Share

3. Sang Mantan

Happy Reading

******

"Mungkin aku nggak bisa bantu, tapi ada salah satu rekan yang akan mendengar semua keluhan dan memberi solusi. Lagian nggak enak juga kalau kamu harus konsul ke aku. Akan ada fitnah pastinya." Perempuan berjilbab dengan jas warna putih dan senelli di bahunya berjalan beriringan dengan Riswan.

"Terima kasih, sudah mau membantu." Riswan mengatupkan dua tangannya.

"Sama-sama. Sudah tugasku sebagai dokter untuk membantu pasiennya." Perempuan bernama Iklima Rahayu. Dia adalah salah satu perempuan yang dulunya dekat dengan Riswan. Cukup populer sebagai kekasih si lelaki.

"Gimana kabar si kecil?"

"Sudah lama kayaknya kamu nggak ketemu sama Dara. Mainlah ke rumah sesekali jangan ngurus persatean melulu." Iklima tertawa, nyaris melupakan bahwa sekarang dia sedang di rumah sakit tempatnya dinas.

"Ya gimana kalau nggak ngurus sate. Mau makan apa aku? Secara aku bukan pegawai negeri sepertimu" Riswan tertawa, tetapi di dalam hati merasakan sakit yang teramat. "Aku pulang dulu, ya. Tolong kabari secepatnya karena aku sangat butuh konsul dengan dokter itu."

"Siap, Pak."

Keduanya berpisah di parkiran. Satu yang tak pernah diketahui oleh dua orang tadi bahwa ada seseorang yanv tengah mengabadikan kebersamaan mereka.

*****

Menjelang siang, Risma pergi ke dapur. Perutnya meronta untuk segera diisi. Menangis dan meratap ternyata sungguh sangat melelahkan dan membuat lapar. Ditambah foto kiriman sahabatnya tadi.

Keadaan rumah masih sepi, Ayah dan ibunya masih berada di toko. Mungkin mereka baru akan kembali jam tiga sore. Artinya, Risma punya banyak waktu menumpahkan semua tangisannya.

Lamunannya kembali pada foto yang dikirim oleh si sahabat. Perkiraannya selama ini benar. Riswan masih belum bisa melupakan sosok Iklima. Betapa bodoh dirinya sudah percaya pada lelaki itu karena menerima perjodohan mereka. Kristal bening mulai menggenangi pelupuk mata Risma.

Suara tetesan air yang jatuh mengenai tungku kompor mengusik indera. Dia terlonjak dan segera mematikan. Mi yang dibuatnya meluber, airnya keluar dari panci.

"Astagfirullah. Tega kamu mengkhianatiku dan juga seluruh keluarga kita."

Tengah asyik menyantap mi buatannya. Seseorang menepuk bahu Risma. "Sudah lama datang, Ris? Mana Riswan kok nggak ikut makan," tanya ibunya, "tahu kalian ke sini, Ibu nggak bakal ikut Ayah ke toko."

"Mas Riswan nggak ikut, Bu. Dia ada pesenan untuk acara hajatan pernikahan." Risma berusaha tak menatap wajah orang tuanya. Takut mata sembabnya diketahui.

"Tumben." Ibunya yang bernama Rini mengerutkan kening. "Kalian nggak sedang tengkar, 'kan?"

"B aja, Bu. Kan sering juga aku pulang tanpa Mas Riswan."

"Iya, tapi biasanya suamimu itu nganterin dulu. Kalau nggak ada Ayah sama Ibu di rumah pasti telpon. Kok ini nggak ngasih kabar apa2. Kamu makan sama apa?"

"Lagi terburu tadi, Bu." Risma berdiri sambil membawa piring kotor bekas mi tadi.

"Ya, sudah. Penting kalian nggak lagi tengkar aja."

"Bu, aku pengen nginep malam ini, ya. Boleh, kan?" teriak Risma sambil mencuci piring.

Langkah ibunya terhenti di undakan pertama tangga. "Pamit sama suamimu dulu. Ibu nggak bisa ngasih ijin sebelum dia mengiyakan."

Risma manyun. Bakal panjang urusannya kalau sampai minta ijin sama Riswan. Lagian dia masih sangat jengkel sekarang. Mending dia telepon sahabat karibnya saja dan memintanya datang menemani.

Setelah beres mencuci piring, Risma masuk kamar. Mulai menghubungi Zikri Amrullah. Cukup dua kali deringnya terdengar. Lelaki pemilik lesung pipi itu segera menjawab.

"Assalamualaikum," sapa Zikri di seberang, "tumben Ndut telpon? Pasti suami nggak di rumah, ya?"

"Cerewet," balas Risma, "kalau nggak ditelpon bilangnya lupa temen. Gimana, sih."

"Orang salam itu dijawab dulu. Kebiasaan nyerocos aja."

"Kamu tuh bikin aku lupa," kata Risma, "Waalaikumsalam."

"Inget status. Jangan sampai lupa sama dia." Zikri terdengar mengeluarkan tawa. Entah mengejek atau bagaimana.

"Kalau aku pasti inget. Entah kalau dia. Inget punya istri aku, apa nggak?"

Suara Risma mulai terdengar bergetar oleh sahabatnya. "Hust! Jangan suuzon sama suami."

"Aku nggak suuzon, tapi kenyataannya begitu." Getaran suara Risma makin jelas terdengar.

"Oke... oke, aku percaya. Sekarang katakan. Kenapa nelpon?" Zikri tidak akan bisa mendengarkan tangisan sahabatnya itu.

"Main ke rumah, ya, malam ini?" pinta Risma dengan suara memelas.

"Ogah! Suamimu galaknya dah ngalahin ibu tiri aja." Selesai dengan perkataannya, Zikri mendengar suara keras Risma. "Ketawain aja terus. Seneng banget kalau aku menderita. Nggak inget kejadian seminggu setelah kalian menikah?"

"Aku lagi di rumah Ayah. Tenang aja, dia nggak bakalan marah."

"Beneran? Tumben dibolehin ke rumah Ayah?"

"Ntar aku ceritain pokoknya kamu datang aja ke sini. Sekalian ajak bocil, ya. Kangen emek-emek pipinya." Tawa pun memenuhi percakapan mereka kembali.

*****

Celoteh si kecil Hilmi Ahmad, putra Zikri memenuhi ruang tamu keluarga Lutfi. Di dapur, Rini beserta istrinya sang sahabat tengah mencoba resep baru. Suatu kebahagiaan tersendiri bagi keluarga itu karena sehari-hari rumah mereka terasa sangat sepi.

"Suruh temenmu cepet beranak, Zik," pinta Lutfi menggoda putrinya.

"Ayah kalau ngomong. Berasa aku sapi aja pake kata beranak."

"Lha gimana. Udah setahun nikah juga belum brojol cucu Ayah." Lutfi memgambil Hilmi dari pangkuan Risma. Menggoda dengan menciumi seluruh wajah. "Nggak kasihan sama Ayah."

Zikri yang melihat perubahan raut wajah Risma, menggelengkan kepala. Tanda bahwa sang sahabat tak boleh menyanggah kalimat Lutfi. "Bentar lagi kayaknya, Om," timpalnya, "lemburin dong, Ndut, ngadonnya biar cepet jadi."

Baru saja bibir Zikri terkatup rapat. Sebuah suara terdengar tak suka dengan ucapannya. "Ya kali kami ngadon mesti ngasih tahu dirimu. Nggak bakalan ngomong juga kalau kita lagi lembur." Lelaki yang tak lain adalah Riswan itu mengambil tangan sang mertua lalu mencium takzim.

"Woy, selow, Mas. Lagian aku cuma canda, kok." Zikri mencoba mencairkan emosi Riswan.

"Bercanda ada tempatnya. Lagian ngapain kamu datang ke sini saat Risma ngga sama aku? Kalian sengaja janjian di belakangku, ya?"

Semua pasang mata yang ada di ruang tamu itu menatap Riswan dengan tatapan aneh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status