Share

Sentuhan

Author: Sal.Sal
last update Last Updated: 2025-11-12 21:02:18

Rey sempat terdiam beberapa detik, jelas kaget dengan ucapan Aina. Tatapannya berpindah sedikit, lalu kembali menatap wanita itu dengan ekspresi datar.

“Kamu yakin?” tanyanya singkat, nadanya datar tapi tidak menekan.

Aina menelan ludah, berusaha tetap terlihat mantap. “Iya. Aku sangat yakin.”

Rey hanya mengangguk kecil, seolah keputusan sebesar itu bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan.

“Oke. Terserah kamu,” ucap Rey tenang. “Tapi aku kasih tahu aja dari awal, kalau sampai kamu hamil, aku nggak akan tanggung jawab. Aku nggak mau terlibat sejauh itu.”

Kata-katanya meluncur ringan, tapi cukup untuk membuat dada Aina menegang. Ia menatap Rey, mencari sedikit tanda keraguan atau rasa bersalah di wajah pria itu, tapi tidak ada. Tatapannya tetap tenang, dingin dan profesional.

Aina memalingkan pandangannya sejenak. Tiba-tiba, rasa yakin yang tadi begitu kuat mulai retak perlahan. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini memang keputusan yang benar… atau hanya bentuk putus asa yang akan menjerumuskannya lebih dalam.

“Aku ke toilet sebentar,” ujar Aina sambil menarik napas dalam, lalu masuk ke kamar mandi yang berada di kamar hotel.

Di depan wastafel, Aina menatap cermin sekilas, wajahnya pucat tapi matanya membara.

Dengan tangan gemetar, ia membuka tas yang di bawanya dan mengeluarkan lingerie merah yang sangat tembus pandang. Ia lalu mulai melepas gaun di badannya dan menggantinya dengan lingerie yang berwarna merah itu.

Saat pintu kamar mandi terbuka, Aina muncul. Lingerie merah itu membalut tubuhnya, tampak tembus pandang dan hanya menutupi sedikit dari siluet tubuh bagian dalamnya.

Tampak juga rambutnya yang tergerai, membingkai wajahnya yang tegas namun terasa rapuh.

Saat melangkah mendekat sosok Rey, langkahnya terasa pelan dan penuh beban.

Rey, yang duduk di tepi ranjang, langsung menoleh. Melihat Aina yang super seksi seperti itu. Matanya melebar sesaat, lalu tidak lama bibirnya melengkung jadi senyum hangat yang penuh pesona.

Ia mulai bangkit perlahan, tatapannya menelusuri Aina dengan penuh penghargaan, bukan nafsu semata.

“Kamu… bikin orang susah ngalihkan mata,” ujarnya santai, nada suaranya ramah tapi memikat. “Jadi, kita ikut keinginanmu, ya?”

Aina menelan ludah, dadanya sesak. Sikap Rey yang begitu tenang dan penuh pesona, tanpa sedikit pun keraguan, malah membuat keraguannya sendiri semakin membesar. Dengan langkah santai namun penuh maksud, Rey mendekati Aina, jarak mereka semakin menipis, mata Rey mengunci pandangan Aina, senyumnya masih terasa hangat dan terasa tulus di sana.

“Kamu kelihatan luar biasa,” gumamnya, suaranya dalam dan penuh kelembutan.

Lalu tak lama, tangannya perlahan menyentuh pinggang Aina, jari-jarinya menyusuri kain tipis lingerie dengan sangat hati-hati.

“Aku bakal pastikan kamu nyaman,” tambahnya lagi dan menarik Aina lebih dekat dan dengan gerakan yang lembut, tapi cukup untuk menunjukkan dia memegang kendali tanpa terasa memaksa.

Aina merasakan napasnya tersengal, jantungnya berdetak lebih kencang. Keraguan masih ada, tapi pesona Rey membuatnya terhanyut.

Namun, rasa malu tiba-tiba menyeruak karena tatapan Rey yang tak lepas dari tubuhnya. Ia menunduk, tangannya meremas ujung kain tipis, mencoba menutupi sedikit kulit yang terbuka. “Aku… malu,” gumamnya pelan, suaranya nyaris hilang, matanya menghindari tatapan Rey.

Rey, yang berdiri begitu dekat, tersenyum hangat, pesonanya tak pudar. Ia memiringkan kepala sedikit, menatap Aina dengan mata yang penuh kelembutan.

“Malu?” ulang Rey, suaranya rendah dan penuh keyakinan, tapi tak ada nada menggoda yang berlebihan. “Aina, kamu nggak perlu malu. Kamu cantik. Beneran.”

“Jangan gitu …” lirih Aina, yang memang merasa semakin malu.

Rey tersenyum lembut, dengan perlahan sedikit menunduk, melihat seluruh wajah Aina.

“Boleh aku sentuh kamu?”

Mendengar pertanyaan itu, Aina cukup terkejut. Hal seperti ini seharusnya sudah biasa dilakukan pria seperti Rey, tapi kenapa sekarang pria itu masih perlu meminta izin untuk menyentuh?

Bahkan, selama ini meskipun Aina belum pernah berhubungan dengan Hans, tapi dirinya yang memang sebelum menikah pernah satu kali berhubungan dengan mantan pacarnya dulu. Tidak mendapatkan permintaan izin seperti ini

Karena itu, Aina tampak mulai mengangkat wajahnya perlahan, melihat tatapan Rey yang entah kenapa terasa hangat untuknya. Jauh berbeda dari tatapan tenang pria itu ketika baru masuk kamar hotel. Dan karena melihat tatapan Rey yang seperti itu, Aina dengan sadar menganggukkan kepalanya pelan.

Rey tersenyum lembut, menunduk sedikit, matanya terasa hangat saat menangkap anggukan kepala Aina.

“Makasih,” bisiknya, suaranya terdengar rendah. Jari-jarinya menyentuh pipi Aina, membelai lembut, gerakan jarinya itu terasa hati-hati seperti sedang menyapa sesuatu yang rapuh. Lalu ibu jarinya terasa menyapu dekat sudut bibirnya, membuat pipi Aina memanas.

Aina menahan napas, jantungnya berdegup kencang. Tatapan Rey membuatnya merasa dilihat, bukan dinilai. Belaian Rey terasa penuh perhatian.

Rey mencondongkan tubuh, jarak mereka menipis, bahkan Aina bisa merasakan hembusan napas pria itu.

“Boleh?” tanya Rey lagi, pandangannya sekilas teralih pada bibir ranum Aina.

Usai mendapat anggukan dari Aina, Rey langsung mengambil langkah. Bibir mereka bersatu dengan lembut dulu, lalu lebih dalam, dan hangat. Tangan Rey tetap di pipi Aina, yang lain merangkul pinggangnya, menariknya pelan.

Aina membalas, tangannya meraih bahu Rey, jari-jarinya mencengkeram kain baju pria itu. Ciuman itu memenuhi ruangan yang sepi, membuat Aina lupa pada segalanya.

“Mhhh …” lenguh Aina pelan ketika merasakan ciuman Rey yang semakin memabukkan.

Inilah yang selama ini Aina inginkan. Bukan munafik, tapi ia memang ingin disentuh seperti ini. Tangan Aina semakin erat mencengkram baju Rey. Bahkan, tanpa sadar kini tangannya telah melingkar sempurna di leher Rey.

Rey dengan penuh percaya diri memiringkan kepala, memperdalam ciuman, bibirnya menari dengan ritme yang membuat jantung Aina berdegup kencang. Ia menjaga sentuhannya tetap halus, tidak terburu-buru, seolah ingin memastikan Aina menikmati setiap detik momen yang mereka lakukan.

Tangan Rey yang di pinggang Aina perlahan naik, menyusuri sisi tubuh Aina melalui kain tipis lingerie merah, gerakannya lembut namun penuh maksud. Jari-jarinya menelusuri lekuk pinggang Aina, lalu berhenti di punggungnya, menekan pelan untuk lebih mendekatkan tubuh mereka.

“Kamu… cantik,” bisik Rey di sela ciuman mereka, suaranya terdengar rendah, penuh kekaguman. Setelahnya dengan meraup kembali bibir Aina, dirinya kembali memperdalam ciuman mereka bahkan terkesan sedikit tergesa-gesa dan tentu berhasil membuat napas Aina tersengal seketika.

“Nghh …” lenguh Aina lagi ketika tangan Rey dengan nakal meremas pantat sintalnya.

Lenguhan itu membuat Rey tersenyum tipis, matanya dipenuhi kepuasan, seolah menikmati setiap reaksi Aina. Suara napas mereka bercampur, cepat dan berirama, bercampur dengan aroma parfum Aina yang manis dan samar-samar memenuhi udara.

Aina merasakan dirinya semakin tenggelam. Rasa malu yang tadi sempat ada kini lenyap, digantikan oleh gelora yang selama ini terkubur oleh sikap dingin Hans.

Ciuman Rey, sentuhannya yang penuh perhatian, membangunkan sesuatu dalam dirinya.

Aina ingin lebih, ingin membalas, ingin merasakan kendali.

Dengan keberanian yang baru, tangan Aina yang tadi hanya mencengkeram bahu Rey kini bergerak, jari-jarinya menyusuri dada pria itu, merasakan otot di bawah kemeja tipisnya.

“Rey…” gumamnya, suaranya terdengar parau, hampir seperti permohonan.

Lalu ia menarik leher Rey dan menciumnya kembali dengan lebih dalam, bibirnya bergerak dengan penuh semangat, menandingi intensitas Rey.

Rey terkekeh pelan di sela ciuman, suara rendahnya bergema di tenggorokan.

“Wah, kamu mulai berani,” bisiknya, nadanya penuh kekaguman. Setelahnya dia mulai membalas ciuman Aina dengan lebih berani, lidahnya menyapa lembut seluruh isi mulut Aina.

Tangan Aina tak berhenti, kini menarik kemeja Rey, jari-jarinya dengan cekatan membuka satu kancing, memperlihatkan sedikit kulit dada pria itu yang berkilau samar di bawah cahaya.

Aina, kini benar-benar terbawa suasana, mendorong tubuhnya lebih dekat, dadanya menempel pada dada Rey, merasakan hangatnya tubuh pria itu melalui kain tipis lingerie. Ia memiringkan kepala, memperdalam ciuman, tangannya kini berani menyusuri punggung Rey, mencengkeram lembut. “Aku… mau sekarang Rey!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sentuhan

    Rey sempat terdiam beberapa detik, jelas kaget dengan ucapan Aina. Tatapannya berpindah sedikit, lalu kembali menatap wanita itu dengan ekspresi datar. “Kamu yakin?” tanyanya singkat, nadanya datar tapi tidak menekan.Aina menelan ludah, berusaha tetap terlihat mantap. “Iya. Aku sangat yakin.” Rey hanya mengangguk kecil, seolah keputusan sebesar itu bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan. “Oke. Terserah kamu,” ucap Rey tenang. “Tapi aku kasih tahu aja dari awal, kalau sampai kamu hamil, aku nggak akan tanggung jawab. Aku nggak mau terlibat sejauh itu.” Kata-katanya meluncur ringan, tapi cukup untuk membuat dada Aina menegang. Ia menatap Rey, mencari sedikit tanda keraguan atau rasa bersalah di wajah pria itu, tapi tidak ada. Tatapannya tetap tenang, dingin dan profesional. Aina memalingkan pandangannya sejenak. Tiba-tiba, rasa yakin yang tadi begitu kuat mulai retak perlahan. Ia mulai bertanya-tanya, apakah ini memang keputusan yang benar… atau hanya bentuk putus asa yang akan me

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Kalau Aku Gak Mau Pakai Pengaman?

    Senyum Aina memudar sesaat, sebelum ia menarik napas pelan. “Muda juga, ternyata,” gumamnya, lebih kepada diri sendiri.Aina menatapnya beberapa detik tanpa suara. Masih sulit membayangkan kalau malam inidia akan bercinta dengan pria semuda itu, bukan suaminya, bukan siapa-siapa, hanyaorang asing dari aplikasi.Ia menelan ludah, lalu memalingkan pandangan sebentar, mencoba menenangkan diri.Apa aku benar-benar akan melakukan ini? Dengan pria yang bahkan bisa kupanggil adik?Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi isi kepala Aina dan membuatnya sedikit ragu. Tapi di tengah itu, tiba-tiba bayangan wajah Hans yang dingin dan kata-katanya semalam kembali terngiang. Rasamarah dan kecewa akibat mengingat hal itu menekan rasa ragu yang tersisa.Aina menghela napas, lalu menatap Rey lagi.“Masuk aja. Duduk dulu,” katanya datar tapi tegas.Pria muda yang bernama Rey itu menatapnya sejenak, senyum tipisnya tak hilang. Mulai berjalan mendekat dengan langkahtenang, lalu duduk di sofa sebera

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Pertemuan Pertama

    Hans menatapnya dengan pandangan tak percaya, seolah baru saja ditampar. “Kamu gila, ya?” “Aku itu cuma minta kamu nyentuh aku yang notabenenya adalah istri kamu sendiri!” suara Aina meninggi, matanya mulai berkaca-kaca.“Itu hal paling normal dalam pernikahan, Hans! Tapi kamu selalu nolak! Selalu kasih alasan ga jelas! Jadi aku harus mikir apa, hah? Sekarang aku tanya sama kamu, alasan kamu ga pernah nyentuh aku apa karena jijik atau kamu emang sukanya sama laki-laki?” Mendengar istrinya berkata seperti itu, Hans mulai membentak, suaranya terdengar meledak. “Berhenti omong kosong, Aina! Aku laki-laki normal!”“Kenapa kamu marah?! Kalau kamu bukan gay, tinggal buktiin!” Aina mendekat, suaranya bergetar tapi nekat. “Sentuh aku, Hans! Cuma itu yang aku minta!” Hans mundur setengah langkah, wajahnya tegang. “Aina, cukup! Aku gak akan ngelakuin hal itu cuma buat buktiin omongan gila kamu tentang aku itu ga bener!” “Tapi kalo kamu terus-terusan nolak nyentuh aku kaya gini. Itu malah b

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sentuh aku, Hans

    Aina langsung menatap Amel tajam, wajahnya berubah tegang. “Lo gila, Mel. Hans itu bukan gay. Dia cuma… capek aja. Tekanan kerja dia gede, tanggung jawabnya banyak. Karena dia seorang CEO, lo juga tau kan.” Amel mengangkat alisnya sinis. “Capek kerja, capek mikir, capek semua, tapi masa gak capek dinginin istri sendiri selama lima tahun? Itu cuman alesan Na, dia bukan capek, tapi dia emang gak mau nyentuh lo aja.” “Dia gak mungkin kayak gitu!” potong Aina cepat, suaranya meninggi. “Dia mungkin cuma butuh waktu.” “Waktu? Apa lima tahun juga masih gak cukup?” Amel mendengus. “Na, kalau dia masih cowok normal. Lo pasti gak bakal diperlakuin sekedar kayak furnitur di rumahnya sendiri. Dia bahkan ga nyentuh lo, gak peduli lo disalahin sama ibunya dan yang lebih parah lagi dia malah nyuruh lo sewa gigolo. Lo pikir itu suami normal?” Aina menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menahan air mata. “Gue tetep… gak bisa percaya, Mel. Kalo dia—” “Lo gak mau percaya,” potong Amel tajam. “Karena

  • Sentuhan Berondong Sewaanku   Sewa Aja Gigolo!

    “Hans, malam ini bisa gak kita lakuin itu?” suara Aina pelan tapi tegas. Ia duduk di ujung ranjang, hanya mengenakan lingerie tipis, rambutnya tergerai menutupi sebagian bahu. “Udah hampir 5 tahun loh kita nikah, tapi kita ga pernah sama sekali berhubungan.” Hans yang baru masuk kamar hanya melirik sekilas sebelum melepas jasnya. “Aku capek, Aina. Lain kali.” “Lain kali?” Aina berdiri, menahan nada kesal. “Udah lima tahun menikah, ‘lain kali’-mu itu gak pernah datang. Kita ga pernah sekalipun berhubungan loh Hans, terus gimana bisa punya anak? ingin ibu kamu juga udah berapa puluh kali nanyain kapan kita kasih dia cucu.” Hans mendengus. “Bilang aja belum rezekinya. Apa susahnya?” Aina membulatkan mata, nadanya meninggi. “Susah karena semua orang nyalahin aku! ibu kamu terus ngomel, bilang aku mandul, padahal kan kamu yang gak pernah mau nyentuh aku!” Hans berhenti, tapi tak menoleh. Aina melangkah mendekat, suaranya bergetar antara marah dan sedih. “Aku tahu pernikahan ini kare

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status