Share

Sentuhan Mama Muda
Sentuhan Mama Muda
Penulis: Rissa Audy

Chapter 1: Melarikan Diri

"Tuan, Nona Cia melarikan diri," lapor salah seorang bawahan kepada tuannya di tengah keramaian pesta. 

"Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Mereka pun segera meninggalkan aula tempat pesta digelar dan melangkah menuju ballroom–ruang ganti pengantin.

"Tidak tahu, Tuan. Ketika kami memanggilnya, nona sudah tidak ada di dalam dan para periasnya pun pingsan."

"Bocah itu!" Pria tersebut melangkah dengan geram menyusuri hotel tempat acara pernikahan sang putri digelar. 

Dialah Chiba, pengusaha Jepang yang memiliki seorang putri bernama Gracia Dandelion. Namun, istrinya telah meninggal sejak sang anak masih kecil, sehingga wanita tersebut tumbuh sebagai gadis pemberontak dan pembangkang yang selalu berbuat onar.

Oleh sebab itulah, Chiba memutuskan untuk menjodohkan putri semata wayangnya dengan rekan bisnisnya. Awalnya Gracia tidak menolak, tetapi juga tak menjawab iya. Jadi, dia hanya menyimpulkan jika sang anak bersedia menerima perjodohan ini. Namun, wanita itu malah kabur di saat pernikahan digelar. 

Chiba membuka pintu dengan keras, dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang dan tidak menemukan putrinya. "Di mana Gracia?" 

"Kami tidak tahu, Tuan," ujar seorang pengawal yang sedang membantu para penata rias agar bangun dari pingsan.

"Bodoh! Apa saja kerja kalian ini, hah? Menjaga satu wanita saja tidak becus." Chiba yang geram menendang salah satu pengawal di belakangnya. "Sekarang kalian pergi cari dia sampai dapat! Kalau perlu blokir semua bandara! Bocah tengik itu pasti melarikan diri ke luar negeri lagi."

"Baik, Tuan." Mereka pun bergegas melaksanakan perintah tuannya. 

____________

Di sisi lain, seorang wanita tengah berlari mencari kamar mandi umum terdekat dengan memakai gaun pengantin yang menjuntai dan sebuah tas di tangannya. 

"Merepotkan." Berulang kali Gracia menaikkan gaun putih yang membuat langkahnya sulit untuk berlari. 

Dia tidak memedulikan seberapa banyak mata yang menatap heran ke arahnya. Lagi pula ini bukan urusannya, Gracia hanya ingin melarikan diri dari ayahnya, itu saja.

Meskipun selama ini Chiba berusaha memenuhi kebutuhan materinya, tetapi wanita tersebut tetap tidak mendapatkan kasih sayang yang dia inginkan dari orang tua. Sehingga Gracia lebih memilih kembali memberontak dengan mempermalukan ayahnya di depan rekan-rekan bisnis dengan melarikan diri dari pernikahan tanpa melihat terlebih dahulu siapa calon suaminya. 

"Dapat." Dia pun menemukan kamar mandi umum dan langsung mengganti pakaian serta membuang gaun putih mewah itu di tempat sampah. 

Setelah selesai Gracia kembali menyusuri jalan, di kejauhan terlihat para pengawal mulai mencarinya ke sana kemari. Wanita tersebut lantas segera memasuki taksi yang berhenti di tepi trotoar. 

"Jalan, Pak!" 

"Mau ke mana, Nona?"

"Pelabuhan. Cepat sedikit ya, Pak!" 

Ya, Gracia memilih jalur pelabuhan kali ini karena dia akan melarikan diri menggunakan identitas baru yang dibeli di pasar gelap. Wanita tersebut berencana kabur dengan membawa uang tunai cukup banyak dan meninggalkan semua fasilitas yang diberikan ayahnya. 

Setibanya di pelabuhan, dia langsung bergegas bergerak menuju kapal pesiar yang sebelumnya sudah dipesan. Kali ini Gracia melarikan diri dengan cara berbeda dari biasanya. Dia tidak membawa ponsel, kartu kredit, ataupun alat komunikasi lainnya yang bisa membuat sang ayah mampu melacak kepergiannya. Oleh sebab itulah, Gracia memilih jalur laut dibandingkan udara untuk keluar dari negara ini.

 "Akhirnya aku bisa bebas!" Gracia berteriak sekuat tenaga di tepian bagian atas dek kapal pesiar, sambil menikmati embusan angin laut yang menyapa.

 Tak perlu waktu lama, kapal pun mulai bergerak meninggalkan pelabuhan. Gracia menghirup oksigen dengan perasaan lega. "Akhirnya semua berjalan lancar." 

Ketika Gracia berbalik hendak pergi ke kamarnya, tiba-tiba saja tak sengaja gadis itu menabrak salah seorang wanita yang berpenampilan super glamour. 

"Auw, kalau jalan pakai mata dong!" teriak wanita tersebut dengan wajah kesal.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak sengaja," ujar Gracia. 

"Nyonya kau bilang? Apa kau tidak lihat usiaku yang masih muda begini!" Wanita tersebut melebarkan mata, berbicara seolah bersiap menelan Gracia hidup-hidup. 

Dandanannya yang menor membuat Gracia hanya bisa membatin tingkahnya. Penampilan kuno seperti itu wajar saja dia mengira wanita tersebut sudah tua. Jelas terlihat jika orang di depannya ini terlalu menor dan berlebihan dalam merias diri. 

Namun, suara bariton seorang pria dari arah lain menghentikan perdebatan mereka. "Ada apa ini?"

"Sayang, wanita itu berani mencari masalah denganku." Dia bergelayut manja di lengan pria tersebut, sedangkan Gracia yang merasa jengah melayani tingkah sepasang manusia aneh ini pun memilih untuk mengalah. 

"Sejak awal aku sudah minta maaf, Nyonya. Permisi." Tanpa menunggu jawaban dia melangkah meninggalkan mereka berdua. 

"Yak! Aku belum selesai bicara." Gracia hanya melambaikan tangan tanpa membalikkan tubuh dan terus melangkah menjauh.

Sementara itu, sang pria di sampingnya melihat Gracia dengan tatapan aneh. Mengagumkan, batinnya. 

____________

Berhari-hari sudah Gracia mengarungi lautan. Kini, akhirnya dia tiba di sebuah kota yang akan menjadi tempat persinggahan pertamanya. Dia melangkah menyusuri gang kecil untuk mencari penginapan murah karena suasana sudah mulai larut. 

Tak sengaja penglihatannya menangkap seorang wanita yang terduduk seorang diri di pinggir jalanan sepi. Bahkan lampu penerangan terlihat hanya remang-remang. 

"Apa yang dia lakukan?" Gracia melangkah mendekat dan melihat seorang ibu hamil yang tengah duduk kesakitan di sana hanya bersandar pada dinding bangunan di belakangnya. "Apa yang terjadi padamu?" 

Wanita tersebut lantas mengedarkan pandangan, tempat ini terlalu sepi, sehingga tidak ada seorang pun yang melewatinya. Dia berusaha meraba tubuhnya sendiri. 

"Ponselku." 

Barulah Gracia menyadari jika dia tidak memiliki ponsel. "Ah sial, aku lupa! Tunggu di sini sebentar! Aku akan mencari bantuan." 

Gracia hendak beranjak pergi, tetapi wanita tersebut menahannya. "Jangan pergi! Aku mohon." Dia mencoba untuk berbicara dengan menahan kesakitan di tubuhnya. 

"Tapi, kau akan melahirkan. Bisa bahaya kalau tidak segera membawamu ke rumah sakit." 

Darah segar sudah mulai mengalir di area jalan lahir, tetapi wanita tersebut tetap saja menahan tangan Gracia. "Kau saja bantu aku melahirkan bayiku!"

"Apa kau gila? Aku bukan dokter."

"Auw, aku sudah tidak tahan lagi." Wanita tersebut meringis kesakitan memegangi perutnya, membuat Gracia seketika mengalah. 

"Yak, jangan melahirkan dulu! Aku tidak tahu harus berbuat apa?" Dia terlihat panik dengan situasi saat ini. Gracia sendiri belum pernah melahirkan apalagi pengalaman membantu bayi keluar dari zona nyaman. 

"Auwh, sakit." Wanita tersebut terus berteriak, sambil memegang perutnya. Tulangnya seakan dipatahkan secara bersamaan tanpa ampun.

"Bagaimana ini? Aku harus berbuat apa?" Sebagai seorang wanita lajang berada di situasi menegangkan seperti ini untuk pertama kali tentu saja membuat Gracia merasa kebingungan. 

Gracia menyibakkan gaun yang dikenakan wanita tersebut dengan tangan gemetar, terlihat sebuah benjolan yang membuatnya membelalakkan mata. "Apa ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status