Share

Bab 5

Penulis: Millanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-10 14:58:22

"Terima kasih. Untuk... sarapan dan kopinya. Dan untuk... pagi ini," Nia tersenyum lebih lebar. 

"Sama-sama, Pak. Itu tugas saya."

Arka kembali memperhatikan Nia yang langsung sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia menelan ludahnya lagi, mungkin entah yang keberapa di pagi itu saja, ketika melihat lekuk tubuh Nia dari balik baju yang dikenakan. Sambil berusaha menghilangkan pikiran macam-macamnya, Arka menghela nafas, kemudian bergegas untuk memulai pekerjaannya. 

Hari berlalu dan Arka masih belum selesai dibayangi oleh Nia. Arka terbayang bagaimana lembutnya sentuhan tangan Nia yang tak sengaja bersinggungan saat menyuguhkan gelas-gelas kopi, terbayang juga harum yang menyapa hidungnya tiap kali Nia berjalan melaluinya. 

Arka juga sempat menangkap Nia menggunakan baju tanpa lengan, memperlihatkan sedikit dada dan bahu yang menggoda, membuat Arka harus menyembunyikan wajah kecewa ketika setelah itu Nia berganti kaus yang menutupi lekuk tubuhnya. Memikirkan Nia saja mampu membuat Arka menelan ludahnya. 

Matanya terakhir memindai Nia yang sedang membereskan ruang tengah dan Arka kembali kalut dalam pikiran, ketika ia dapat melihat kaki jenjang Nia yang hanya dibalut celana pendek.

Arka masih termenung tak sadar ketika Nia beranjak untuk mencuci piring. Arka tenggelam dalam pikirannya tentang Nia dan lupa sesaat jika hari ini adalah hari kepulangan Clara. Tanpa sadar, Arka menghela napas.

Pintu depan terbuka dengan suara berderit. Clara masuk dengan langkah gontai, wajahnya tampak lesu. Tas kerja mewah dijinjingnya dengan malas.

"Arka? Aku pulang," panggilnya lemah.

Dari lantai atas, suara langkah kaki terdengar. Arka muncul di balik tangga, wajahnya datar.

"Sudah pulang?" tanyanya singkat.

"Iya. Capek sekali. Meeting dari pagi sampai sore tadi," keluh Clara sambil melepas sepatu hak tingginya.

"Pergi dua hari, tapi tidak ada satu pun telepon atau chat," ujar Arka, mencoba menahan nada kesalnya.

Clara menghela napas panjang. "Arka, aku sudah bilang. Jadwalku padat sekali. Dari meeting pagi langsung ke meeting lagi di makan malam, sampai larut."

"Apakah sibuk sampai tidak bisa kirim pesan 'selamat malam' saja tidak sempat?" tanya Arka, suaranya mulai meninggi.

Clara memicingkan mata. "Kita harus membahas ini sekarang? Aku baru saja pulang, badan masih pegal-pegal."

"Kapan lagi kita harus membahasnya? Kalau tunggu besok, kamu pasti sudah sibuk lagi dengan pekerjaanmu," balas Arka tak kalah keras.

Mereka berdiri berhadapan di ruang tamu, suasana semakin tegang.

"Kamu tahu, Arka, tidak semua orang bisa bebas seperti kamu. Kerjamu dari rumah, waktumu fleksibel. Aku harus mengejar target, menghadapi atasan, mengelola tim …," Clara mulai membela diri.

"Jadi, sekarang kamu merendahkan usahaku?" Arka tersinggung.

"Bukan! Aku hanya mencoba menjelaskan bahwa kesibukanku berbeda dengan kesibukanmu!"

"Clara, ini bukan tentang perbandingan kesibukan. Ini tentang perhatian dan kemauan! Aku adalah suamimu! Tidakkah kamu berpikir bahwa aku mungkin mengkhawatirkanmu? Tiga puluh detik untuk telepon atau chat, itu terlalu banyak meminta?"

Clara memutar mata. "Dramatis sekali. Aku baik-baik saja, tidak perlu dikhawatirkan berlebihan."

"Bagaimana aku tahu kamu baik-baik saja? Kamu bahkan tidak memberi kabar!" Arka mulai kehilangan kesabaran.

"Baik!" Clara mengangkat tangan. "Aku minta maaf karena tidak mengabari. Sekarang, apakah kita bisa berhenti bertengkar? Aku lelah dan ingin istirahat."

Dia berbalik dan mulai menaiki tangga, mengakhiri percakapan.

Sekitar satu jam kemudian, Clara turun kembali dengan penampilan yang sama sekali berbeda. Gaun hitam ketat, riasan tegas, dan sepatu high heels.

"Kamu mau ke mana?" tanya Arka yang masih duduk di sofa.

"Keluar. Teman-teman mengajak ke club," jawab Clara singkat sambil merapikan makeup di kaca dinding.

"Keluar? Kamu bilang tadi capek dan ingin istirahat," protes Arka.

"Berubah pikiran. Aku butuh hiburan setelah dua hari yang melelahkan," balas Clara tanpa menatapnya.

"Tapi kita belum selesai berbicara."

Clara berbalik, wajahnya masam. "Aku sudah capek berdebat, Arka. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri."

Sebelum Arka bisa membalas, Clara sudah berjalan ke pintu. "Jangan tunggu aku. Aku pulangnya mungkin larut."

Pintu terbanting. Arka terduduk sendiri dalam diam, perasaan campur aduk memenuhi hatinya.

Beberapa jam berlalu. Arka memutuskan untuk membereskan rumah yang sedikit berantakan setelah kedatangan Clara. Matanya tertuju pada tas kerja Clara yang masih tergeletak di sofa.

Dengan hati-hati, dia mengambil tas itu untuk memindahkannya ke lemari. Namun, tanpa sengaja, resleting tas terbuka sebagian. Dari celah itu, dia melihat sesuatu yang membuatnya penasaran.

Duduklah dia di sofa, membuka tas sepenuhnya. Awalnya hanya ingin merapikan isinya, tapi kemudian matanya tertuju pada sebuah benda kecil di saku dalam tas.

Sebuah korek api…….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 7

    Awalnya hanya sentuhan lembut, penuh keraguan. Seperti dua kupu-kupu yang saling menyentuh sayap. Tapi kemudian, hasrat yang terlalu lama terpendam meledak menjadi ledakan gairah yang tak terbendung.Napas mereka saling bercampur, hangat dan menggigit. Dunia seakan berhenti berputar. Di ruang makan yang hanya diterangi lampu temaram itu, hanya ada mereka berdua.Arka mendesah dalam, tangannya berganti meraih pinggang Nia. Ciuman itu semakin dalam, semakin penuh gairah. Lidah Arka mulai menjelajah, menemukan respons hangat dari Nia. Dia mendengar desahan kecil dari bibir Nia, sebuah suara yang membuatnya semakin bergairah.Arka mulai menciumi leher Nia yang jenjang. Bibirnya menelusuri setiap inci kulit lembut itu, merasakan denyut nadi Nia yang semakin kencang."Kamu... sangat cantik," bisik Arka di telinga Nia, membuatnya menggelinjang.Nia mendesah lebih keras kali ini. "Arka...hhmmhh…. kita tidak seharusnya...""Tapi kita menginginkannya," balas Arka, terus menelusuri lehernya.Ta

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 6

    Bukan korek api biasa, tapi korek api bermerek dari sebuah bar terkenal di Bandung. Untuk apa Clara menyimpan korek api? Yang langsung membuatnya terguncang adalah bahwa ia mengetahui bagaimana Clara begitu membenci rokok. Selama ini, dia selalu protes jika ada yang merokok di dekatnya. "Tidak mungkin …," gumam Arka sendiri.Dia memutar-mutar korek api itu di tangannya. Pikirannya mulai berpacu. Mungkin dapat dari rekan kerja? Tapi kenapa disimpan di tas? Clara biasanya langsung membuang benda-benda tidak penting. Dia hanya terduduk di sofa ruang keluarga, menatap kosong ke depan. Sunyi yang tersisa terasa lebih menyiksa daripada pertengkaran tadi. Arka menghela napas panjang, lalu berjalan ke minibar. Botol whiskey yang sama dari dua malam lalu masih ada di sana, separuh isinya sudah habis.Dia menuangkan whiskey ke gelas tanpa es, sama seperti malam sebelumnya. Cairan amber itu terasa membakar kerongkongannya, tapi kali ini dia tidak merasakan apa-apa selain hampa."Saya kira Bap

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 5

    "Terima kasih. Untuk... sarapan dan kopinya. Dan untuk... pagi ini," Nia tersenyum lebih lebar. "Sama-sama, Pak. Itu tugas saya."Arka kembali memperhatikan Nia yang langsung sibuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia menelan ludahnya lagi, mungkin entah yang keberapa di pagi itu saja, ketika melihat lekuk tubuh Nia dari balik baju yang dikenakan. Sambil berusaha menghilangkan pikiran macam-macamnya, Arka menghela nafas, kemudian bergegas untuk memulai pekerjaannya. Hari berlalu dan Arka masih belum selesai dibayangi oleh Nia. Arka terbayang bagaimana lembutnya sentuhan tangan Nia yang tak sengaja bersinggungan saat menyuguhkan gelas-gelas kopi, terbayang juga harum yang menyapa hidungnya tiap kali Nia berjalan melaluinya. Arka juga sempat menangkap Nia menggunakan baju tanpa lengan, memperlihatkan sedikit dada dan bahu yang menggoda, membuat Arka harus menyembunyikan wajah kecewa ketika setelah itu Nia berganti kaus yang menutupi lekuk tubuhnya. Memikirkan Nia saja mampu membuat A

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 4

    "Kenapa? Takut Clara mendengar?" Arka melangkah lebih dekat. "Dia tidak akan peduli. Dia bahkan tidak akan bangun jika kita berteriak di sini."Nia dengan cepat menahan tangan arka dan menatapnya dengan polos. "Iya, Pak, saya takut kalau sampai Ibu Clara tau......"Sebelum Arka bisa berkata apa-apa, Nia melepas genggaman tangan yang berusaha merangkulnya dengan perlahan. Arka terdiam dan sedikit bingung.“Maaf, Pak, saya harus istirahat.”Arka masih diam saat Nia beranjak ke kamarnya. Sebelum pintu ditutup, Arka melihat Nia menoleh lagi. Wanita itu menatap Arka kemudian tersenyum manis. “Selamat malam, Bapak Arka,” ucapnya dengan lembut. Baru kemudian kesadaran Arka kembali. Apa yang baru saja dia lakukan?Matahari pagi sudah tinggi ketika Arka akhirnya membuka mata. Kepalanya berdenyut-denyut, mengingatkannya pada whiskey yang diminumnya semalam. Dia mengerang pelan, membalikkan badan hanya untuk menemukan sisi tempat tidur sebelahnya sudah kosong. Lagi-lagi.Dia melangkah keluar ka

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 3

    "Tidak sekarang, Arka," kata Clara dengan lembut tapi tegas, sambil berdiri dan menjauh."Kenapa? Kamu sudah memakai..." Arka tidak menyelesaikan kalimatnya, tapi matanya menatap lingerie yang dikenakan Clara."Aku capek, Arka. Sangat capek." Clara berjalan ke lemari dan mengambil gaun tidur sutra, mengenakannya untuk menutupi lingerie transparan itu. "Besok aku harus ke Bandung untuk meeting penting. Perjalanan dari pagi sekali."Arka berdiri di tempat, merasa ditolak dan dipermalukan. "Kamu selalu ada alasan, Clara.""Ini bukan alasan, ini kenyataan!" balas Clara, suaranya mulai tinggi. "Aku bekerja mati-matian untuk keluarga ini, sementara kamu…..""Sementara aku apa?" tantang Arka, tidak bisa menyembunyikan amarahnya lagi.Clara menarik napas dalam. "Lupakan. Aku tidak mau bertengkar. Aku butuh istirahat."Dia berbalik dan masuk ke dalam tempat tidur, membelakangi Arka.Arka berdiri di sana selama beberapa menit, melihat punggung istrinya. Lingerie seksi yang tadi dikenakan Clara

  • Sentuhan Pembantu Seksi Sang Tuan   Bab 2

    “Baik pak,” ucap Nia sambil mengangguk.“Nanti sore Ibu Clara pulang,kamu bisa interview dengannya,” jelas Arka.Matahari sore mulai merangkak turun ketika Nia kembali ke rumah keluarga Adhiguna, kali ini dengan koper kecil berisi barang-barang pribadinya. Clara yang membukakan pintu, sudah berada di rumah lebih awal dari biasanya."Selamat sore, Bu," sapa Nia dengan hormat, sedikit membungkuk."Selamat sore, Nia. Silakan masuk," balas Clara, suaranya datar dan profesional. Ia mengenakan setelan kerja berwarna navy yang masih rapi, berbeda dengan Nia dalam seragam sederhananya. Clara mempersilakan Nia duduk di ruang tamu yang kini sudah lebih rapi. Ia sendiri duduk di kursi tunggal, menyilangkan kaki dengan elegan."Saya sudah lihat dokumen dari yayasan," mulai Clara, menatap Nia dengan tajam. "Pengalaman kerja sebelumnya hanya dua tahun?""Iya, Bu. Di keluarga sebelumnya, Saya keluar karena keluarga tersebut pindah ke luar negeri.""Kamu bisa memasak?" tanya Clara singkat."Bisa, Bu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status