로그인From: Arkana Rivard
Subject: My office. Now.Narine menaruh tas di meja, menyalakan laptop, berusaha pura-pura nggak peduli. Tapi jelas semua orang memperhatikan. Seperti menunggu apakah dia akan meledak atau pura-pura bebal. Detik berikutnya, notifikasi chat kantor masuk bertubi-tubi. Dari Maya.
Maya: NARINEEEE GILA APAAN TUH DI TIMELINEAAA??
Narine: Bentar. Jangan pake capslock, mata gue sakit.
Maya: INI GOSIP LO JADI SELINGKUHAN? SIMPENAN OM-OM?!!
Narine: Thor bukan om-om. Kurang tua 2 tahun biar jadi om. Dan dia sepupu gue.
Maya: YAA GUE TAU, TAPI SATU KANTOR GAADA YG TAU ITU. SEKARANG LINE GROUP HR PANASSS!!!
Narine: Santai. Gini doang?
Maya: GINI DOANG? GINI DOANG KATA DIAAA! FOTO LO DI MOBIL MALAM-MALAM JUGA KESEBAR!
Narine: Mobil itu punya gue.
Maya: DI FOTO LO KEPELUK DIAAA!!
Narine: Lo bisa matiin dulu gak capslock nya, kita tuh janjian sama kak rajan mau dinner orang ada bini nya juga di dalem
Maya: Lah orang gila tuh yang foto sembarangan
Narine: Iya kayak elu
Maya: OH PLEASEEE—
Maya membalas dengan stiker lempar kursi. Narine memijat pelipisnya. Oke, ini masalah. Tapi bukan yang nggak bisa dijelaskan. Yang bikin masalah itu manusia yang senang menelan drama murahan mentah-mentah tanpa bertanya dulu apa faktanya.
"Narine, baik-baik aja kan?" tanya Vira, salah satu rekan tim.
"Baik," jawab Narine singkat. Nggak perlu over explain. Toh mau dijelasin juga mereka nggak akan percaya.
Sampai satu kalimat itu terdengar dari salah satu sisi ruangan.
"Ya iyalah dia baik, kan punya sugar daddy yang jagain."
Tawa cekikikan menyebar. Lalu bisik sinis dari yang lain.
"Eh, lu nggak liat fotonya? Dewasa cuy cowonya."
"Iya, mukanya kaya duda 3 anak."
"Eh tapi gue denger istrinya cantik! Kasian banget istrinya ya."
Brengsek.
Narine mengepalkan tangan di bawah meja. Dia masih bisa sabar. Masih.
Ruang Arkana selalu dingin. Minimalis. Maskulin. Nggak ada dekorasi kecuali lukisan hitam-putih abstrak di dinding dan itu pun terlihat mahal. Narine masuk dengan kepala tegak. Nggak salah, nggak perlu takut.
"Pak Arkana, Anda mencar—"
"Shut the door."
Nada itu datar. Tapi berbahaya.
Narine menutup pintu. Arkana duduk di balik meja kaca hitamnya, jas navy-nya rapi.
"Duduk," katanya tanpa ekspresi.
Narine duduk. Sunyi beberapa detik. Arkana tidak bicara. Dia hanya memandangi Narine.
Seperti menunggu apakah Narine akan retak lebih dulu.
"Want to explain something?" Arkana akhirnya bicara.
"Kalau ini soal gosip yang beredar—"
"Hm," Arkana menyilangkan tangan. "Gosip? Yang kamu maksud adalah kamu dituduh jadi selingkuhan pria beristri?"
"itu tidak benar pak"
Arkana menatap layar tablet di mejanya. Swipe. Tap. Menunjukkan foto yang tadi dia lihat berseliweran di timeline. Foto Narine dan Thor di parkiran, malam hari. Thor tampak menarik Narine untuk berpelukan. Kelihatan intim. Kelihatan salah.
"Jelas kelihatan benar sekali," Arkana berkata dingin.
"Foto bisa menipu."
"Bisa." Ia menaikkan satu alis. "Tapi publik tidak peduli penjelasan."
"Yang pasti saya bukan selingkuhan thor pak."
"Hm," Arkana menyandarkan punggung. Masih datar. "Convenient."
Narine mulai panas.
"Anda pikir saya berbohong?"
"Aku pikir" Arkana menatap lebih dalam. "kamu terlalu pintar untuk melakukan hal bodoh. Tapi ternyata aku salah."
Arkana mengetuk meja pelan. Sekali. Tepat. Menghentikan kalimat Narine.
"Kamu tidak paham, Narine. Ini bukan cuma soal nama kamu. Ini soal nama perusahaan. Kamu sekarang bekerja membawa nama AUDE'C Group, bukan anak SMA yang bisa bikin drama percintaan seenaknya di tribun sekolah. Mengerti?"
Narine menggertakkan gigi. "Saya tidak membuat drama."
"Tapi kamu jadi pusat drama." Arkana balas cepat. "Dan itu sama saja."
Keduanya saling tatap. Tegang. Nggak ada yang mau kalah.
"Masalah justru datang mencarimu. Pertanyaannya kenapa?"
Tangan Narine mengepal. "Maksud bapak?"
"Kalau gosip ini sampai meledak di media, artinya seseorang sengaja menyebarkannya. Biasanya target yang dipilih tidak acak. Entah kamu menyinggung seseorang... atau seseorang ingin menyingkirkanmu."
Kalimat itu menampar. Tapi juga menyadarkan Narine benar. Ini bukan gosip biasa. Ini serangan.
"Jadi" Arkana mencondongkan tubuh. "kamu punya musuh, Miss Aldira?"
"Kalau punya pun, saya tidak pakai cara murahan."
"Hm. Masalahnya orang yang menyerangmu justru memakainya."
Hening. Lalu Arkana berkata pelan tapi tajam:
"Kamu bikin aku terlihat menoleransi skandal di perusahaanku."
Narine menatapnya dingin. "Anda selalu mengatakan tidak peduli dengan omongan orang."
"Aku peduli kalau orang bicara tentang timku."
Deg.
Itu kalimat yang tidak Narine duga keluar dari mulut Arkana.
"Tapi," Arkana kembali datar, "aku tidak suka terlihat bodoh."
"Anda tidak bodoh."
"Kalau aku mempertahankan karyawan yang ternyata selingkuhan pria beristri?"
"Itu tidak benar!" Kini nada Narine naik. "Jangan samakan saya dengan kelas murahan kayak gitu."
"Good," Arkana berkata pelan, tajam. "Mari kita buktikan"
Narine menatapnya. "Maksud Anda?"
"Saya bisa bantu kamu untuk redam gosip murahan kayak gini"
"Caranya?"
"Then jadi pacar pura-pura saya kalo gitu, kamu akan terbebas dari gosip dan kita akan saling menguntungkan" ucap Pak Arkana dengan percaya diri
"saling menguntungkan?"
Arkana tersenyum dan berkata, "Kamu terbebas dari gosip murahan ini, dan saya bisa menyenangkan kamu?"
"Partner in sex, i mean" lanjutnya dengan santai
Tatapan Arkana menantang. Panas. Ambisius.
Narine balas menatap.
"Challenge accepted."
Sudut bibir Arkana terangkat tipis. "Bagus."
Arkana menghampiri Narine sambil meilin rambut indah kecoklatan dengan wangi wood yang kuat "Oke selamat bekerja sama- sayang"
Dia meninggalkan Narine yang masih kesulitan bernafas akibat serangan mendadak seperti ini, siapa yang bisa tahan diperlakukan seperti itu oleh seorang Arkana.
'Gila gue ko gak mikir dulu sih, gimana kalo tambah rumit ni masalah'
From: Arkana RivardSubject: My office. Now.Narine menaruh tas di meja, menyalakan laptop, berusaha pura-pura nggak peduli. Tapi jelas semua orang memperhatikan. Seperti menunggu apakah dia akan meledak atau pura-pura bebal. Detik berikutnya, notifikasi chat kantor masuk bertubi-tubi. Dari Maya.Maya: NARINEEEE GILA APAAN TUH DI TIMELINEAAA??Narine: Bentar. Jangan pake capslock, mata gue sakit.Maya: INI GOSIP LO JADI SELINGKUHAN? SIMPENAN OM-OM?!!Narine: Thor bukan om-om. Kurang tua 2 tahun biar jadi om. Dan dia sepupu gue.Maya: YAA GUE TAU, TAPI SATU KANTOR GAADA YG TAU ITU. SEKARANG LINE GROUP HR PANASSS!!!Narine: Santai. Gini doang?Maya: GINI DOANG? GINI DOANG KATA DIAAA! FOTO LO DI MOBIL MALAM-MALAM JUGA KESEBAR!Narine: Mobil itu punya gue.Maya: DI FOTO LO KEPELUK DIAAA!!Narine: Lo bisa matiin dulu gak capslock nya, kita tuh janjian sama kak rajan mau dinner orang ada bini nya juga di dalemMaya: Lah orang gila tuh yang foto sembaranganNarine: Iya kayak eluMaya: OH PLE
Sudah satu bulan aku bekerja di Aude’C Group, dan satu hal yang mulai kupahami dari perusahaan ini adalah kompetisi tidak selalu datang dalam bentuk pekerjaan. Kadang ia datang dalam bentuk senyuman manis yang palsu, jabat tangan yang menusuk, dan bisikan yang menyebar lebih cepat daripada email internal.Aku kira aku mulai beradaptasi. Aku sudah terbiasa dengan ritme kerja Arkana Rivard yang tidak manusiawi. Terbiasa dengan jadwal yang berubah tiap lima menit, rapat beruntun, revisi mendadak, deadline yang menginjak leher. Dan ternyata semua itu masih lebih mudah daripada menghadapi satu hal ini:Gosip murahan.Hari itu berjalan normal sampai pukul 10 pagi. Aku baru saja kembali dari ruang rapat lantai 57 setelah mengirim dokumen revisi akuisisi yang diminta Arkana. Sambil duduk di meja, aku membuka laptop, memeriksa email, menjawab tiga permintaan jadwal yang bentrok, lalu menyiapkan agenda rapat pukul sebelas.Biasa.Hingga suara notifikasi WhatsApp kantor berbunyi lagi dan lagi ce
Baru dua hari bekerja di lantai eksekutif Aude’C Group dan aku sudah mulai sadar satu hal, reputasi Arkana Rivard sebagai bos yang tidak manusiawi ternyata masih terlalu baik untuk menggambarkan kenyataannya, dia tuh titisan setan.Pukul delapan lewat sepuluh menit. Aku berdiri di depan meja, menata ulang jadwal meeting pagi ini. Baru menyentuh komputer, suara datar itu sudah terdengar dari balik pintu kaca ruang CEO.“Narine. Masuk.”Nada perintah. Bukan panggilan. Bukan permintaan. Aku tarik napas tipis, mengetuk sekali, lalu masuk. Dia bahkan tidak menoleh. Tubuhnya tegap membelakangiku, berdiri di depan jendela besar yang memamerkan gedung-gedung SCBD.Perintah berikutnya keluar tanpa emosi, “Kenapa laporan marketing belum di meja saya?”Aku menahan diri untuk tidak mengerutkan dahi. “Itu masih dikoreksi tim finance, Pak. Baru akan—”“Saya tidak tanya alasan. Saya tanya kenapa belum di meja saya.” Ia berbalik perlahan, tangan terlipat di dada. Mata tajamnya menatapku. Entah kenapa
Happy reading dan jangan lupa kritik juga saran nya yaTidak ada yang pernah benar-benar siap menghadapi hari pertama kerja apalagi kalau pekerjaan itu menempatkanmu tepat di samping pria yang reputasinya lebih tajam dari pisau bedah: Arkana Rivard.Gedung Aude’C Group menjulang tinggi di kawasan bisnis Sudirman. Dinding kacanya memantulkan langit Jakarta yang muram pagi ini. Orang-orang bersetelan formal bergerak cepat keluar-masuk lobi, seolah tidak ada ruang untuk kesalahan atau keterlambatan.Dan di sanalah Narine Aldira berdiri, menggenggam map biru tua berisi dokumen onboarding dan kontrak kerjanya pekerjaan baru yang ia dapat hanya tiga hari setelah keluar dari perusahaan lamanya karena fitnah yang menjatuhkan namanya dalam semalam.Brakk"De cepetan dong katanya mau mandiri masa jam 7 belum siap-siap juga, kan ini hari pertama lo kerja" Pagi ku disambut dengan omelan 'Rajan' ya dia kakak ku satu satunya.Dengan berjalan didepan ku dia masih te







