Home / Romansa / Sentuhan Berbahaya Tuan Muda / Bab 5: Semua Pria Sama Saja

Share

Bab 5: Semua Pria Sama Saja

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-06-02 16:33:34

‘Kamu akan tahu konsekuensinya kalau mencoba lagi.’

Ucapan Galtero terus terngiang di kepala Sofia. Bahkan saat pagi ini mereka sudah berpisah untuk urusan pekerjaan masing-masing, kata-kata itu masih melekat bagai bayangan gelap yang tidak bisa diusir.

Sofia melamun di dapur Torres Lumière, tempatnya bekerja. Hingga sentakan panas dari cipratan saus mendidih di tangannya membuat wanita itu terbangun dari lamunan.

Dia buru-buru menyiram luka di bawah air mengalir. Tatapannya pun jatuh pada cincin bermata biru yang melingkar di jari manisnya.

Sofia mendesah lirih. Bisa-bisanya pria itu mengancamnya tadi. Dia bergumam lirih, “Memangnya apa yang akan dia lakukan kalau aku benar-benar mencoba melawannya lagi?”

Saat itulah ponsel di sakunya berdenting. Sofia refleks mengambilnya. Ada sebuah pesan masuk dari pengurus panti jompo tempat ibunya dirawat. Mata almondnya melebar dan mulutnya terbuka saat melihat foto yang dikirimkan.

“Ini pasti ulahnya ...,” bisik Sofia. Tangannya menggenggam ponsel sangat erat. Dia tahu benar, ini bukan kebetulan. Galtero memang ahli dalam permainan manipulasi.

Kini ibunya tinggal di kamar terbaik, dilayani dengan fasilitas kelas atas. Semua berkat pria itu. Hidup Sofia jadi penuh kejutan sejak mengenalnya. Namun, dia sadar betul, semua ‘kebaikan’ itu harus dibayar dengan mahal.

Dia tidak mau tertipu. Sofia bersumpah akan bekerja sekeras mungkin, menyisihkan setiap upah, supaya nanti saat dia bisa mengajukan cerai dan hidup mandiri bersama ibunya.

Mungkin pria itu sedang menjebaknya dengan umpan manis yang beracun. Namun, Sofia memilih tidak meladeninya. Biarlah Galtero berbuat sesukanya, asalkan tak menyakiti ibunya.

Pesan susulan kembali masuk.

[Nona Morales, biaya perawatan ibu Anda sudah dibayar satu tahun ke depan oleh suami Anda.]

Sofia mencibir, “Suami, huh? Dia memang pandai memikat hati orang-orang.”

Untuk mengalihkan pikirannya, Sofia menenggelamkan diri ke dalam pekerjaan. Seharian ini dia hilir mudik di dapur, menyiapkan makan siang untuk para karyawan Torres Lumière.

Sudah dua bulan ini dia bekerja lepas sebagai asisten koki. Upahnya lumayan, cukup untuk memenuhi kebutuhan makannya setiap bulan.

Akan tetapi, kesabaran Sofia diuji saat melihat Marco duduk sambil menatapnya tajam dari kejauhan. Wajah pria itu masih tertempel perban kecil, luka yang jelas saja akibat didorong Galtero ke aspal kemarin.

Selesai mengatur makanan, Sofia bergegas masuk ke dapur. Dia menghindari pria itu. Namun, Marco mengikuti dengan langkah diam-diam hingga mereka sampai ke gudang belakang.

“Kemarin kamu bisa lolos, Sayang. Hari ini tidak semudah itu,” desis Marco sambil melonggarkan dasi dan mata yang berkilat.

Sofia otomatis membalikkan tubuh. Tangannya pun dengan sigap meraih panci stainless dari rak dan mengangkatnya tinggi, siap menyerang balik jika pria itu berbuat tak wajar.

“Jangan macam-macam, Marco. Atau aku tak segan memukulmu!” ancamnya.

Alih-alih takut, Marco terkekeh geli melihat panci di tangan Sofia. Dia melangkah maju secara perlahan sambil melepaskan ikat pinggang.

“Berhenti, Marco!” Sofia berteriak lantang.

“Ssst, jangan teriak, Sayang. Percuma, suamimu juga tidak dengar,” balas Marco sambil menatap lapar tubuh Sofia dalam balutan seragam putih-hitam. “Ini akibatnya karena dia mencurimu dariku.”

Sofia terus melangkah mundur hingga punggungnya membentur dinding. Napasnya makin memburu dengan tubuh menegang dan berkeringat, tetapi pikirannya harus tetap tenang. Sebab panik hanya akan memberi lawan kemenangan.

Saat tangan Marco hampir menyentuh dada Sofia, dia menghantam kepala mantan tunangannya bertubi-tubi dengan panci.

“Kamu berengsek, Marco!” teriaknya dengan amarah yang meledak.

Marco mengerang kesakitan. Tangannya meraih panci itu dari genggaman Sofia dan membentaknya, “Asal kamu tahu, tubuhmu saja tidak bisa melunasi utang!”

“Aku akan membayarnya! Tapi kamu jangan pernah ganggu aku lagi!”

Sofia langsung melarikan diri, keluar dari dapur. Derap langkahnya membuat seluruh karyawan yang sedang makan siang berhenti menyuap. Mereka menatapnya dengan sinis. Namun, Sofia tak peduli. Dia tidak membutuhkan simpati siapa pun.

Dia terus melangkah mantap keluar dari gedung. Napasnya tersengal-sengal karena dadanya begitu sesak. Air mata mulai mengaburkan pandangan. Bahkan tangannya gemetaran saat meraih ponsel dari saku bajunya.

Dia buru-buru mentransfer uang untuk mencicil utang judi sang ayah. Sofia ingat, masih ada sisa uang pemberian Galtero. Tidak lupa wanita itu mengirim pesan pada Marco.

[Lihatlah, aku membayarnya. Jangan berani menggangguku lagi, atau uangmu tidak akan kembali.]

Tak lama balasan dari Marco diterima :

[Sialan, kamu berani mengancamku, hah?!]

Sofia tidak membalas. Dia langsung memasukkan ponsel ke saku, lalu melangkah menjauh dari gedung. Namun, ayunan kakinya terhenti dan tubuhnya membeku.

Sosok yang sangat dikenalnya saat ini sedang duduk di café seberang jalan. Galtero tidak sendirian, melainkan bersama seorang anak laki-laki.

Ketika anak itu menoleh ke arah jalan, Sofia refleks membekap mulut. Matanya membesar dan wajahnya menjadi pucat seakan tak dialiri darah.

“Wajah mereka mirip …,” lirihnya.

Apakah itu anak Galtero? Jangan-jangan selama ini pria itu sudah berkeluarga?

Bisa-bisanya dia mengaku impoten!

Apa itu hanya untuk menjerat wanita muda sepertinya?

Sofia menggeleng dan menertawakan diri karena masuk dalam perangkap Galtero yang bahkan tidak lebih baik dibanding Marco.

Ternyata, semua pria sama saja.

Dia menatap cincin di jarinya. Kilauan biru itu membuatnya mual, dengan cepat Sofia melepas dan melempar ke pinggir jalan.

“Kalau dia sudah punya anak dari wanita lain, untuk apa dia berharap aku hamil?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ibu Sigit
arogan shopia
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 157

    “Mau ke mana? Kabur lagi?” Suara lantang itu terdengar familiar. Meskipun ditutup matanya, Isela akan tetap mengenalinya.Tatapan Isela penuh luka pada pria yang makin mendekat. Andai saja bisa, ia ingin meluapkan amarahnya. Namun, wanita itu tidak bisa melakukan apa pun, mengingat status mereka yang bagaikan bumi dan langit. Ia menunduk hormat.Mathilda mengeratkan genggaman tangannya. Pengasuh itu mengingat garangnya wajah pria yang tadi ia tabrak.“Tidak apa, Nyonya,” bisik Isela kali ini menenangkan, meskipun hatinya juga gelisah tak karuan.“Sebaiknya kita hubungi Nyonya Sofia atau Tuan Torres,” bisik Mathilda lagi. Kepalanya sudah pening memikirkan apa yang akan dilakukan Nicolas.Isela menggeleng pelan. “Tidak perlu. Ini masalahku. Jangan merepotkan Tuan dan Nyonya Torres.”Nicolas sudah berdiri tegak dengan satu tangan masuk dalam saku. Dagu berjanggutnya terangkat dan mata birunya memindai tubuh sang asisten yang agak berisi pada dada dan bokong.“Kamu tidak pandai sembunyi,”

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 156

    Sementara itu di ruang rawat, Mathilda tak hentinya mengintip ke luar melalui celah pintu. Napas pengasuh itu berembus kasar dan keringat dingin mengucur, padahal setiap sudut rumah sakit terpasang pendingin.“Nyonya … ada apa? Kenapa wajah Anda pucat?” tegur Isela dari atas ranjang.Kondisi Isela jauh lebih baik setelah dokter memberinya obat. Ia juga dirujuk ke psikiater untuk memperbaiki mentalnya.Mathilda meletakkan jari di depan bibir. Ia mendekati Isela dengan langkah mengendap bagai pencuri, lalu menutup tirai yang mengelilingi ranjang.“Pelankan suaramu, Nona,” bisik Mathilda.Isela mengangguk. Jujur saja, situasi menegang. Wanita itu meraba tengkuknya yang terasa dingin, berbeda dengan pakaian Mathilda yang sudah lembap.“Di luar sana ada Tuan Marquez. Dia pasti mencariku, mau menculikku, karena aku tidak membuka pintu untuk anak buahnya. Astaga, Nona … dia itu penjahat,” adu Mathilda.Mata Isela membola. Jantungnya berdegup sangat cepat, napasnya bahkan tertahan sejenak.“M

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 155

    Nicolas menatap tajam ke depan. Ia bersandar pada dinding koridor yang dilalui banyak orang. Area ini jalan utama memasuki rumah sakit dari lobi. Pria itu yakin, jika adiknya dirawat inap, pasti Galtero ada di sini.“Sialan!” umpatnya, nada suaranya tinggi. Beberapa orang yang melintas menoleh padanya. Namun, Nicolas tak acuh, menganggap mereka tidak ada. “Dia benar-benar melarangku bertemu Sofia.”Dada Nicolas turun naik dengan cepat. Kalau ia membuat ulah, pasti pamannya akan datang ke Barcelona dan menjemputnya. Sekarang ia hanya diam saja?Ia menghampiri petugas keamanan. “Aku mau lihat CCTV,” ucapnya angkuh.“Maaf, Tuan. Rekaman tidak bisa kami berikan secara asal. Jika berkenan, apakah keluarga Anda dirawat di sini?”Nicolas menggeleng.Petugas masih bersuara ramah. “Tidak bisa, Tuan.”Nicolas naik pitam, tangannya mengepal kuat. Matanya menyala penuh bara.“Kami tidak bisa menyalahi aturan, Tuan. Membiarkan orang asing melihat rekaman rumah sakit tanpa kepentingan. Anda tidak a

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 154

    Pemberitahuan itu masuk melalui email. Sepasang mata biru menatap layar ponsel dengan tajam. Ia sampai mengabaikan para tamu yang ada di sekitarnya.“Pembayaran Torres Memorial Hospital?” gumam Nicolas. Ia menarik napas, pikirannya jelas tertuju pada Sofia. “Apa dia sakit?” katanya lagi.Meskipun tubuhnya terlihat hadir di mansion Manassero, tetap saja pikirannya terbelah antara Sofia dan asisten cantiknya yang sampai sekarang tak juga ia temui.Ia mengedik pada anak buahnya yang berdiri dekat dinding, mengawasi acara sakral dua keluarga besar berpengaruh agar terlaksana dengan lancar.Lelaki berpakaian formal dengan alat komunikasi lengkap itu mendekat, setengah membungkuk di samping Nicolas.“Siapkan izin terbang ke Barcelona malam ini.” Dada Nicolas membusung, napasnya sempat tertahan.“Baik, Tuan.” Pengawalnya beranjak sambil menghubungi seseorang.Jemari Nicolas mengetuk-ngetuk lengan kursi. Ia menatap setiap anggota keluarganya yang begitu gembira dengan pertunangan ini. Ia muak

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 153

    “A–apa … ponselku? U–untuk apa?” Bagaimanapun ia menutupi, ternyata akan ketahuan juga. Keringat mengalir deras di sepanjang tulang punggungnya. Rongga dadanya seolah menyempit. Bagaimana ini? batinnya gelisah.Telepon genggamnya terus berdering mendesak untuk diterima. Sedangkan tangan Galtero makin terulur, mendekati saku gaun Sofia.“Mana?” Suara Galtero dingin dan mengintimidasi.Sofia menelan ludah. “Biasanya kamu tidak begini, kenapa sekarang—”“Berikan padaku sebelum aku katakan kesalahanmu.” Ucapan pria itu membuat napas Sofia terputus. Jangan-jangan suaminya ini tahu apa yang ia lakukan?Dengan bibir gemetaran, Sofia berusaha menjelaskan. “Umm … Gal … sebenarnya itu … aku hanya—”Dalam sekejap Galtero merebut benda pipih dari saku gaun. Sofia memelotot, jantungnya seakan merosot ke lambung. Gerakan suaminya sangat cepat, sampai ia tak sempat menangkisnya.Sofia memeluk perutnya erat-erat, berusaha menenangkan detak jantungnya yang kacau. Tatapan Galtero menusuk, seolah hendak

  • Sentuhan Berbahaya Tuan Muda   Bab 152

    Dada Sofia kembang kempis dengan cepat. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat. Tubuhnya berjengit tatkala pintu kamar ditutup kencang oleh pria itu. Ia memejamkan mata beberapa saat mencoba berpikir jernih. Hanya Nicolas yang terlintas dalam benaknya, tetapi pria itu jauh tidak mungkin juga bisa membantunya dalam waktu cepat. Tangannya menggulir layar ponsel hingga suara Carlitos yang merdu mengalihkan pikirannya. “Aku main sendirian saja. Aku sudah besar.” Anak itu bicara pada Mathilda yang terkekeh pelan. “Baiklah. Tuan Muda bisa panggil aku kalau butuh sesuatu.” “Namaku Carlitos. Jangan panggil Tuan Muda.” Bibir kecilnya bergerak maju. Seketika ide brilian terlintas di benak ibu hamil itu. Ia mendekati mereka. Lalu mengusap pucuk kepala Carlitos dengan lembut. “Wah, kamu sudah besar, ya? Umm … boleh Bibi bicara berdua dengan Mathilda?” Suara Sofia mengalun halus, meskipun dadanya berdentam tak karuan dan telapak tangannya berkeringat. “Tentu, boleh. Aku main dulu, ya.” Carlitos ge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status