แชร์

CHAPTER 2: Luka yang Terlihat

ผู้เขียน: Heiho
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-11-05 12:22:49

“Apa?”

“Iya! Om ajarin aku gimana berhubungan intim yang baik itu! Jadi, aku bisa bilang ke Satrio biar dia bisa baik-baik juga!”

“Tunggu-tunggu,” Jefri menggelengkan kepala, “Daripada kamu berusaha nyadarin dia, mending kamu putusin dia aja,”

“Nggak bisa, om!” Rara berteriak frustasi, “Aku udah coba selama dua tahun ini, tapi tiap kali minta, Satrio pasti bakal lebih gila lagi! Aku udah nggak sanggup hadapinnya lagi!”

Rara meremas pergelangan tangan Jefri erat-erat, “Jadi om bantuin aku, ya? Jelasin ke aku semuanya langsung biar aku bisa ajarin Satrio juga!”

“Kamu mabuk, Ra,” Jefri mengibaskan tangannya yang digenggam Rara kemudian beranjak berdiri sambil mengeluarkan ponselnya. 

“Saya telepon Hani,”

“Om! Please, om!”

Rara ikut berdiri dan mengekori langkah Jefri yang terburu-buru, “Aku cuma minta ini doang, om. Setelah itu, aku bakal menghilang dari hidup om beneran, deh! Aku sembunyiin semuanya jadi nama om tetep baik terus kalau ketahuan aku siap tanggung–”

DUK! Kepala Rara terantuk kencang pintu bar yang ditutup Jefri. Rara meringis sambil menyentuh jidatnya yang nyeri. Kepalanya semakin bertambah pening sehingga Rara segera berjongkok di depan pintu. 

Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Rara mengambil ponselnya dari tas tangannya dan melihat layar ponselnya yang menunjukkan notifikasi pesan. 

Air matanya seketika jatuh ketika menyadari pesan tersebut dari Satrio yang berbunyi: “Kamar 301 Hotel Amerson. Aku udah di dalem.”

***

“Kemarin kenapa kamu nggak ada di bar Hotel, Ra? Padahal ayah bilang kamu di situ,”

Rara tersenyum tipis mendengar pertanyaan Hani. Mereka baru saja menyelesaikan mengerjakan skripsi bersama di perpustakaan dan sekarang sedang duduk di kantin untuk makan siang.

“Habis om Jefri pergi, aku ke kamar mandi, Han. Muntah-muntah, kebanyakan minum!” sangkal Rara. Padahal sebenarnya, ia menghabiskan malam bersama karena Satrio “meminta”nya. 

Hani menatap Rara lamat-lamat yang berusaha tidak ia pedulikan. Meski begitu, jantungnya berdegup cemas ketika menyadari kemungkinan kalau Hani sudah mengetahui masalahnya. 

“Semalem ada yang booking kamar atas nama Satrio di hotel Amerson,”

Rara seketika menegang. Ia meremas celana jeansnya. 

“Ra, gak usah disembunyiin lagi,” Hani menepuk bahunya dan kembali berkata dengan suara serak, “Udah berapa lama kamu nanggung masalah Satrio ini, Ra?”

Mata Rara seketika berkaca-kaca mendengar ucapan Hani. Perasaan sesak memenuhi dadanya. Setelah menarik napas sejenak, Rara akhirnya berkata dengan lirih, “Aku mau putus, Han. Tapi, aku takut ..”

“Kan ada aku, Ra,” Hani meremas bahu Rara. Tanpa melirik pun, Rara tahu mata Hani juga sudah berkaca-kaca sekarang. 

“Kamu nggak lupa, kan, aku bakal selalu bantu kamu?”

Rara menggeleng-geleng. Ia mulai terisak. Sejak dulu, Hani memang selalu jadi pelindung nomor satunya. Ia tak akan lupa saat Hani berani melawan ayah Rara ketika pria itu memukuli Rara ketika sahabatnya datang bermain. Padahal, mereka saat itu masih sama-sama kecil, tapi Hani tidak gentar di hadapan ayahnya. 

Bahkan, ia tidak lupa menyelipkan ancaman ke ayah Rara kalau ia akan mengadukan perbuatannya ke om Jefri dan meminta ayahnya itu untuk menyebarluaskannya apabila sang pria tidak menghentikan perbuatannya. 

Ancaman itu terbukti ampuh karena setelahnya, ayah Rara tidak lagi menyiksanya secara fisik. 

“Kamu panggil aku aja kalau mau putusin dia. Nggak usah segan! Pokoknya, kapan pun itu, aku pasti bakal nemenin, oke?”

Rara mengangguk-angguk dengan perasaan haru. “Rencanaku weekend nanti, Han, karena dia minta begituan lagi,” ucap Rara sambil mengusap air matanya. 

“Sebelum weekend ini nggak lagi?”

Rara menggeleng, “Semalem dia bilang lagi sibuk organisasi, jadi cuma bisa weekend,”

“Organisasi bukannya sibuk ampe weekend, ya?” cemooh Hani, “Amit-amit dah tuh cowok!”

Rara tertawa. Hani memang paling bisa kalau merendahkan lawannya!

Mereka menghabiskan makan siang sambil bercakap-cakap penuh ejekan tentang Satrio. Sesekali, mereka membayangkan reaksi Satrio ketika menjalankan rencana mereka nanti yang membuat Rara tertawa terbahak-bahak. Hal itu membuat pikirannya yang dari semalam kalut mulai tersisihkan. 

Usai makan siang, mereka berpisah. Rara menuju tempat parkir, sementara Hani pergi menuju dosen pembimbingnya untuk konsul skripsi.

“Ra!”

Rara menoleh ke sumber suara. Baru saja ia mau masuk ke tempat parkir.  Raut wajahnya pucat seketika ketika melihat Satrio melambai-lambaikan tangan di seberangnya. 

Rara buru-buru masuk tapi terlambat karena Satrio sudah mencekal tangannya. 

“Kamu ngapain di sini?!” seru Rara masih sambil menjaga nada suaranya. Ia tidak ingin membuat kehebohan, jaga-jaga agar Satrio tidak menjadikan hal itu sebagai hukuman untuknya. 

“Lagi kosong aku nih. Ayo, yuk,” ajak Satrio dengan cengiran lebar. 

Rara bergidik. Tubuhnya gemetar ketakutan. 

“Bukannya kamu sibuk organisasi?!”

“Iya. Main bentar bisalah,”

“Nggak!” Rara mengibaskan tangan Satrio, “Sana pergi!”

Wajah Satrio seketika menggelap. “Kamu sekarang jadi banyak bantah, ya?” Geram pria itu. 

“Ini karena kamu makin gila!”

PLAK!

Rara menggigit bibirnya ketika merasakan panas di pipinya. Lagi-lagi seperti ini! Tiap Rara menolak, pria itu akan menyakitinya!

“Udah aku bilang, kan, kalau aku mau ya harus dilaksanain!” Satrio membungkukkan badannya dan menjambak rambut Hani, “Kamu diiyain sekali kemarin langsung ngelunjak, ya?!”

“Mana ada aku iyain?! Kan kamu malemnya ngajak lagi!”

Satrio menggeram. Ia mengangkat tangannya tinggi dan meluncurkannya ke wajah Rara. Rara memejamkan mata erat. 

TIIIN!

Gerakan Satrio seketika terhenti. Ia melirik ke belakang dan melihat mobil hitam mewah ada di belakangnya. 

“Sialan!” 

Satrio buru-buru berlari pergi, meninggalkan Rara yang masih memegangi pipinya. Gadis itu menoleh ke depan, melihat mobil yang terasa familiar baginya. 

Kaca mobil perlahan turun dan menampilkan sosok Jefri dengan sorot mata tajam. Rara tersentak. 

“Om–”

“Masuk ke mobil,” titah Jefri sebelum menutup kembali kaca mobilnya. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 6: Ayo Lanjut

    Mata Rara melotot ketika merasakan sapuan bibir Jefri di bibirnya. Ia bingung untuk bereaksi sehingga hanya mengatupkan bibirnya rapat.Biasanya, dalam keadaan seperti ini, Satrio akan menggigit bibirnya kencang hingga ia terpaksa membukanya dan Satrio bisa melakukan ciuman lebih dalam yang terasa kasar baginya. Jantung Rara berdebar kencang, merasakan kekhawatiran kuat kalau Jefri akan melakukan hal yang sama. Mata Rara semakin membulat ketika merasakan lidah Jefri menyapu bibirnya. Sapuan yang terasa begitu lembut dan tidak terburu-buru, meski Jefri semakin menekan bibirnya sekarang. Gawat, ini membuat tubuhnya melemah! Rara menutup matanya dengan alis bertaut kencang ketika sapuan lidah Jefri semakin intens. Seolah dia tengah merayu Rara untuk membuka mulutnya. Tangan gemetar Rara mencengkram bahu Jefri dan perlahan membuka mulutnya ..KRUYUK!Lidah Jefri seketika berhenti. Pria itu memundurkan kepalanya dan melihat wajah merah padam Rara. Ia seketika mendengus geli dengan serin

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 5: Ciuman yang Berbeda dari Biasanya

    “Satrio! Dasar gila!”Hani segera bangkit dan mendorong tubuh Satrio hingga jambakannya di rambut Rara terlepas. Pria itu mundur beberapa langkah dengan napas menggebu, membuat beberapa pasang mata menatap mereka. “Wanita ular itu kan yang nyuruh kamu begini?! Nolak aku terus-terusan! Ngehindar terus!”“Masih belum sadar juga?!” Hani menggeram dan hendak bergerak mendekati Satrio. Tapi, Rara buru-buru menahan pundak Hani. “Lepasin, Ra! Dia harus dipukul minimal sekali!”Rara menggeleng-geleng panik. Semua pengunjung sudah melihat mereka, tentu saja ia tidak bisa membiarkan Hani sang putri dari keluarga terhormat, melakukan tindakan yang mencoreng nama baiknya itu. Meskipun Hani melakukan hal yang benar sekarang, tapi para pengunjung yang tidak mengerti konteksnya bisa salah paham dengan keadaan sekarang!“Biar aku yang ngomong,” ucap Rara menenangkan, “Nggak papa. Kan kamu juga ngawasin aku,”Hani ingin membentah, tapi melihat tekad di mata Rara meski gadis itu gemetar meluruhkan a

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 4: Hanya Peliharaan

    Rara memejamkan mata ketika wajah Jefri mendekat. Tubuhnya gemetar. Sungguh, melihat Jefri sekarang sangat membuatnya takut! Tidak hanya karena merasa semua ini salah, ia juga teringat dengan Satrio ketika mereka akan berhubungan intim Rara sudah hendak menangis dan pasrah pada keadaannya ketika tiba-tiba ..CTAK! “Aw!”… Jefri menyentil dahinya. Rara seketika membuka mata. Ia melihat Jefri mendengus geli kepadanya dan beranjak berdiri. “Padahal kamu yang ajak, tapi kamu juga yang gemetaran,” ejek Jefri. Rara seketika manyun, “Padahal sebelumnya aku udah klarifikasi terus–!”“Kamu takut kan, Ra?”Rara terdiam. Ia memerhatikan Jefri yang duduk di sebrangnya sambil menyilangkan kaki dan bersedekap. “Kamu keinget Satrio tadi, kan?”Rara menundukkan kepala. Ia tak bisa membantah ucapan Jefri karena nyatanya memang begitu. Berhubungan intim menjadi hal yang menakutkan bagi Rara karena perlakuan kejam Satrio padanya. “Kalau kamu emang beneran mau dibantu, kamu harus putusin dia dulu,

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 3: Kamu Beneran Siap?

    Rara duduk dengan tegang di sebelah Jefri. Ia menelan ludah gugup lalu melirik pria paruh baya di sebelahnya. Wajah pria itu masih mengeras sedari awal. Tatapan matanya yang biasanya lembut kini terlihat tajam, membuat Rara ketakutan. Ugh, dia jadi teringat dengan kejadian semalam. Bisa-bisanya dia berkata hal memalukan seperti itu ke ayah sahabatnya sendiri!“Om, yang semalem maaf ya–”“Itu pacar kamu?”Rara tersentak mendengar pertanyaan Jefri. Ia membuang pandangan, menundukkan kepala, dan mengangguk pelan. Jefri yang melihat gerak-gerik Rara menghela napas kencang. Pegangannya di kemudi semakin kencang. “Anak zaman sekarang bener-bener ya,” gumam Jefri kesal, “Apa dia selalu begitu tiap sama kamu?”“Awalnya enggak, tapi sejak tahun kedua jadi begitu,”Jefri ber-hm singkat mendengar jawaban itu. Rara menggigit bibir pelan lalu lanjut berkata lirih, “Saya sebenarnya bingung kenapa dia tiba-tiba berubah begitu,”Mata Rara berkaca-kaca, “Apa saya banyak kekurangannya makanya dia ja

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 2: Luka yang Terlihat

    “Apa?”“Iya! Om ajarin aku gimana berhubungan intim yang baik itu! Jadi, aku bisa bilang ke Satrio biar dia bisa baik-baik juga!”“Tunggu-tunggu,” Jefri menggelengkan kepala, “Daripada kamu berusaha nyadarin dia, mending kamu putusin dia aja,”“Nggak bisa, om!” Rara berteriak frustasi, “Aku udah coba selama dua tahun ini, tapi tiap kali minta, Satrio pasti bakal lebih gila lagi! Aku udah nggak sanggup hadapinnya lagi!”Rara meremas pergelangan tangan Jefri erat-erat, “Jadi om bantuin aku, ya? Jelasin ke aku semuanya langsung biar aku bisa ajarin Satrio juga!”“Kamu mabuk, Ra,” Jefri mengibaskan tangannya yang digenggam Rara kemudian beranjak berdiri sambil mengeluarkan ponselnya. “Saya telepon Hani,”“Om! Please, om!”Rara ikut berdiri dan mengekori langkah Jefri yang terburu-buru, “Aku cuma minta ini doang, om. Setelah itu, aku bakal menghilang dari hidup om beneran, deh! Aku sembunyiin semuanya jadi nama om tetep baik terus kalau ketahuan aku siap tanggung–”DUK! Kepala Rara terant

  • Sentuhan Lembut Om Duda   CHAPTER 1: Ajarin Saya, Om!

    “Ra, bibir kamu luka kenapa itu?”Rara tersentak kaget mendengar pertanyaan Hani, sahabatnya sejak masih kecil. Ia buru-buru menutupi luka di bibirnya dengan tangan dan berkata canggung, “Nggak kenapa-kenapa, kok! Ini tadi ada kulit terkelupas aja.”Hani menatapnya curiga. Ia memandang sekelilingnya yang ramai kemudian berbisik di telinga Rara, “Karena Satrio, ya?”Rara seketika menegang. Ia buru-buru menggeleng. “Mana ada. Aku kan nggak ketemu dia hari ini. Sibuk nyari hadiah ulang tahun buat sahabat aku ini!” ucap Rara kemudian tertawa-tawa sumbang. Jawaban Rara tidak mengendurkan tatapan curiga Hani. Malah, wajah gadis itu semakin mengeras. Tapi, ia akhirnya menghela napas pasrah. Toh, tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Rara dalam menyimpan masalahnya sendiri. “Yaudah, nikmatin pestanya, ya. Kalau pengin sesuatu, kabarin aja,” ucap Hani akhirnya sambil menepuk-nepuk bahu Rara. Rara tersenyum lebar. Ia mengangguk-anggukkan kepala. “Selamat ulang tahun ya, Han. Hadiah

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status