Share

Bab 4

Author: Saggyryes
last update Last Updated: 2025-11-03 13:28:24

"Aduh!" 

Andini meringis dan memegang keningnya yang memerah. 

"Maaf! Saya nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa?!"

Dion berjalan mendekat dan mencoba menyentuh keningnya. Namun dengan cepat Andini menepisnya. 

'Nggak apa-apa, apanya?!’ batin Andini sambil menatap galak ke arah Dion. 

‘Bener-bener ya ini orang! Nggak bisa ketuk pintu dulu apa sebelum masuk? Bikin gue malu aja di depan Satria!' 

Siska mempercepat langkahnya, menghampiri Andini. 

Karena sudah ditolong putrinya, Satria memutuskan untuk memperhatikan dari balik meja. 

"Lo nggak apa-apa An?" ucap Siska khawatir. "Bisa-bisanya sih lo kecelakaan sampai dua kali dalam satu hari." 

Siska memegang kening Andini dengan tangan kanannya. 

Andini yang tadi ingin marah, mengurungkan niatnya. Dia sadar kalau Satria sedang memperhatikan dari jauh. 

"Nggak apa-apa Sis! Tenang! Cuma sedikit perih aja kok!" Andini nyengir. 

"Udahlah, mending kita pulang aja yuk! Daripada lo kenapa-kenapa lagi! Udah sore juga kan!"

Andini melihat jam di pergelangan tangan kirinya, dan menggeleng. 

"Nggak bisa Sis, sekarang belum waktunya pulang kerja."

"Sebentar lagi! Iya kan, Ayah?"

Satria yang sedari tadi menatap dari kejauhan mengangguk. "Siska benar. Sebaiknya kamu segera izin dengan Dila dan bersiap untuk pulang, Andini!"

Mendengar suara Satria yang memiliki banyak penekanan, Andini mengangguk. Dia tidak berniat melawan sama sekali. 

"Ya udah, gue siap-siap dan izin dulu ya!"

"Oke!"

Siska mengangguk dan tersenyum. Dia sangat paham Andini. Tadi, dia sengaja bertanya pada Satria. Karena jika hanya ia yang bicara, Andini tidak mungkin dengan mudahnya mengindahkan tawarannya. 

Andini berjalan ke luar ruangan dan menutup pintu. 

Dila yang sedang fokus mengerjakan tumpukan dokumen terkesiap. Tubuhnya sudah seperti robot. Apapun yang sedang dia kerjakan, jika tiba-tiba terdengar suara pintu presdir terbuka, dia langsung melepas pekerjaannya dan menatap ke arah pintu. 

Bersiap menerima perintah atau menyapa sang presdir. 

"Aku kira Pak Satria." Dila menghela nafas lega. 

Andini nyengir dan duduk di mejanya. Tepat di samping Dila. 

"Kamu kenapa, An? Kok jalannya begitu? Terus itu juga! Kenapa merah begitu deh?!" tanya Dila sambil mengerutkan kening. 

"Kaki aku keseleo Mba, terus ini kejedot pintu," jawab Andini sambil menunjuk keningnya. 

"Astaga! Kamu ada-ada aja sih, An!" Dila bangkit dari duduknya. "Aku ambil kompres dingin dulu ya!" 

Rekan senior di divisi sekretaris itu berjalan menuju pantry yang letaknya berada di sudut ruangan. Tidak terlalu jauh dari ruang kerja mereka. 

"Ya ampun nggak usah Mba! Tadi kaki aku udah di kompres kok!"

"Itu kan kaki, kalau kening pasti belum, kan? Orang masih merah gitu!" ucap Dila dari pantry. 

"Iya sih." Andini kembali nyengir pasrah

Tak lama kemudian Dila kembali dengan kompres dingin. Segera, ia menempelkannya di dahi Andini.

"Nah, kalau udah gini kan aman!" Dila tersenyum puas sambil memberikan salep ke kening Andini. 

"Makasih ya, Mbak,” ujar Andini. “Oh iya, aku izin pulang lebih awal boleh Mba?"

"Boleh dong, kan kondisi kamu juga lagi kayak gini."

Dila sangat paham Andini. Dia tidak mungkin meminta izin pulang cepat kalau tidak ada sesuatu yang memaksanya.

Andini merupakan orang yang bertanggung jawab dan selalu membantunya mengerjakan semua pekerjaan. Bahkan ketika harus lembur pun, Andini selalu siap membantu dan menemaninya.

“Thanks, Mbak!” Andini tersenyum lebar. “Besok aku datang pagian deh! Buat lanjutin kerjaan hari ini.”

Dila pun membalas, "Iya, iya. Kamu siap-siap gih!"

"Oke Mba!"

Andini pun segera membereskan berkas di meja dan tasnya. 

Sementara itu, di ruangan Satria.

Dion masih tertegun menatap pintu yang sudah tertutup rapat sejak tadi. Ia penasaran dengan gadis yang terhantam pintu karenanya.

‘Nggak biasanya perempuan nolak gue tegas begitu. Natapnya galak banget!’ batin Dion. ‘Biasanya perempuan sibuk nempel-nempel sama gue!’

"Itu siapa tadi Pak?" tanya Dion setelah duduk di hadapan Satria.

"Dia Andini. Sekretaris magang di sini.” Satria menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. 

"Cantik!"

Mendengar komentar itu keluar dari mulut orang yang bisa dikategorikan sebagai pria flamboyan, Satria merasa tak suka. Spontan ia menurunkan layar laptopnya dan menatap Dion dengan pandangan menegur. 

"Saya harap kamu jaga sikap dengan Andini, Dion! Dia adalah sahabat dekat anak saya!"  

"Lho, memang kenapa? Bukankah untuk masalah hati tidak bisa di atur?" beo Dion.

Rasanya semakin dilarang, semakin penasaran Dion dibuatnya.

"Benar! Tapi bisa dikendalikan bukan?” tukas Satria sedikit tak nyaman dengan komentar sang CEO itu. “Dan satu lagi! Lain kali, ketuk pintu sebelum masuk!"

Dion meringis sambil menggaruk kepala belakang yang tidak gatal. "Baik Pak!" 

"Jadi, bagaimana kondisi cabang di luar negeri?” Satria mulai mengganti topik. “Kamu kok pulang lebih awal?" 

Dion mulai menjelaskan kondisi terkini perusahaan dan menjelaskan alasannya kembali lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan. 

Siska yang sedari tadi mendengar percakapan Satria dan Dion, mengerutkan kening. 

‘Bener kan! Dion pasti langsung suka sama Andini! Tapi ….’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 9

    "Siska?" gumam Andini. Andini melihat ke arah pintu dan kembali menatap Satria. "Dia pasti nyari Om untuk ngajak sarapan." gumamnya lagi. Andini segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah meja rias untuk merapikan pakaian dan wajahnya.'Aku harus tenang. Siska nggak boleh tau apa yang udah aku dan Satria lakukan tadi.' batin Andini. "Ayah... " panggil Siska lagi dengan nada manja seperti biasanya. Namun, kali ini bukan hanya panggilan, ia juga mengetuk dan menekan kenop pintu kamar Satria untuk membukanya.Andini yang sadar akan hal tersebut berjalan cepat menuju pintu untuk membukanya lebih dulu. Setelah pintu terbuka, Siska yang melihat Andini ada di kamar Ayahnya terdiam. Dia bingung kenapa ada Andini di dalam kamar Ayahnya."Kok lo ada di kamar Ayah?" tanya Siska dengan kening berkerut. "Ta—tadi Om ke dapur, Sis. Dia mabuk! Jadi, gue bantu Om masuk ke dalam kamar." Andini menjelaskan. Andini yang sedari tadi memutar otak untuk mencari alasan akhirnya bicara. Di

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 8

    "Om?!"Seketika Andini berbalik. Terkejut melihat Satria lah yang memeluknya. "Om mabuk?!" tanya Andini lagi sambil memegangi Satria yang sedikit limbung. Namun Satria tidak menjawabnya. Dia malah memandangi wajah Andini. "Kamu tumbuh jadi cantik, Andini!" ucap Satria. Pria mabuk itu tersenyum sambil menyentuh pipi Andini dengan lembut. Wajah Andini memerah. Tidak disangka, akhirnya dia mendapat pujian dari Satria. Walau dalam kondisi setengah sadar. Entah apa dia akan ingat atau tidak ketika sadar nanti.Sepertinya lelaki paruh baya itu tidak pulang semalaman dan sekarang datang dalam kondisi mabuk. "Kayaknya Om butuh istirahat deh! Aku bantu ke kamar ya?"Satria mengangguk. Ia merangkul bahu Andini, sementara melangkah menuju ke kamar Satria.Sama seperti semalam, aroma maskulin kembali masuk ke dalam indra penciumannya. Dia membantu membukakan sepatu yang Satria gunakan dan menaruhnya di pinggir tempat tidur. "Om kenapa sih?” tanya Andini, berharap Satria menjawab. “Kok mab

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 7

    "Cukup, Sis!" tegas Satria masih dengan suara berbisik. Namun, Siska tidak mau kalah. “Aku butuh sosok Ibu. Yang seperti Andini, Yah." Siska sedikit menurunkan volume suara. Tidak mau Andini mendengarnya. Satria menghela napas. "Kamu tau kan pekerjaan Ayah sangat padat! Ayah nggak ada waktu berurusan sama perempuan. Apalagi cari Ibu untuk kamu, Siska." bisik Satria, nyaris tak terdengar. Andini yang sedari tadi mendengar percakapan mereka tersenyum tipis. 'Lagi-lagi percakapan itu! Bosen banget gue dengernya!' Andini berdecak pelan. 'Lagian Siska ada aja sih! Nyuruh Om Satria nyari yang kayak gue! Padahal, gue juga mau kok jadi Ibunya!' Namun, harapan Andini langsung pudar mengingat sikap Satria padanya. ‘Lihat gue telanjang tadi aja, Om Satria nggak gugup. Dia pasti mikir gue masih bocil!’ Andini menghembuskan napas panjang dan lama. ‘Mana mau Om Satria sama gue!' Tanpa sadar, raut wajah Andini berubah muram."Lo kenapa An?"Andini tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, gue cuma ng

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 6

    "Uwah! Om jangan lihat!" Andini berteriak berjongkok, seraya menutupi tubuh dengan kedua tangannya. Ia terlalu jauh dengan kamar mandi dan juga kasur, untuk menggapai sesuatu demi menutupi tubuhnya. "Ng—nggak! Om nggak lihat!“ Berjalan menyamping, Satria mengambil selimut dan melemparkannya kepada Andini. “Pakai ini, An!" Andini pun segera bergerak mengambil selimut itu dan berlari menuju belakang punggung Satria seperti anak kecil. Barulah Satria bisa bertanya, "Ada apa, An? Kenapa kamu teriak panik begitu?" "I—itu ... Om." Sambil bersembunyi di balik tubuh Satria, Andini menunjuk ke pojok kamar mandi. Di sana ada hewan yang sangat menjijikkan bagi Andini. Kecoa! 'Ih! Aku paling takut kalau dia udah terbang!' batin Andini. Satria pun melihat serangga yang memang paling dibenci Andini. Sejak kecil, ia juga yang akan langsung mengambil sapu lidi untuk mengusir kecoa. Tak disadari, Satria terkekeh mengingat masa kecil Andini. Andini baru saja akan bertanya kenapa Sa

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 5

    ‘Ugh! Tapi kayaknya nggak bakal kurestuin ah! Dia kayaknya playboy!’ Siska melanjutkan pemikirannya. Setelah beberapa saat mendengarkan obrolan kedua pemegang jabatan tinggi itu, Siska mulai bosan dan jengah. “Yah, udah kelar belum?” tanya Siska sedikit merengek. “Takut Andini nungguin.” Dan lagi, ia semakin malas mendengar Dion bicara. Satria pun menurut kali ini. Ia juga sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama putrinya. "Saya rasa pembahasan kita sudah cukup sampai di sini, Dion. Mengenai target bulan ini dan selanjutnya, saya harap kita bisa mencapainya." "Iya Pak. Kalau begitu, saya izin undur diri." Satria mengangguk sementara Dion membereskan beberapa dokumen yang dia bawa, kemudian pergi dari ruangan itu. Siska berjalan menghampiri Satria dan menaruh lengan di pundak Ayahnya. "Ayo, Ayah …," rengek Siska lagi. Satria mengerutkan kening. "Sayang,lain kali, kamu tidak boleh seperti itu! Ayah kan sedang kerja! Dan kamu tau, Ayah selalu tau waktu! Ayah tidak mau ba

  • Sentuhan Panas Ayah Sahabatku   Bab 4

    "Aduh!" Andini meringis dan memegang keningnya yang memerah. "Maaf! Saya nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa?!"Dion berjalan mendekat dan mencoba menyentuh keningnya. Namun dengan cepat Andini menepisnya. 'Nggak apa-apa, apanya?!’ batin Andini sambil menatap galak ke arah Dion. ‘Bener-bener ya ini orang! Nggak bisa ketuk pintu dulu apa sebelum masuk? Bikin gue malu aja di depan Satria!' Siska mempercepat langkahnya, menghampiri Andini. Karena sudah ditolong putrinya, Satria memutuskan untuk memperhatikan dari balik meja. "Lo nggak apa-apa An?" ucap Siska khawatir. "Bisa-bisanya sih lo kecelakaan sampai dua kali dalam satu hari." Siska memegang kening Andini dengan tangan kanannya. Andini yang tadi ingin marah, mengurungkan niatnya. Dia sadar kalau Satria sedang memperhatikan dari jauh. "Nggak apa-apa Sis! Tenang! Cuma sedikit perih aja kok!" Andini nyengir. "Udahlah, mending kita pulang aja yuk! Daripada lo kenapa-kenapa lagi! Udah sore juga kan!"Andini melihat jam di perge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status