Share

Perjodohan yang Tak Mungkin Ditolak

      Arka menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, setelah melempar jasnya ke sofa. Sungguh, hari ini, ia sangat lelah sekali. Setelah seharian meeting bersama rekan bisnis, ia harus menuju ke pantai untuk menghadiri pesta ulang tahun Anggita, putri Pak Hadi Winata, pejabat sekaligus pemilik perusahaan tempat ia bekerja.

       Meski tak menolak perjodohan yang ditawarkan Pak Hadi, tapi dia tak menyangka, di pestanya tadi, Anggita mengumumkan dirinya sebagai calon suami. Bukankah baru seminggu yang lalu, pertemuannya dengan Anggita terjadi. Saat itu, Arka yang sedang berbicara dengan Pak Hadi, dikejutkan dengan kedatangan gadis cantik yang tiba-tiba masuk ke ruang kerja Pak Hadi.

       "Pa ... aku mau pesta ulangtahunku besok dirayakan di pantai," kata Anggita tanpa memperdulikan Arka yang sedang berbicara dengan papanya.

      Seketika Arka menghentikan pembicaraannya, dan menatap Anggita yang sudah berada di depannya. Cewek cantik dan manja, itulah kesan pertama yang ditangkap Arka.

    "Terserah kamu saja, sayang, bukankah kemarin kita sudah membicarakannya?" tanya Pak Hadi.

     "Iya Papa, kemarin kita memang sudah membicarakannya, tapi aku mau mengundang DJ juga, bolehkan?" Anggita bertanya.

     "Lakukan apapun yang kamu mau, sayang, nggak perlu bertanya lagi sama Papa. Oh ya, Arka perkenalkan ini putri semata wayangku, Anggita." 

     Arka  mengulurkan tangan, dan Anggita pun menyambutnya. Tak ada pembicaraan apapun antara mereka berdua. Setelahnya, Anggita langsung pergi meninggalkan ruangan Pak Hadi.

      "Maafkanlah sikap Anggita tadi, Arka. Dia memang cuek dengan orang yang belum dikenalnya, tapi akan sangat ramah saat sudah berteman." 

     "Tidak apa-apa Pak, tak perlu meminta maaf, mungkin Anggita sibuk mengurus pestanya, hingga tak ada waktu untuk berbasa-basi dengan saya," jawab Arka.

      "Ibunya meninggal saat usianya beranjak remaja," Pak Hadi berkata sambil berjalan ke jendela. Pandangannya jauh menerawang, seakan mengingat kejadian itu.

     "Sejak saat itu, ia seperti kehilangan separuh jiwanya. Aku yang sangat mencintai istriku, juga larut dalam kesedihan." Pak Hadi menghela nafas,"untuk melupakan kesedihan itu, setiap hari aku bekerja tanpa mengenal waktu. Dan tanpa aku sadari, aku telah melupakan kewajibanku mendidik Anggita." terang Pak Hadi.

     "Anggita tumbuh tanpa figur ayah ibunya, Aku hanya memberikannya materi, tanpa memperdulikan pendidikan dan kasih-sayang, akhirnya, Anggita tumbuh jadi anak yang cuek dan sedikit arogan," imbuh Pak Hadi.

      Arka mendengarkan semua cerita Pak Hadi, tanpa sedikitpun ingin menyelanya.

     "Aku hanya punya Anggita, dan suatu saat, semua yang kupunya akan menjadi milik Anggita. Tapi aku takut, dia tidak bisa mengurus perusahaan dengan baik, kuliahnya hancur, dia tak pernah serius dengan pendidikannya." Pak Hadi kembali  duduk dihadapan Arka.

       "Dan setiap Lelaki yang mendekatinya, semua karena menginginkan harta, tak ada satupun yang tulus padanya. Aku berkata begitu bukan tanpa alasan. Setiap Lelaki yang mendekatinya, pasti tak luput dari mata-mata yang telah kutugaskan untuk mengawasi Anggita." 

   

     Arka masih setia mendengar cerita Pak Hadi. 

      "Sebelum aku pergi dari dunia ini, aku ingin Anggita menikah dengan seseorang yang bisa menjaganya, dan  aku rasa, kamulah orangnya Arka." tegas Pak Hadi.

    Arka terkejut mendengar pernyataan Pak Hadi, meski selama ini dia tak pernah menghubungi Tiara, tapi ada keinginan suatu saat dia akan menepati janji kepada gadis manis itu.

      "Kenapa kamu terkejut,Arka? Apa kamu tak menginginkan perjodohan ini?"

     "Bukan begitu Pak, saya hanya terkejut, kenapa dari sekian banyak Lelaki, Bapak mempercayakan saya untuk menjaga Anggita?" 

      "Selama setahun ini, aku telah memperhatikanmu, kamu pekerja yang ulet, tangguh dan jujur. Kamu juga sangat menyayangi keluargamu, aku yakin pasti kamu juga akan sangat mencintai istrimu kelak." 

    Di satu sisi, ia sangat mencintai Tiara. Tapi, dia juga tak lupa, yang membuatnya pergi dari Tiara adalah Ayah Tiara sendiri. Arka tak menyangka, Pria yang sangat begitu baik dengannya itu, dengan tegas meminta Arka untuk menjauhi putrinya. Alasan klise yang selalu muncul dalam percintaan berbeda   status sosial. Arka tak pantas bersanding dengan putrinya.

     Setiap mengingat kejadian itu, seakan dia terpacu untuk membuktikan bahwa dia juga bisa mendapatkan gadis lain yang tak kalah cantik dengan Tiara. Mungkin saat ini, pembuktian itu akan segera terwujud. Tanpa pikir panjang, Arka menerima perjodohan itu.

*****

      Arka terbangun saat dia merasa ada yang menepuk-nepuk pipinya.

      "Bangun Mas, masa tidur dengan sepatu yang masih melekat," Anggita duduk disisi tempat tidur.

      "Maafkan aku Anggita, aku capek sekali, sampai-sampai tak sempat lagi melepas sepatu." Arka duduk melepas sepatunya.

     "Malam ini akan ada pesta lagi di Cafe yang terletak diseberang hotel ini, Mas. Kamu harus menemaniku lagi," kata Anggita mirip sebuah perintah.

      "Aku capek sekali, Anggita.  Bolehkah kalau aku tak datang?" dengan hati-hati Arka bertanya.

      "Nggak boleh! Kamu harus menemaniku Mas. Cepetan Mas mandi, terus pakai baju yang telah kupersiapkan di meja itu." Anggita menunjuk kesebuah Tote bag diatas meja.

       "Aku menunggu di bawah dengan teman-temanku, jangan lama-lama ya Mas." Anggita mendaratkan ciuman dipipi Arka, dan berjalan keluar kamar.

      Arka tak menyangka Anggita begitu agresif. Dulu, meski Arka dan Tiara berpacaran, tak sekalipun dia mencium Tiara. Arka sangat menghargai Tiara, hingga tak ada niat untuk menodai cintanya dengan perbuatan yang sangat dilarang oleh agama.

       Tiba-tiba Arka teringat Tiara. Sedang apa gadis itu, apakah dia masih setia menunggu di senja yang selalu memukaunya, masih bersama desir angin yang setia menemani, dan bercerita kerinduan dengan debur ombak.

     Kerinduan Arka membuncah. Setelah pesta Anggita, dia berniat untuk menemui Tiara. meski akan berakhir dengan kekecewaan, setidaknya dia tak akan membuat Tiara menunggu sia-sia. Dia akan berkata jujur  dan meminta agar Tiara melupakannya.

     Dering ponsel membuatnya sadar dari lamunan itu. Tertera nama Anggita disana. Tak mau membuat Anggita marah, Arka segera menjawab panggilan itu.

     "Halo, Mas, kamu ngapain aja sih, kok lama banget? Acaranya udah mau mulai nih." Anggita sudah berbicara sebelum Arka berkata apapun.

     "Em ... maaf Anggita, perutku tiba-tiba sakit, jadi aku lama  di kamar mandi," Arka berbohong agar kemarahan Anggita tidak berlanjut.

      "Pokoknya gak mau tau, ya, Mas, Kamu harus segera kesini untuk menemaniku memulai acara ini, atau Mas mau ada lelaki lain yang mendampingiku?" tanya Anggita.

       "Jangan dong Anggita, kamu kan calon istriku, masa ditemani cowok lain, nanti kalau Pak Hadi tau, aku kan jadi gak enak." Arka menghela nafas, ternyata sangat sulit untuk memahami Anggita yang sangat manja.

     "Tunggu lima belas menit lagi, aku akan sampai kesana," jawab Arka meyakinkan.

     Arka segera mandi dan memakai baju yang telah disiapkan Anggita. Tak ingin membuat Anggita bertambah marah, segera Arka menuju pesta lanjutan Anggita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status