LOGIN“Jangan salah posisi tidur lagi, nanti lehernya malah jadi miring,”
“Iya, iya,” balas Rara sambil tertawa ketika mendengar candaan rekannya itu.Septa mendengus. Ia menerima helm yang diberikan Rara kemudian menaruhnya di cantolan depan.“Makasih banyak, ya,” ucap Rara dengan senyuman lebar, “Padahal gak usah repot-repot anterin aku pulang,”Septa melambai-lambaikan tangannya malas sambil memasang postur malas pura-pura, “Udah telat kalo merasa gak enak sekarang. Padahal emang aslinya mau jadi pelanggan tetap, kan?”Rara kembali tertawa. Hal itu menerbitkan senyum di wajah Septa. Ah, senyum gadis itu memang selalu menyenangkan untuk dipandang.Tak ingin terhanyut, Septa buru-buru menyalakan motornya lagi. Ia melambaikan tangan ke Rara yang segera dibalas perempuan itu.“Hati-hati!” ucap Rara. Septa mengangguk kemudian melajukan motornya menjauh.Rara segera berbalik badan menuju rumahnya setelah kepergian Se“Minggu depan, acara fashion show nyonya sudah akan dimulai. Jadi, hari ini nyonya akan mencoba busana dari desainer yang menjadi partner kita. Harap anda memberitahu apabila busana itu ada yang kurang pas di badan nyonya. Lalu selanjutnya anda–”Rachel tak mendengarkan lagi ucapan asistennya yang berjalan di sebelahnya.Tatapannya memang terarah ke depan, tapi pikirannya melanglang buana ke pertanyaan yang muncul di benaknya beberapa hari terakhir kemarin;Bagaimana cara menemukan bukti Jefri dan Rara melakukan hubungan seks bersama?Tidak, lebih tepatnya, mencari bukti bahwa Jefri dan Rara adalah partner sex. Karena Rachel yakin, mereka bukan hanya One Night Stand di hotel kemarin, tapi sudah melakukannya beberapa kali melihat betapa tenangnya Rara waktu itu. Apalagi, ia teringat kejadian saat Jefri merebut karet gelang Rara yang bisa menjadi bukti pergumulan mereka. Pria itu pasti bermaksud melindungi hubungannya dengan gadis jalang itu!
“Jangan salah posisi tidur lagi, nanti lehernya malah jadi miring,”“Iya, iya,” balas Rara sambil tertawa ketika mendengar candaan rekannya itu. Septa mendengus. Ia menerima helm yang diberikan Rara kemudian menaruhnya di cantolan depan. “Makasih banyak, ya,” ucap Rara dengan senyuman lebar, “Padahal gak usah repot-repot anterin aku pulang,”Septa melambai-lambaikan tangannya malas sambil memasang postur malas pura-pura, “Udah telat kalo merasa gak enak sekarang. Padahal emang aslinya mau jadi pelanggan tetap, kan?”Rara kembali tertawa. Hal itu menerbitkan senyum di wajah Septa. Ah, senyum gadis itu memang selalu menyenangkan untuk dipandang.Tak ingin terhanyut, Septa buru-buru menyalakan motornya lagi. Ia melambaikan tangan ke Rara yang segera dibalas perempuan itu. “Hati-hati!” ucap Rara. Septa mengangguk kemudian melajukan motornya menjauh. Rara segera berbalik badan menuju rumahnya setelah kepergian Se
“Ini kayaknya digigit nyamuk,” ringis Rara sambil mengusap-usap lehernya yang ditunjuk Septa, “Malu banget. Semoga nggak ada yang liat pas di pesta tadi,”Septa menatap Rara lamat-lamat. Rekannya itu memang menjawab dengan tenang dan santai, tapi Septa bisa menangkap kegugupan dan kepanikan di wajahnya. Meski Septa tadi menotisnya, ia sebenarnya juga tidak melihatnya terlalu jelas bentukannya tadi seperti apa. Tapi, rasanya terlihat seperti sebuah ruam?Septa merapatkan bibirnya. Ini bukan seperti yang ia pikirkan, kan?Septa menghela napas pelan kemudian mengulas senyum di wajahnya. “Tenang aja, nggak keliatan kok selama di pesta nanti,” ucapnya, “Buktinya aku baru sadar sekarang, kan?”Rara menatap Septa yang tersenyum menenangkan. Ia menelan ludah kemudian tertawa gugup sambil mengangguk. “Untung aja,” ucap Rara lega. Ia kembali memperbaiki gaya rambutnya membuat lehernya tertutupi. Septa mengalihkan pand
‘Pasti ada sesuatu antara dia dan Jefri,’ batin Rachel sambil menatap kepergian Septa dan Rara. Bibirnya mengulas senyum, tapi tatapannya dingin. Ia ikut melambaikan tangan seperti Hani ke dua orang yang mulai masuk ke mobil.Rachel beralih fokus menatap Septa Wajah pria muda itu terlihat normal, ia bahkan sudah tertawa-tawa dengan Hani lagi. Tapi, Rachel berani bersumpah kalau sebelumnya Septa menatap Rara juga dengan tatapan janggal, seolah mencurigai sesuatu. Rachel menyeringai tipis. Haruskah dia membicarakannya dengan pria itu?“Ayo kita jemput ayah, tan,” ucap Hani setelah mobil yang membawa Septa dan Rara pergi. Rachel mengangguk. Mereka mulai menaiki lift untuk menuju kamar Jefri. Setelah sampai di depan kamar Jefri, Hani memasukkan kunci yang diberikan Rara sebelumnya dan membuka pintu. Begitu pintu terbuka, langsung terlihat Jefri yang sedang tertidur di kasur hanya memakai kemeja maroon dan celana hitamnya. Jas pria itu tergantung di kursi sebelah kasur, sementara vestn
Sama sekali tidak ada percakapan di antara Jefri dan Rara selama Rara mengantar Jefri ke kamarnya. Mereka hanya berdiri bersisian di lift dalam diam.Rara melirik ke Jefri yang wajahnya semakin memerah. Alkohol yang dia minum dari tadi sepertinya sudah bereaksi. Meski begitu, pria itu tak bereaksi apa-apa. Hal itu membuat Rara kagum karena menyadari Jefri memang sekuat itu menahan pengaruh alkohol.Pintu lift terbuka ketika mereka sudah sampai di lantai paling atas. Rara segera berjalan keluar. Ia menatap Jefri yang melangkah perlahan. Gerakannya sudah tidak secepat sebelumnya.“Om tidak apa-apa?” tanya Rara, “Perlu aku bopong?”“Tidak apa-apa,” balas Jefri yang
Pikiran Rara kosong ketika acara kembang api dimulai. Matanya memang mengarah ke hingar bingar kembang api di langit, tapi ia tidak ikut menikmati kembang api itu. Pikirannya masih terarah pada kejadian saat Jefri mengejeknya tadi. Rasanya menyakitkan. Rara menggigit bibir, berusaha menahan tangis yang mendesak keluar. Ia berkali-kali mencoba menyangkal bahwa Jefri tidak mungkin berniat mengejeknya. Tapi, tatapan dan seringainya selalu meruntuhkan penyangkalan Rara.‘Apa itu bukan ejekan?’ batin Rara. Apa sebenarnya ia merasa bangga karena rencananya berhasil? Rasanya itu lebih masuk akal.Tapi, apa pun alasannya, tetap saja rasanya menyakitkan.Pikiran Rara terus melanglang buana hingga acara kembang api selesai. Septa yang berdiri di sebelahnya tersenyum puas dan mengalihkan pandangan ke Rara. “Kembang apinya bagus-bagus banget, kan? Salah satu pamanku yang–”Septa tercenung ketika melihat wajah muram Rara. Ia menel







