Share

PART 08

       Diskusi Radit dengan Bu Ningrum terhenti oleh nada panggilan di ponselnya.

       Mengetahui bahwa yang memanggil adalah Nagita, Radit segera mengangkat ponselnya, setelah meminta maaf kepada Bu Ningrum.

      “Ya Dik, assalamualaikum ....”

      Tanpa menjawab salam, Nagita langsung saja mengutarakan maksudnya dengan nada yang masih tak ramah. Kayaknya ia masih menyimpan kemarahannya. “Ntar Mas pulang mampir dulu ke restoran! Aku dan ibu belum makan, nih!”

      “Oh, i-iya, Dik. Siap ...!”

      “Kok teleponnya hanya sebentar, Pak Radit?”

      “Oh iya, Bu. Istri saya hanya ingin menyampaikan sebuah pesan. Maaf, sampai di mana tadi, Bu?”

     Bu Ningrum menatap wajah laki-laki di depannya dengan sedikit tersenyum. Sesungguhnya, ia dapat membaca kegundahan di wajah laki-laki itu. Namun ia hanya pura-pura tidak menyadarinya saja.

        Pada saat yang sama, pikiran Radit memang sudah tidak fokus lagi. Di benaknya hanya terbayang wajah tak suka Nagita. Namun ia tetap berusaha untuk semangat dan menyingkirkan jauh-jauh semua problem pribadinya.

      Semalam, di tempat tidur,  saat ia menanyakan kembali tentang sosok pemuda yang dimuliakannya di restoran itu,  Nagita bukannya menjawab secara dewasa malah menjawab dengan nyolot. “Ini sudah malam, loh, Mas, nggak perlu ngajak aku ribu lagi. Mas itu terlalu berlebihan. Itu sama halnya Mas mencurigai aku ada apa-apanya dengan pemuda itu. Aku tidak serendah itu, Mas!”

     “Ya wajar aku punya perasaan seperti itu, karena aku ini adalah suamimu. Apakah bisa dikatakan berlebihan jika aku minta kepada Dik untuk lebih mengutamakan kepentingan keluarga sendiri daripada kepentingan orang lain yang nggak jelas seperti itu. Ingat, Dik, kau itu istri orang harus tau batas. Siapa nama pemuda itu?”

      “Apa perlunya Mas ingin mengetahui tentang dia? Itu sama halnya Mas mencurigai aku dan tak percaya sama aku!” sahut Nagita dengan suara meninggi.

      “Bagaimana Mas bisa percaya sementara kau memelihara kebohongan di rumah ini, Dik?! Kaubilang tak punya uang untuk biaya pesta ultahnya Noni tetapi nyatanya kau membiayai acara pemuda itu. Kau bilang tak bisa hadir di acara ultahnya Noni, pun alasanmu karena ada pertemuan penting di kantor! Semuanya kau berbohong, Dik! Apakah itu sikap seorang istri dan ibu yang baik?!”

     Mendapat muntahan emosi Radit seperti itu membuat emosi Nagita justru tak mau kalah. Ia segera  segera bangkit dan berdiri di samping tempat tidur dan menatap tajam dan, “Heh, Mas! Sekali lagi aku katakan. pemuda itu bukan siapa-siapanya aku! Hanya kolega aku! Jika Mas ingin mencari istri yang lebih baik dari aku, ya silakan cari sebanyak apa pun yang Mas mau! Aku juga tak terlalu risau dan nangis darah jika Mas menceraikan aku sekalipun!  Jujur, sejatinya Mas bukanlah tipe suami yang tepat buatku! Aku menikahi Mas karena keadaan saja! Level kita bagai langit dan bumi!”

      Habis membombardir suaminya dengan kata-kata keras seperti itu, Nagita langsung keluar kamar sembari membawa sebuah bantal dan selimutnya, dan dengan kasar ia membuka dan menutup kembali pintu kamarnya.

      Radit dibuat melongo. “Astaghfirullahaladziim. Mengapa dia sikapnya makin kasar dan sombong seperti itu ...?!” desahnya sembari mengelus-elus dadanya. “Ya Allah ... kenapa jodohku begitu jauh sifatnya degan sifatku??”

     Tanpa sadar air matanya menitik keluar dari kedua sudut matanya. Ada perasaan perih yang seolah-olah tengah menyayat jiwanya. Sampai semalaman ia nyaris tak mampu melelapkan penat jiwa dan raganya.

       Radit  menikahi Nagita sekitar delapan tahun yang lalu. Ia bertemu dengannya ketika bekerja di sebuah bengkel mobil di daerah Kebayoran. Nagita adalah adalah salah satu pelanggan setia bengkel tempatnya bekerja.

  

      Dulu, memang Nagita merupakan seorang gadis dari keluarga yang berada, karena papanya seorang pengusaha sukses, yang kemudian bangkrut. Nyaris seluruh kekayaan perusahaannya diinvestasikan dalam sebuah konsorsium yang ternyata bodong. Papanya Nagita jatuh sakit yang menyebabkannya meninggal. Sejak saat itu, otomatis kehidupan Nagita dan ibunya berubah seratus delapan puluh derajat. Seluruh aset perusahaan almarhum ayahnya disita oleh pihak bank untuk membayar hutang. Tak ada yang tersisa, selain mobil Honda Baleno yang sering dipakai oleh Nagita. Mobil itu pun kemudian dijual oleh Nagita atas bantuan Radit. Hasil penjualan itu dipakai untuk mengontrak rumah dan kebutuhan sehari-hari ia dan mamanya. Perusahaan tempat Nagita bekerja kala itu tiba-tiba memutuskan hubungan kerja dengannya. Uang pesangon yang diterimanya tentu harus dibelanjakan dengan irit dan hati-hati, sebab perusahaan-perusahaan yang didatanginya kemudian belum ada yang menerima lamarannya.

       Keberadaan Radit yang baik tentu menjadi hal yang baik bagi Nagita dan ibunya. Pemuda itu bisa membantu apa yang dibutuhkan, jika masih mampu ia memenuhi.

       Karena keduanya saling menyukai satu sama lain, kemudian memutuskannya untuk menikah. Setelah menikah, Radit memutuskan untuk pindah kerja di perusahaan tempatnya bekerja hingga saat ini. Dan atas bantuannya pula, sang istri bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan yang baru, sebuah perusahaan ekspor-impor yang cukup bonafit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status