Share

Bab 4. Sikap Althea

Author: Livyloly
last update Last Updated: 2025-05-09 16:44:53

Althea merasa sesak. Setiap kali ia berada di rumah ini, dadanya seperti terhimpit sesuatu yang tak terlihat, mencekik perlahan namun pasti. Tatapan mata Ibu Rigel tak pernah memancarkan kehangatan. Tak ada satu pun isyarat penerimaan dalam setiap lirikan matanya. Althea tahu, sejak awal wanita itu tidak pernah menginginkannya menjadi bagian dari keluarga ini.

Ia menyadari, dirinya dan keluarga ini berasal dari dua dunia yang berbeda. Gaya hidup mereka, cara berpikir mereka—semuanya tak sejalan. Seperti air dan minyak yang dipaksa bersatu namun tak pernah benar-benar bisa menyatu.

“Bagaimana kabarmu, Althea?” tanya Will, ayah mertuanya, dengan senyum yang tulus.

Althea mengangguk pelan dan menjawab, “Aku baik.”

Di antara seluruh anggota keluarga, hanya Will yang mampu bersikap ramah dan tulus padanya. Lelaki itu memperlakukannya seperti anak sendiri, penuh perhatian dan tanpa menghakimi.

“Jagalah Althea dengan baik, Rigel. Ajak dia jalan-jalan. Jangan kau terus-terusan larut dalam pekerjaan,” ujar Will, memecah ketegangan di ruang makan itu.

Rigel menatap Althea sejenak, sorot matanya sulit ditebak. Ada ketidaknyamanan yang samar, seolah enggan menanggapi perintah ayahnya. Tunggu dulu, kenapa lelaki itu harus menatapnya? Jelas bukan dia yang meminta hal itu.

“Aku baik-baik saja. Aku juga cukup sibuk dengan banyak aktivitas, jadi tidak merasa bosan,” sahut Althea, berusaha terdengar netral. Tidak perlu Rigel untuk menjaganya

Althea tetap mengelola usahanya sendiri—sebuah restoran kecil yang tidak mewah, tapi nyaman dan punya pelanggan setia. Itu cukup untuk memenuhi kebutuhannya, meskipun secara teknis, semua kebutuhannya bisa ditanggung oleh Rigel. Tapi setidaknya dia memiliki pegangan mandiri yang bisa dia andalkan jika kelak pernikahan ini berakhir.

“Lain kali aku akan ajak dia berlibur,” ucap Rigel tiba-tiba.

Althea menoleh cepat, sedikit terkejut. Ucapan itu tak seperti Rigel yang biasa. Ada sesuatu yang berbeda dari nada bicaranya—terlalu ringan, terlalu mudah. Lelaki itu memang sulit dibaca, namun hari ini, ia tampak lebih... mencurigakan?

Ia menghela napas panjang, berharap semua ini cepat selesai. Ia ingin kembali ke rumah, merebahkan diri di tempat tidur, dan melupakan semua kekakuan ini.

Namun begitu kelopak matanya tertutup, bayangan itu kembali menghantuinya. Mimpi gila yang membuatnya merasa kehilangan kewarasan. Mimpi tentang Rigel—tentang ciumannya yang menyusuri seluruh tubuhnya, menyisakan jejak basah di kulitnya.

Pipinya memanas. Ia tahu itu hanya mimpi, sesuatu yang tak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Rigel—suaminya—dingin seperti es. Lelaki itu tak pernah menyentuhnya, apalagi dengan hasrat seperti dalam mimpi.

Namun yang membuatnya menggigil bukan hanya isi mimpi itu, tapi kenyataan bahwa tubuhnya bereaksi nyata. Saat terbangun, bagian bawah tubuhnya benar-benar basah, dan payudaranya terasa sangat sensitif. Apakah mimpi bisa berdampak fisik sekuat itu?

Lamunannya buyar ketika suara nyaring terdengar.

“Lihat bagaimana dia mengabaikan aku! Perempuan ini tidak punya sopan santun!” seru Ibu Rigel, suaranya menusuk seperti duri.

Althea tetap diam. Ia mencoba bersabar, seperti yang biasa ia lakukan. Banyak yang bertanya, mengapa ia tetap bertahan, mengapa tidak melawan. Jawabannya sederhana—ia merasa memiliki utang budi pada keluarga ini.

Sejak awal, pernikahan ini bukan tentang cinta, melainkan perjanjian antara dua sahabat lama—kakek Althea dan kakek Rigel. Sayangnya, mereka tak memiliki anak perempuan, jadi janji itu diwariskan kepada cucu mereka.

Ayah Althea adalah sahabat dekat Will. Saat keluarga Althea mengalami masalah besar, keluarga Rigel membantu mereka. Hubungan timbal balik yang telah berlangsung selama tiga generasi itu akhirnya berujung pada satu keputusan: menikahkan Althea dengan Rigel.

Setelah ayahnya meninggal dua tahun lalu, Althea tak menyangka janji itu masih berlaku. Tapi Will menepatinya, demi menghormati persahabatan mereka. Dan Althea, yang tak memiliki siapa-siapa lagi, menerima pernikahan itu.

Selama setahun, Will memperlakukannya dengan baik. Tapi tidak dengan Ibu Rigel, yang terus menunjukkan penolakan secara terang-terangan. Dan Rigel? Lelaki itu baik, namun terlalu jauh. Mereka jarang berbicara sebelum menikah, dan setelah menikah, hubungan mereka tetap datar seperti permukaan kaca.

Apa yang membuat dia dulu berpikir Rigel bisa jadi rumah? Apakah karena tatapan pertamanya? Senyum pertamanya? Nyatanya, ia hanya terjebak dalam status tanpa makna. Suaminya seperti bayangan—ada, namun tak benar-benar hadir.

---

Mobil melaju menjauh dari kediaman keluarga Lester. Althea bersandar dan memejamkan mata sejenak, membiarkan angin masuk lewat celah kaca yang sedikit terbuka. Biarkan angin membawa semua rasa kesal dan frustasinya.

“Maaf. Aku benar-benar ada urusan mendesak, jadi terlambat,” ujar Rigel dari balik kemudi.

“Benarkah?” sahut Althea tanpa menoleh.

“Aku tidak tahu Ibu akan marah padamu,” jawab Rigel, nadanya ringan seolah tak menganggap serius.

Althea menghela napas. “Dia hanya tidak ingin menyalahkanmu. Kau pikir Ibu bodoh? Aku bahkan bisa mencium bau alkohol dan asap rokok darimu. Mana mungkin dia tidak tahu?” sahut Althea.

Suaranya tegas. Sudah cukup satu tahun ia menahan semuanya. Ia tak ingin terus jadi tameng untuk kesalahan yang bukan miliknya. Apa pun yang Rigel lakukan di luar sana bukan urusannya, tapi jangan jadikan dirinya pelindung dari tanggung jawab. Dia bukan orang yang harus menanggung semua kesalahan Rigel hanya karena ia adalah istri Rigel.

“Kau...?” Rigel terlihat sedikit terkejut, kalimatnya terputus.

“Aku benar-benar lupa,” ucapnya akhirnya, seolah semua itu hanya hal kecil.

“Lupa atau pura-pura lupa, itu masalahmu. Tapi mulai sekarang, jangan ubah kebiasaan kita. Lebih baik tetap seperti biasanya,” ujar Althea tegas.

Ia baru sadar, percakapan mereka paling banyak terjadi saat sedang emosi. Saat semuanya baik-baik saja, mereka hanya bicara seadanya, paling tidak lebih dari enam kata.

Aneh. Tapi untuk pertama kalinya, Althea merasa lega. Ia akhirnya menjadi dirinya sendiri di hadapan Rigel. Meski begitu, ada yang mengganggunya. Ia sempat melihat sudut bibir Rigel terangkat—senyum? Untuk apa?

Apa yang membuatnya tersenyum? Ia yakin bukan kata-katanya. Senyum itu seperti teka-teki yang belum punya jawaban. Lelaki itu memang membingungkan. Tenang, dingin, namun terlalu terkontrol.

Tak ada manusia yang bisa selalu netral tanpa terganggu apa pun... bukan?

“Ternyata kau banyak bicara,” komentar Rigel, nada suaranya datar.

Althea melirik ke arahnya. Apakah itu bentuk sindiran? Atau hanya pernyataan polos?

“Aku memang banyak bicara sejak dulu,” jawabnya santai.

“Tapi selama satu tahun ini, kau menahan diri,” balas Rigel.

Althea tersenyum tipis. “Aku hanya begitu padamu,” ujarnya, kali ini dengan nada yang lebih tajam.

Hanya kepada Rigel-lah ia merasa mati kata. Pada pelayan, pada Maria, ia bisa bicara berjam-jam. Tapi dengan suaminya sendiri, seolah semua kata terhenti di tenggorokan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 8. Malam panas

    Althea tidak bisa tidur malam itu. Tubuhnya terasa panas, seolah ia terperangkap dalam ruang sempit yang pengap. Jantungnya berdebar, pikirannya penuh dengan rasa khawatir dan ketakutan yang tidak jelas bentuknya. Ia merasa tubuhnya terjaga, terlalu siaga, dan napasnya pendek-pendek.Di belakangnya, Rigel juga tampak gelisah. Ia bisa merasakan gerakan samar dari lelaki itu. Tentu saja, mereka tidak bisa tidur seperti biasa. Hubungan mereka telah berubah, dan perubahan itu menjauhkan mereka dari garis awal yang dulu sempat mereka sepakati.Namun yang membuat Althea benar-benar tidak habis pikir adalah cara pikir Rigel yang begitu paradoks. Lelaki itu bisa bicara dengan nada penuh ketegasan, membangun batas seolah semua terkendali, tetapi kemudian meluluhkan batas itu sendiri dalam tindakan yang membuat Althea limbung. Apa maksud dari kata-katanya semalam? Bahwa ia bisa menjadi apa pun yang Althea butuhkan—sebagai suami, teman, atau sesuatu yang lebih dalam?Wajah Althea memanas saat me

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 7. Anggap semua tidak terjadi.

    Pagi datang perlahan, membawa cahaya lembut yang menyusup lewat celah tirai. Udara kamar masih terasa hangat, sisa dari malam yang begitu intens—malam yang mengguncang batas dan memecah dinding yang selama ini berdiri kokoh di antara mereka.Rigel terbangun lebih dulu. Ia membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar tanpa benar-benar melihat apa pun. Masih ada detak di dadanya, bukan karena kelelahan, tapi karena kebingungan yang menghantui sejak malam itu berakhir. Ia menoleh ke samping.Althea masih tertidur. Wajahnya tenang, nafasnya teratur. Namun ketenangan itu justru membuat Rigel semakin tak pasti. Ia menatapnya lama, mencoba menebak apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi pikirannya seperti labirin—penuh jalan buntu.Tak lama, Althea mulai bergerak. Tubuhnya menggeliat pelan sebelum akhirnya matanya membuka, perlahan seperti enggan. Tatapan mereka bertemu.Diam.Sejenak, waktu seperti berhenti.“Pagi,” ucap Althea akhirnya. Suaranya pelan, serak, namun datar. Tidak pe

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 6. Ternyata bukan Mimpi

    Rigel merasa gelisah. Beberapa hari ini, ada perubahan yang terasa sangat jelas pada Althea. Istrinya itu, yang selama ini selalu tampak tenang dan perhatian, kini tampak jauh dan terhindar. Ada sebuah jarak yang tak bisa dijelaskan, sebuah ketegangan yang belum pernah ada sebelumnya. Rigel mulai berpikir, apakah sikapnya yang menyebabkan ini? Apa yang telah ia lakukan untuk membuat Althea begitu menjauh? Apakah Althea tahu? Apakah dia mulai curiga terhadapnya? Rigel merasakan hati yang semakin berat dengan setiap detik yang berlalu, semakin terperangkap dalam pikirannya. Dia merasa seperti seorang lelaki yang tak tahu harus berbuat apa, dengan perasaan malu yang menyesakkan dadanya. Betapa buruknya jika Althea sampai mengetahui hal yang telah terjadi. Namun, meski rasa bersalah itu datang, ada sesuatu yang tak bisa dia pungkiri. Hanya dekat dengan Althea, hanya dengan menyentuhnya, hatinya bisa merasa sedikit lebih tenang. Althea adalah satu-satunya yang bisa membuatnya merasa hidu

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 5. Jadilah Dirimu Sendiri

    Malam itu, untuk pertama kalinya Rigel menyadari bahwa istrinya bukanlah sosok yang tenang dan patuh seperti yang selama ini ia bayangkan. Althea, perempuan yang telah menjadi istrinya selama satu tahun, ternyata memiliki lidah tajam dan keberanian yang mengejutkan. Nada bicaranya membara, penuh semangat—berbeda jauh dari ekspresi datar dan senyuman kaku yang biasa ia tampilkan.Selama satu tahun, Althea menyembunyikan dirinya dengan sangat baik. Rigel sempat mengira ia adalah tipe wanita penurut, yang akan menjalani hidup pernikahan tanpa banyak suara, mengikuti alur seperti air. Tapi malam ini segalanya berubah. Dan yang paling mencengangkan adalah, Rigel tidak merasa kesal. Justru sebaliknya, ia menikmati momen itu. Mendengar Althea berbicara panjang lebar memicu gairahnya, seolah-olah sisi lain dari wanita itu adalah teka-teki yang ingin ia pecahkan.“Apakah ini hanya karena masa birahiku?” pikir Rigel. Sentuhan yang sempat ia lakukan pada tubuh Althea beberapa malam lalu terus be

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 4. Sikap Althea

    Althea merasa sesak. Setiap kali ia berada di rumah ini, dadanya seperti terhimpit sesuatu yang tak terlihat, mencekik perlahan namun pasti. Tatapan mata Ibu Rigel tak pernah memancarkan kehangatan. Tak ada satu pun isyarat penerimaan dalam setiap lirikan matanya. Althea tahu, sejak awal wanita itu tidak pernah menginginkannya menjadi bagian dari keluarga ini.Ia menyadari, dirinya dan keluarga ini berasal dari dua dunia yang berbeda. Gaya hidup mereka, cara berpikir mereka—semuanya tak sejalan. Seperti air dan minyak yang dipaksa bersatu namun tak pernah benar-benar bisa menyatu.“Bagaimana kabarmu, Althea?” tanya Will, ayah mertuanya, dengan senyum yang tulus.Althea mengangguk pelan dan menjawab, “Aku baik.”Di antara seluruh anggota keluarga, hanya Will yang mampu bersikap ramah dan tulus padanya. Lelaki itu memperlakukannya seperti anak sendiri, penuh perhatian dan tanpa menghakimi.“Jagalah Althea dengan baik, Rigel. Ajak dia jalan-jalan. Jangan kau terus-terusan larut dalam pek

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 3. Sentuhan Rahasia

    Pagi harinya, Rigel merasa sedikit lebih baik, meskipun semalam dia belum cukup puas menyentuh Althea. Tapi tidak masalah, setidaknya bisa sedikit mengurangi efek periodenya. namun, perasaan canggung terus mengikutinya. Ketika Althea mengeluh tentang rasa sakit di tubuhnya, Rigel merasa semakin gelisah. Ada perasaan bersalah yang muncul, tetapi dia berusaha berpura-pura seperti biasa, tidak ingin Althea tahu apa yang sebenarnya terjadi malam tadi. Jika tidak bagaimana dia akan menghadapi wanita itu kedepannya.Dia yang pertama mendirikan tembok pembatas setinggi gunung dalam hubungan ini. Tapi dia juga yang pertama melewati batas, bahkan bersikap tercela dengan menyentuh istrinya diam-diam seperti penjahat cabul.Althea sendiri tampak tidak peduli dengan sikapnya, seakan jarak yang semakin lebar di antara mereka bukanlah masalah bagi wanita itu. Althea tidak pernah menuntut apapun, wanita itu benar-benar berada pada batasannya.Mereka berbicara seperti biasanya, namun Rigel tidak bisa

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 2. Rahasia Rigel

    Rigel menyandarkan tubuhnya di kursi kerja, menekan pelipisnya yang berdenyut hebat. Pekerjaan yang menumpuk di hadapannya terasa kabur dan membingungkan. Pandangannya mulai mengabur, tubuhnya terasa panas, dan napasnya berat. Dia tahu betul apa yang sedang terjadi. Periode itu datang lagi-fase yang selalu datang satu bulan sekali, membuat tubuh dan pikirannya dikuasai oleh hasrat liar yang sulit dijelaskan.Dia bukan anak kecil lagi. Lelaki berusia dua puluh sembilan tahun itu sadar betul bahwa tubuhnya berbeda dari pria biasa. Ada sesuatu yang tidak bisa ia kendalikan, dan selama ini, dia hanya bisa meredakannya dengan cara-cara yang tidak pantas disebutkan dalam lingkaran terhormat. Dulu, sebelum menikah, dia bisa dengan bebas melampiaskan semuanya. Pesta-pesta topeng, wanita-wanita asing tanpa nama-semuanya bebas dia cicipi, tanpa ikatan, tanpa beban.Namun sekarang dia adalah suami. Suami dari Althea."Marco, siapkan mobil. Aku pulang sekarang," ujarnya pelan namun tegas.Marco,

  • Setahun Diabaikan Kini Jadi Kecanduan   Bab 1 pernikahan tanpa cinta

    Althea merapikan dirinya, lalu beranjak menuju ruang pakaian untuk menyiapkan pakaian kerja sang suami.Suami yang dinikahinya satu tahun lalu-Rigel Lester.Lelaki tampan dan tak bercela. Kekayaan serta kekuasaan yang dimilikinya menjadikannya sosok yang ditakuti di industri ini.Ya, dia adalah suaminya-pria sempurna untuk wanita seperti Althea, yang bahkan tak bisa dibandingkan dengan lelaki itu. Bahkan setelah setahun menikah, Althea tak pernah merasa benar-benar dianggap sebagai istri. Tatapan dan kata-kata Rigel selalu disertai jarak. Dingin. Formal.Rigel Lester.Nama itu bahkan tak pernah Althea ucapkan, begitu pula namanya yang tak pernah keluar dari mulut lelaki itu.Mereka berada dalam kamar yang sama, namun tak ubahnya dua orang asing yang hidup bersama."Aku sudah siapkan pakaianmu. Lihat, dan jika ada yang tidak kau su-""Tidak ada. Pergilah," potong Rigel.Althea tak terkejut. Ucapan itu sudah seperti naskah hafalan mereka. Percakapan yang terjadi setiap hari seolah hanya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status