membenarkan penjelasan Nanta.

     Tiara memandangi mobil hitam itu sampai tak terlihat lagi. Sebenarnya bukan karena sakit kepala yang membuatnya tak ikut dalam mobil itu. Tapi ada ritual rutin yang tak mungkin ditinggalkannya selama satu tahun ini.

       

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status