Share

3. Diam Memantau

Penulis: MAMAZAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-12 17:05:00

Di ballroom sebuah hotel besar, suasana formal namun elegan terasa saat para eksekutif dan staf senior Wijaya Corporation berkumpul. Sang pemilik perusahaan, Putra Wijaya, berdiri di depan mereka, membuka acara pagi itu.

"Selamat pagi," sapa Putra Wijaya, suaranya tegas namun penuh wibawa. “Hari ini saya ingin memperkenalkan Kevin Wijaya, anak saya yang akan menggantikan posisi saya sebagai CEO.”

Putra Wijaya melangkah mundur, mempersilakan Kevin untuk mengambil alih.

Kevin maju ke depan dengan tenang. “Selamat pagi, semuanya. Saya Kevin Wijaya. Mungkin sebagian besar dari Anda sudah mengenal saya sebagai pimpinan cabang di Singapura. Mulai sekarang, saya akan memimpin kantor pusat ini. Saya harap kita bisa bekerja sama dengan baik. Terima kasih.”

Suara tepuk tangan memenuhi ruangan. Kevin tersenyum kecil, tampak tenang namun percaya diri. Kiprahnya di dunia bisnis memang sudah lama dikenal, dan para staf tampak antusias dengan kehadiran sosok baru di pucuk pimpinan.

---

Setelah menyelesaikan segala aktivitas di hari pertamanya sebagai CEO, Kevin merebahkan diri di kursi besar di ruangannya. 

Kegagahan ruangan itu, lengkap dengan pemandangan kota Jakarta, seakan memperkuat kewibawaannya. 

Saat Kevin kembali tenggelam dalam dokumen-dokumen, pikirannya tanpa sadar teralihkan pada sosok Eliza. 

Sejak pertemuan mereka yang singkat dan kejadian di depan lift malam itu, bayangan gadis itu sering muncul dalam benaknya. Namun, gengsi dan harga diri membuat Kevin enggan mengakui bahwa ia penasaran pada gadis itu.

Kevin lantas memutuskan makan siang untuk menyegarkan pikirannya. Ia turun ke lantai dua mal, memasuki restoran steak favorit adiknya. Ia segera menelpon Angel, berharap bisa menjadikannya alasan untuk mengatur pertemuan dengan Eliza.

“Dek, lagi di mana?” tanya Kevin saat Angel mengangkat telepon.

“Di mobil, Kak. Aku lagi di jalan mau makan siang sama Eliza.”

“Oh, padahal mau traktir makan siang nih,” ujar Kevin, dengan nada menggoda, berharap Angel akan terpancing.

“Di mana, Kak?” jawab Angel antusias.

“Di restoran steak kesukaan kamu,” jawab Kevin.

“Wah, mau dong! Boleh aku bawa Eliza, Kak? Soalnya kita lagi barengan di mobil.”

Kevin mendengar suara Eliza yang berkata pada Angel, “Eh, gak usah, Njel! Aku bisa makan sendiri kok.”

Namun, Angel mengabaikan protes Eliza. “Boleh, Kak?” tanya Angel lagi, nada suaranya terdengar bersemangat.

Kevin berusaha menahan senyumnya yang hampir tidak bisa ia sembunyikan. “Boleh,” jawabnya, berusaha terdengar datar walaupun hatinya mulai merasa antusias.

Sementara itu, Eliza menghela napas berat begitu Angel mematikan telepon dan langsung berbelok menuju restoran steak tempat kakaknya menunggu.

Ia memandang Angel dengan sedikit jengkel. "Kenapa aku diajak segala, sih, Njel?” keluhnya, merasa enggan untuk bertemu Kevin.

"Kenapa enggak? Tenang aja, Kakak aku itu baik, gak makan orang kok,” sahut Angel santai.

Eliza hanya mendengus pelan sambil menggumam dalam hati, ‘Iya sih, gak makan orang, tapi nyosor pipi orang aja tanpa izin!’ 

Eliza berandai-andai jika tadi ia mengikuti salah satu teman sekelasnya ke galeri, pasti sekarang tak perlu berurusan dengan Kevin lagi.

Setibanya di parkiran basement lantai dua, Eliza dan Angel langsung berjalan menuju restoran Beef and Steak, yang kebetulan berada di lantai yang sama. 

Dari balik kaca restoran, Kevin melihat kedatangan Angel dan Eliza. Ia segera bangkit dari kursinya dan menunggu di depan pintu masuk restoran.

"Lama banget, Dek?" sapa Kevin ketika keduanya mendekat.

"Macet, Kak," jawab Angel santai sambil menghela napas.

Sementara itu, Eliza hanya tersenyum kikuk. "H-hai, Kak Kevin," sapanya canggung. Di benaknya, bayangan insiden kecupan di pipi malam itu terlintas lagi, membuatnya merasa gugup.

Kevin yang menyadari kecanggungan Eliza hanya tersenyum. Tanpa diduga, ia mencium pipi Angel dan beralih memberikan kecupan di pipi Eliza juga, dengan sikap yang seolah-olah hal itu biasa saja.

"Ihh, Kakak nyosor aja nih!" protes Angel sambil mendorong pelan Kevin. Tapi di dalam hati, Angel agak bingung kenapa kakaknya tiba-tiba juga mencium pipi Eliza.

"Kan sama adik sendiri, emang gak boleh?" balas Kevin dengan nada cuek, lalu masuk ke dalam restoran.

Angel hanya mengangkat bahu sambil menarik Eliza yang tampak bengong sejak menerima kecupan itu. 

“Udah, cuekin aja Eli, Kakak aku emang gitu, rada manja!” ujar Angel santai, sementara Eliza masih terlihat sedikit canggung. Angel lalu menarik Eliza ke kursi yang berseberangan dengan Kevin.

Kevin hanya mengamati Eliza diam-diam, menahan senyum melihat raut wajahnya yang malu-malu. Ketika pelayan datang menghampiri mereka, mereka bertiga segera memesan makanan.

Selama menunggu, suasana makan siang itu berjalan santai, dengan Angel yang selalu bisa membuat suasana jadi ceria. 

Namun, diam-diam Angel memperhatikan kakaknya yang tampak memandangi Eliza dengan sorot penuh minat, seolah ingin tahu lebih banyak tentang gadis yang duduk di depannya itu.

Untuk menguji perasaan Kevin, Angel sengaja memancing pembicaraan. “Eh, Eli, gimana hubungan kamu sama Kak Aldi?” tanyanya sambil melirik Kevin, ingin melihat reaksinya.

“Hm?” Eliza tersenyum kecil. “Oh, cuma temenan aja kok.”

“Oh gitu ya… Kenapa gak jadian aja?” goda Angel.

“Apa sih, Njel…” jawab Eliza, tersipu. Selama ini, Aldi memang selalu bersikap perhatian padanya, tapi ia belum pernah menganggapnya lebih dari teman.

Mendengar itu, Kevin tampak terdiam, matanya sedikit menyipit mendengar nama Aldi disebut-sebut. Ia berusaha menahan perasaan tak nyaman yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya.

Angel yang menyadari perubahan sikap Kevin semakin gencar menggoda Eliza. “Asik asik… Jangan lupa bayar pajak jadian, ya!” candanya sambil tertawa.

“Haha, apa sih!” sahut Eliza, mencoba mengalihkan rasa malu.

Sementara itu, Kevin tak lagi banyak bicara, hanya diam dan mendengarkan percakapan keduanya sambil menahan rasa kesal yang perlahan-lahan muncul. Perasaan cemburu yang tiba-tiba ini membuat nafsu makannya hilang.

Setelah selesai makan siang, mereka bertiga berpisah di depan restoran. Kevin kembali ke kantor, Angel menuju rumah karena mendapat telepon dari mamanya, sementara Eliza pergi ke butik untuk mengecek stok. 

Meskipun mereka telah berpisah, di dalam hati Kevin tak bisa berhenti memikirkan Eliza, seorang gadis yang begitu sederhana namun berhasil menarik perhatiannya sejak pertemuan pertama.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Cie² kak Kevin cemburu niye,padahal belum lama kenal sama Eliza.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   222. Part Tian Nita #70 (TAMAT)

    Malam semakin larut, dan para tamu mulai berpamitan. Nita yang berdiri di samping Tian, merasakan kelelahan yang menyenangkan.Tian menunduk, bibirnya berbisik parau ke wanita yang kini resmi menjadi istrinya. "My wife?"Nita menoleh, senyum manis terukir di bibirnya. Matanya memancarkan gairah yang sama. "Yes, my husband?"Tian tersenyum penuh kemenangan. Tian dan Nita meninggalkan para tamu dan keluarga yang masih berada di ballroom. Mereka hanya melambaikan tangan singkat, tidak peduli dengan tradisi pelemparan bunga. Raja dan Ratu malam itu menghilang di antara kerumunan pengiring dan bodyguard yang sigap mengawal mereka menuju private elevator.Beberapa detik kemudian, lift membawa mereka langsung ke puncak hotel.Ceklek! Suara pintu kamar Presidential Suite terbuka, menyambut mereka.Nita memekik tertahan. “Oh my…”Kamar itu sangat luas, dengan langit-langit tinggi dan jendela kaca penuh dari lantai ke langit-langit yang menawarkan pemandangan gemerlap kota London. Ruangan itu m

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   221. Part Tian Nita #69

    Dua minggu berlalu dalam sekejap mata. Dua minggu penuh dengan persiapan gila-gilaan, ciuman curian di ruang rapat, dan Tian yang selalu berhasil membuat Nita melupakan segala hal kecuali kehadirannya.Dengan segala persiapan dalam waktu singkat, hari yang dinantikan pun tiba. Hari di mana Nita Clarissa Winston akan resmi menjadi Nyonya Christian Alexander, Ratu dari The Golden Star.Semua tamu VIP London, mulai dari kalangan bisnis, politik—tentu saja yang bersih—hingga sahabat dekat, berkumpul di ballroom hotel termewah yang disewa penuh oleh Tian.Seluruh ruangan disulap menjadi taman surgawi yang dominan warna putih bersih dan emas. Alih-alih dekorasi yang ramai, Tian memilih sentuhan elegan yang sangat berkelas.Ribuan kuntum mawar putih yang melambangkan kemurnian cinta, lily putih yang elegan, dan bunga-bunga daisy kecil yang memberikan sentuhan kesederhanaan Nita, bertebaran di setiap sudut, di meja-meja bundar, hingga menara bunga di atas altar. Aroma wangi bunga segar memenu

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   220. Part Tian Nita #68 (21++)

    Yah, Tian memilih menuju kantor karena jarak kantor lebih dekat dari pada mereka harus menghabiskan waktu 45 menit untuk tiba di rumah. Ia tidak memiliki kesabaran sepanjang itu. Begitu melihat Nita memakai gaun pengantin, semua kendali Tian hilang."Oh my, Tian." Nita tersenyum, ia menjatuhkan asal tasnya ke lantai dan melingkarkan kedua tangannya di leher Tian. Ia tahu Tian berada di ambang batas.Sialnya, gerakan halus itu membuat Tian semakin panas, membuat pria itu hilang akal. "You make me crazy, love!" geram Tian yang kembali melumat bibir ranum Nita. Ciuman itu kuat dan liar, menuntut pembalasan atas setiap detik yang mereka buang di butik tadi.Nita membalasnya tak kalah liar. Tian terlalu hebat, mengajarnya begitu cepat untuk menjadi seorang yang ahli dalam ciuman.Bibir mereka beradu dengan ciuman yang dalam, lidah, dan saliva saling bertukar, memabukkan. Tian mengangkat tubuh Nita, kaki Nita secara naluriah mengunci pinggangnya, menggendongnya ala koala. Pria itu berjalan

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   219. Part Tian Nita #67

    Kata-kata seduktif Tian spontan membuat wajah Nita memanas. Ia masih belum terbiasa dengan sisi Tian yang blak-blakan dan mendominasi seperti ini. Ia memukul pelan bahu Tian."Sayang! Aku hanya ingin membuat kejutan kecil..." jawabnya dengan nada manja."Kejutan kecil sudah cukup membuatku gila," balas Tian, matanya berkobar penuh gairah."Dang!" Tian kembali melumat bibir Nita begitu dalam, menciumnya dengan intensitas yang tinggi, seolah tak peduli mereka berada di butik mewah. Ia merengkuh pinggang Nita erat-erat, membenamkan Nita dalam pelukannya.Tepat saat ciuman mereka semakin memanas, Ms. Evelyn membuka pintu tanpa aba-aba, hendak memberikan daftar pengukuran terakhir. Ia terkesiap, segera menutup matanya."Ma-maaf..." ujarnya tidak enak dan kembali menutup pintu, memberikan waktu untuk calon pengantin. Wajah Ms. Evelyn memerah, ia tidak menyangka fitting baju bisa seintim ini.Blush! Wajah Nita merona merah hingga ke telinga. "Sayang..." Nita memukul dada Tian dengan gemas.T

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   218. Part Tian Nita #66

    Tidak lama kemudian, Nita masuk ke dalam ruangan Tian. Ia terlihat cantik dan segar, mengenakan dress kasual yang rapi. Tian yang melihat kekasihnya datang langsung berdiri dan membuka kedua tangannya.Nita tertawa bahagia dan berlari kecil, langsung masuk ke dalam pelukan Tian. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Tian yang maskulin."I miss you so bad!" Tian mengeratkan pelukannya, mengecup puncak kepala kekasihnya dan turun menciumi bibir ranum Nita dengan ciuman yang singkat namun penuh hasrat."Kita bertemu setiap hari, Tian!" jawab Nita, usai Tian melepaskan bibirnya. Ia memukul pelan dada Tian karena gombalannya yang berlebihan.Tian hanya menjawab dengan menaikkan bahu acuh. "Aku tahu. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aku merindukanmu setiap detik.""Gombal," Nita tertawa. "By the way, aku melihat Sir Geoffrey di luar, dan dia terlihat... kacau?" tanyanya, keningnya berkerut. Nita sempat melihat Geoffrey di lobi, dan penampilan pria tua itu benar-benar menyedihkan.Tian ter

  • Sentuhan Panas Berujung Menikah   217. Part Tian Nita #65

    Tiga hari berlalu. Segala persiapan pernikahan kilat Nita dan Tian sudah berjalan serba cepat dan mulus. Selama tiga hari ini, Tian tidak pernah sedetik pun meninggalkan Nita sendirian.Saat ini, Tian sedang berada di kantornya, The Golden Star. Ia tampak tenang, menyelesaikan beberapa berkas penting yang berhubungan dengan transfer aset Sir Geoffrey—memastikan seluruh jaringan Edward dan ayahnya benar-benar lumpuh.Tiba-tiba, suara pintu ruangannya dibuka dengan kasar, bahkan nyaris terhantam dinding. Sir Geoffrey, Ayah Edward, masuk dengan wajah panik, lusuh, dan putus asa. Pria yang dulunya angkuh dan berkuasa itu kini terlihat seperti pria tua yang rapuh. Ia sudah tidak memiliki kekuasaan dan pengaruh, kini hanya seorang ayah yang mencari anaknya yang menghilang.Sir Geoffrey mendekat ke meja Tian, nadanya memohon, bergetar. "Tuan Alexander! Edward... Edward menghilang! Dia tidak bisa dihubungi! Kau pasti tahu di mana anakku, bukan?"Tian bersandar di kursi executive-nya, ekspresi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status