Share

4. Sebatas Sahabat

Author: pramudining
last update Last Updated: 2022-07-25 11:00:44

 Happy Reading

*****

"Apaan sih, Mas?" sanggah Risma, "datang-datang malah nuduh yang nggak jelas. Zikri itu sahabatku dari bayi. Lagian kami bertetangga. Wajar dong dia main ke sini."

"Kamu anggap hal ini wajar? Ikut aku!" Riswan menarik pergelangan tangan istrinya. Masuk ke kamar mereka ketika berkunjung.

Ayahnya menatap bingung. Sementara dua wanita yang sejak tadi berjibaku di dapur tergopoh penasaran.

"Lepas, Mas! Sakit tahu," pinta Risma sambil tangannya berusaha melepas cekalan sang suami.

"Maaf," ucap Riswan. Dia melihat tangan dang istri memerah. "Mas nggak suka lihat kamu deketan sama Zikri."

"Kenapa nggak suka? Aku, kamu larang deket sama Zikri. Lalu, kenapa kamu masih deket sama mantanmu?" Risma menatap nyalang, seolah menantang kemarahan suaminya.

"Mantan yang mana?"

"Oh!" jawab Risma kaget. "Mantanmu banyak berati, ya. Semakin mantap aku untuk berpisah."

"Risma!" teriak Riswan penuh emosi. "Buang jauh-jauh pikiran negatifmu. Aku nggak seperti yang kamu pikirkan."

Suara keras pertengakaran keduanya membuat Zikri merasa bersalah. Dia memutuskan untuk pulang. Sementara orang tua Risma saling menatap penuh kesedihan. Mengapa menantu dan putrinya bisa bertengkar hebat seperti itu.

"Pelankan suaramu, Mas. Ini rumah Ayah bukan rumah kita sendiri."

"Kamu yang terus memancing emosiku. Ayo pulang sekarang juga. Kita selesaikan semua di rumah."

"Nggak!" kata Risma kekeh. "Aku mau nginep aja. Lagian buat apa pulang ke rumah. Toh kehadiranku nggak pernah kamu anggap."

Riswan menjambak rambutnya sendiri. Setengah frustasi mengahadapi keadaan istrinya yang semakin hari semakin susah diarahkan. "Ayo pulang. Mas nggak mau Ayah sama Ibu berpikir macam-macam."

"Lebih baik mereka tahu apa permasalahan pernikahan kita. Daripada semakin membuat mereka kecewa dengan harapan-harapan indah."

Habis sudah kesabaran lelaki itu. Dia keluar kamar setelah berkata akan menginap di rumah mertuanya. Saat akan mengambil minuman di dapur. Terasa sentuhan pada bahunya. Riswan menoleh dan mendapati tatapan sedih Rini Wahyuni, ibunya Risma.

"Ibu mau ngomong, Mas. Boleh?" ucap Rini.

"Boleh, Bu." Riswan mengeser kursi di meja makan.

"Mas Riswan cemburu sama Zikri?"

Riswan menatap sang ibu mertua. "Saya nggak cemburu, Bu. Risma nggak ngomong kalau niatnya jenguk njenengan itu mau ketemu Zikri. Saya cuma takut terjadi fitnah. Bukankah hubungan apa pun tentang dua insan berbeda jenis kelamin akan selalu rentan gosip dan omongan jelek."

"Masak Risma nggak ngomong sama Mas Riswan?" Pertanyaan Rini diangguki. "Apa dia juga nggak ngomong kalau mau nginep?" Lagi-lagi gelengan sang menantu yang didapat. "Kalian lagi bertengkar, Mas?"

Lelaki itu menarik napas panjang. Mana mungkin menceritakan hal sebenarnya. "Kami nggak sedang tengkar, Bu. Tadi pagi nggak sempat ngasih kabar kalau Risma sudah di rumah. Ada banyak kerjaan di warung. Maaf, nggeh." Ucapan itu tulus keluar darinya.

Baru saja keduanya menyelesaikan percakapan suara seorang gadis kecil berumur 14 tahun melengking. "Mas, Riska kangen banget. Lama sekali nggak datang njenguk," katanya.

Gadis yang tak laim adalah adik Risma, langsung memeluk Riswan dari belakang. Dia memang selalu saja manja pada sang kakak ipar. Mungkin karena tidak pernah memiliki saudara laki-laki, jadi sikapnya begitu.

"Eh, salim dulu, Dik. Kok langsung nemplok aja," protes Rini.

Riska nyengir kuda. "Maaf, lupa."

"Anak perawan jangan suka kelapan. Masak jam segini baru pulang. Hayo, dari mana?" Riswan sudah menganggap Riska adiknya sendiri, jadi tidak sungkan untuk menggodanya.

"Baru pulang les, Mas," jawab Rini. Dia menarik kursi di sebelah kakak iparnya dan mulai meminum air putih. "Jangan suuzon, deh."

"Bukan suuzon, Dik. Pergaulan anak jaman sekarang tuh nakuti. Nggeh kan, Bu." Rini menggut-manggut menjawab pertanyaan menantunya.

"Nggak boleh dipukul rata gitu, ih. Adik lain dari yang lain. Nggak mau juga pacaran. Mending langsung nikah kayak Mbak sama Mas. Lebih enak kayaknya." Gadis itu nyerocos.

"Enak apanya, Dik." Suara Risma terdengar menyahut di belakang mereka.

"Kakak," teriak Riska. Merentangkan tangan dan berlari memeluk. Sudah seperti film kartun saja. Keduanya berpelukan.

"Udah besar, jangan manja, ih." Risma mencium adiknya gemas.

Rini, hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingah putri bungsunya. Mau gimana lagi, semua memanjakan gadis itu. "Ibu ke kamar dulu, ya. Kalian terusin dah kangen-kangenannya. Kasihan Ayah sendirian."

"Udah tua, Bu. Jangan suka berduaan, ih. Bisa-bisa punya dedek lagi aku." Riska mengedipkan mata lucu membuat semua yang di sana tertawa.

"Minta dedek sama kakakmu. Ibu udah nggal bisa ngasih dedek lagi." Sekenanya, Rini membalas godaan putrinya.

"Kakak, Mas," panggil Riska, "kapan, nih, ponakan aku lahir."

Risma membuang muka, menarik napas panjang dan melotot pada suaminya. "Tanya masmu kapan bisa ngasih ponakan. Kakak nggak bisa jawab. Dah, ah, Kakak ngantuk." Dia berbalik arah kembali ke kamar.

Riswan memejamkan mata. Selalu saja hal anak menjadi pemantik kemarahan istrinya. "Sabar, Dik. Nanti kalau udah Allah amanahkan. Kamu pasti bakal punya ponakan."

"Jangan lama-lama, Mas." Riska mengerlingkan mata. "Ya, udah. Adik mau bersih-bersih dulu. Udah malam juga."

Tinggallah Riswan sendiri di meja makan. Kepalanya terasa pening sementara di bawah sana terus saja berdenyut. Selalu saja begitu ketika pikirannya ruwet.

Dia berdiri dan melangkah ke ruangan lain. Tak mungkin jika tetap berada di meja makan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status