Share

Bab 2

Ruma berjalan cepat meninggalkan kamar enam kosong enam. Dia tidak mendengarkan seruan Raja yang tiba-tiba mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit.

Pria itu ingin sekali mengejar wanita yang telah menghabiskan satu malam bersamanya. Setidaknya duduk tenang tanpa ketegangan. Menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi. Namun, waktu seakan tak memberikan restu untuk keduanya.

Raja langsung bertolak ke rumah sakit. Meninggalkan kerumitan hatinya yang tengah melanda. Jelas saja dia merasa hidupnya telah berubah dalam semalam.

Sementara Ruma pulang ke rumah dengan suasana hati yang sangat tidak nyaman. Beruntung dia masuk shif siang. Jadi, tidak harus dikejar deadline untuk pemeriksaan.

Wanita itu pulang dengan taksi. Sepanjang perjalanan, pikirannya menerawang jauh tentang kejadian semalam. Dia agak lupa setelah kedatangannya bersama Rasya ke sebuah jamuan makan.

Hatinya bergejolak hebat mengingat itu semua. Lalu, kenapa Rasya meninggalkannya pada seorang pria asing. Apakah dia sengaja lantaran saking tidak cintanya dengannya.

Pikiran Ruma kacau, kalau memang itu benar. Suaminya ini tipe pria yang sangat durjana.

"Sudah sampai Mbak," seru seorang driver menginterupsi. Membuyarkan lamunan sesaat Ruma.

"Terima kasih Pak," jawab wanita itu bergegas turun usai melakukan pembayaran.

Perempuan itu masuk dengan gumaman salam. Jam segini biasanya Rasya sudah berangkat kerja. Suasana rumah juga nampak sepi. Ia menuju kamarnya dengan langkah pelan. Masih tertutup rapat seperti saat kemarin dia meninggalkan.

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang? Sudah tidak punya aturan ya. Seharusnya kamu melakukan tugasmu pagi ini," kata seorang pria mengagetkannya. Suaranya menggelegar mengisi seluruh ruangan.

Ruma kaget bukan kepalang mendapati Rasya masih ada di rumah. Terlebih di kamarnya yang jelas tidak pernah pria itu singgahi. Kapan pria itu menyelinap masuk. Sudah jelas pintunya terkunci rapih.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Ruma dingin.

Apakah pria itu pura-pura bodoh hingga lupa akan semalam. Sekarang berlagak tidak tahu apa pun dan seolah tak peduli dengan keadaannya. Pria itu bahkan meninggalkannya begitu saja.

"Ada yang salah? Ini rumahku, bagian mana pun tak masalah aku masuki. Termasuk kamar ini. Dari mana kamu?" tandas pria itu menyorotnya tajam.

"Ck, seharusnya aku yang bertanya padamu, Mas, kenapa kamu meninggalkan aku semalam?" balas Ruma kesal. Membalas tatapan itu dengan dingin.

Suasana hatinya sedang buruk, ditambah sambutan yang begitu ketus oleh suaminya tanpa perasaan. Seolah Ruma memang tidak lah penting sedikit pun baginya.

"Siapkan aku sarapan, kamu kan tahu aku terbiasa makan di rumah," kata pria itu dingin. Lalu keluar begitu saja tanpa bertanya lagi.

Ruma menghela napas sepenuh dada. Ingin sekali menolak dan mengatakan tidak. Namun, Ruma malas berdebat. Ia juga lumayan lapar. Padahal tubuhnya lelah dan terasa sakit semua. Pegal di sana sini.

Wanita itu kembali keluar dengan langkah pelan. Mencoba menormalkan langkahnya. Lekas menyiapkan sarapan dengan bahan yang sudah ada. Roti panggang telur keju menjadi pilihannya.

Ruma menyiapkan di meja makan. Tak lupa kopi hitam kesukaannya. Baru mengetuk pintu kamar yang tidak boleh wanita itu masuki sesuka hati tanpa seizin pemiliknya.

"Mas, sarapannya udah siap," ujar Ruma menginterupsi. Berusaha melupakan sengketa rasa yang telah terjadi.

"Ya," sahut Rasya dari dalam. Keluar dengan tangan sibuk melakukan panggilan. Yang entah dengan siapa. Namun, wajahnya terlihat begitu sumringah.

"Kamu tidak sarapan?" tanya Rasya begitu mendapati istrinya tidak bergabung di antara kursi yang kosong. Meninggalkannya begitu saja.

"Kamu duluan saja Mas, aku belum lapar," sahut Ruma melanjutkan langkahnya.

"Ruma!" panggil pria itu menyeru. Menghentikan langkahnya kembali.

Perempuan itu memutar tubuhnya dengan wajah tanda tanya.

"Ada apa, Mas?" tanya Ruma datar.

"Kenapa jalan kamu aneh begitu?" tanya pria itu rupanya baru saja memperhatikannya.

Sejenak wanita itu terdiam, mencari alasan klise yang paling tepat.

"Tidak apa Mas, ini kakiku sedikit sakit, jadi agak susah," jawab perempuan itu berdusta. Tidak mungkin juga dia harus berkata jujur tentang semalam. Walaupun dia agak mencurigai suaminya. Ke mana sesungguhnya pria itu pergi semalam.

Dia datang bersamanya, seharusnya dia juga pulang bersamanya. Namun, pada kenyataannya ia malah terdampar di kamar pria asing. Siapah pria itu?

Ruma tidak berani bertanya. Takut Rasya malah akan mengungkitnya semakin jauh. Sedang dia benar-benar tidak mempunyai jawaban atas malam itu. Haruskah dia mendatangi hotel itu kembali. Barang kali ada bukti yang tertinggal di sana. Sungguh dia sangat penasaran. Siapa yang telah membawanya ke sana.

"Owh .... " Rasya hanya ber-oh panjang seraya manggut-manggut. Kembali menikmati sarapannya.

Ruma melanjutkan langkahnya ke kamar. Dia mengunci rapat dari dalam. Lalu melempar tubuhnya ke pembaringan. Penat sekali rasanya. Ia kembali tertidur begitu saja.

Perempuan itu terjaga selepas waktu dhuhur. Dengan malas menarik diri dari pembaringan. Kalau tidak sadar akan pekerjaannya. Dia malas sekali untuk beranjak dari kamar.

Perempuan itu baru mau beranjak ke kamar mandi tetiba vibrasi handphonenya berbunyi. Ia menyambar ponselnya yang sedari tadi teronggok begitu saja di nakas. Nama salah satu sahabatnya terpampang jelas di sana.

"Hallo Vin, ada apa?" sapa Ruma dari sebrang telepon.

"Lo udah berangkat apa masih di rumah. Tas tensimeter kita kayaknya ketuker," ujar Vina setelah membuka isinya. Dia paham betul miliknya walaupun sama.

"Eh, iya kah, nanti ditukar balik. Aku baru bangun tidur," kata Ruma sedikit curhat.

Kedua wanita satu profesi itu mengakhiri panggilannya.

Sementara di tempat yang berbeda. Raja baru saja melakukan penanganan medis pada pasien kecelakaan beruntun. Pagi ini rumah sakitnya begitu hectic menerima banyak pasien dengan luka beragam.

Pria itu baru saja selesai dari ruang OK. Menangani pasien yang sudah dijadwalkan siang ini. Setelahnya kembali ke ruangan pribadinya. Menurut jadwal, dia mengakhiri kegiatannya sore ini.

"Abi, ada apa?" tanya Raja mendapati ayahnya sudah menunggu di ruangannya.

"Semalam ke mana? Kenapa tidak datang ke rumah, ummimu menunggu sampai larut malam?" tanya pria itu meminta jawaban putranya.

"Maaf Abi, Raja lupa memberitahu kalau ada seminar. Bagaimana kalau Raja ganti sore ini saja," ujar pria itu mengingat sudah tidak ada jam praktik lagi untuk hari ini.

"Jangan membuat janji kalau tidak bisa menepati. Serius sedikit Raja, waktunya sudah dekat."

"Insya Allah Abi, setelah urusan Raja selesai," ujar pria itu menyanggupi.

Raja rencananya sore ini akan mendatangi hotel itu kembali. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia harus mengumpulkan bukti atas kekejaman ini. Raja merasa sangat dirugikan atas peristiwa semalam.

"Baiklah, kami tunggu di rumah," ujar pria itu meninggalkan ruangan putranya.

Mereka bekerja di tempat yang sama. Berkontribusi di wilayah yang sama. Namun, tidak setiap hari ketemu juga. Raja tidak lagi tinggal bersama ayah ibunya semenjak mempunyai hunian sendiri. Pria itu memilih mandiri.

Pria itu baru saja keluar dari lift saat tak sengaja tatapan matanya bertemu dengan seorang gadis yang baru saja memasuki lobby rumah sakit. Mengenakan scrub koas seragam dengan rekan lainnya yang tengah berjalan ke arah lift.

"Sore Dok," sapa Vina mengangguk ramah.

Wanita di sampingnya tak kalah terkejut melihat pria semalam ada di tempat yang sama.

"Dok, jangan bilang pria itu tugas di sini juga," batin Ruma menatap dengan galau. Dia mengingat jelas pria yang baru saja lewat itu adalah pria satu malamnya.

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Kiki Padmini amungkari
Bagus ceritanya....aku suka.....
goodnovel comment avatar
ramadhaniyulia
Rasya aneh, ada yg halal pemilik bahu seputih susu koq dianggurin..mungkin Ruma jodohnya Raja kali yaa..hehe ngarep
goodnovel comment avatar
Asri Faris
Bukan kak, orang baru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status