Home / Rumah Tangga / Setahun Tanpa Sentuhanmu / 5. Pertengkaran Terulang

Share

5. Pertengkaran Terulang

Author: pramudining
last update Last Updated: 2022-07-26 07:42:28

*****

Puas melampiaskan keinginannya yang tak bisa dicegah, Riswan keluar kamar mandi di dekat dapur. Saat itu, Risma baru saja turun untuk mengambil minum. Dilihatnya sang suami dengan rambut basah dan wajah yang terlihat segar.

"Mas mandi malam-malam? Terus pake handuk sama sabun siapa?" Risma mulai mengintimidasi. Matanya awas menatap Riswan dari ujung kaki hingga kepala.

Ditanya seperti itu oleh istrinya, Riswan gelagapan. "Aku gerah, Ris, jadi mandi. Ada sabun cair di dalam. Ibu juga naruh tumpukan handuk di lemari kecil dekat bak."

"Emang dari warung belum mandi?" Risma masih terus mengejar.

"Ya belumlah. Dari warung tadi aku langsung ke sini. Rencana jemput kamu, tapi ternyata kamu minta nginep." Riswan sudah seperti maling yang akan tertangkap. Padahal, hanya hal sepele. Dia sering melakukannya juga di rumah. Mandi tidak pada umumnya.

Sekarang, semenjak sang istri menuntut haknya. Hal sekecil apa pun yang memicu kecurigaan Risma akan menjadi pertanyaan besar dan berkepanjangan. "Biasanya juga di rumah Mas mandi malam-malam. Kalau gerah ya mandi aja. Kenapa sekarang kamu kelihatan curiga gitu?"

Risma melengos. "Gimana nggak curiga. Kamu belum pernah menyentuhku setahun ini. Sekarang, malam-malam kamu mandi dan mencuci rambut. Kamu nggak sedang jajan di luar, 'kan?"

"Jajan gimana maksudmu?" Riswan mulai terpancing amarah. Suka sekali perempuan satu itu membuatnya naik darah.

"Ya, kali. Kamu punya wanita simpanan di luar sana sampai jijik buat menuhi hakku."

"Risma! Ingat, ini rumah Ayah dab Ibu bukan tempat tinggal kita sendiri. Jaga ucapanmu!" Riswan meninggalkan istri sendiri di depan dispenser.

Tak mau kalah, perempuan itupun mengikuti langkah sang istri. "Kamu takut kalau keluarga kita tahu kebusukanmu selama ini?" Suara Risma melengking keras.

Sebagai suami, Riswan hanya bisa mengembuskan napas lelah. Harapannya satu, kali ini semoga sang mertua dan adik ipar tidak mendengar perkataan keras istrinya. Dia memegang pergelangan Risma erat, memaksanya masuk ke dalam kamar.

"Kalau niatmu cuma ingin bertengkar dan menyoal tentang hal itu saja. Sebaiknya kita pulang sekarang." Si lelaki mulai kehilangan kesabaran.

"Nggak. Aku mau nginep di sini. Kalau mau pulang. Ya, sana. Nggak usah sok peduli. Toh kamu sudah sering menyakiti perasaanku." Perempuan itupun mengibaskan cekalan tangan sang suami. Menaruh gelas yang berisi air dan naik ke pembaringan.

Mungkin sampai beberapa hari dia akan menginap di rumah orang tuanya. Toh sama saja dia pulang. Setiap kali melihat sang suami, Risma akan selalu menuntut haknya.

"Baiklah kalau maumu seperti itu. Aku pulang sekarang. Jangan menyesal kalau sampai Ayah atau Ibu mencecar banyak pertanyaan nanti."

*****

Dua hari sudah Risma menginap di rumah orang tuanya. Selama itu pula, Riswan sama sekali tidak berniat menemani atau menjemputnya. Semakin yakin bahwa lelaki itu tidak mencintai dan peduli padanya. Perempuan itu berniat menceritakan hal sebenarnya pada seluruh keluarga.

"Kenapa melamun, Nduk? Tanya Lutfi di sela kegiatannya menonton tayangan sepok bola. "Ini sudah malam ketiga kamu menginap di rumah. Mengapa suamimu belum juga menjemput? Apa dia masih marah dan cemburu pada Zikri?"

"Nggak gitu, Yah. Mas Riswan lagi sibuk sama pembukaan warung yang deket pasar itu. Ayah tahu sendiri kalau dia nggak bisa percaya sama orang lain. Semua harus ditangani sendiri. Makanya, aku nginep di sini. Di rumah sendirian itu nggak enak, lho, Yah." Risma bergelayut pada lengan kanan ayahnya, manja.

"Makanya cepet punya momongan." Lutfi mencium pucuk kepala putrinya penuh kasih sayang. "Suamimu itu sudah mapa secara ekonomi. Dia juga anak tunggal kalau kalian terus nunda momongan kasihan sahabat Ayah. Dia pengen banget nimang cucu."

"Enggeh, Yah. Aku juga lagi usaha, tapi kalau masih belum dipercaya sama Allah untuk diberi amanah mau gimana lagi." Sudut indera Risma memanas.

Elusan lembut, diberikan Lutfi. Dia sendiri pernah mengalami kesulitan mendapatkan momongan. Hinga hampir dua tahun pernikahan barulah Risma hadir dalam rahim Rini. "Kamu dan Mas Riswan sudah pernah cek ke dokter?" tanya lelaki yang masih terlihat tampan.

"Belum, Yah. Mas Riswan belum punya waktu." Setelah ini, kebohongan apalagi yang akan keluar dari mulut perempuan itu. Risma sangat lelah dengan kondisi rumah tangganya. "Yah, aku mau bobok dulu, nggeh?"

Masuk ke kamarnya, tangis Risma pecah. Berapa lama lagi, dia harus menyembunyikan semua kebenaran bahwa pernikahan yang diharapkan oleh dua keluarga itu sedang tidak baik-baik saja. Mencoba mencari ketenangan, dia menghubungi suaminya. Namun, jempolnya lebih tertarik melihat postingan Riswan pada aplikasi bersimbol telepon warna hijau.

Jarang sekali suami Risma itu membuat status. Mata Risma membulat ketika apa yang dilihatnya sungguh diluar nalar. Tega sekali suaminya itu bersenang-senang sedangkan dia di rumah ayahnya tengah pusing memikirkan hubungan pernikahan mereka.

"Jadi, masihkah aku percaya bahwa kamu mencintaiku, Mas. Nyatanya, dia lebih menarik daripada istri sahmu."

Tangis Risma pecah, tak ada lagi harapan untuk hubungannya dengan Riswan. Entah apa maksud suaminya mengunggah foto kebersamaan bersama sang mantan dan putrinya. Jika memang ingin kembali, mengapa tak menceraikannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   2 14. Kebahagiaan Sesungguhnya

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, selesai salat subuh, Risma sudah disibukkan dengan antusias anak-anaknya agar dia dan Riswan bersiap-siap. Selesai sarapan Fattah dan Hirawan mengantar orang tuanya ke bandara."Pokoknya Papa sama Mama kudu seneng-seneng di sana. Nggak usah mikirin apa pun. Mas sama adik yang akan mengurus semua pekerjaan Papa selama liburan. Manfaatkan waktu seminggu buat berduaan dan happy-happy," kata Fattah meyakinkan kedua orang tuanya. "Bener kata Mas Fattah. Setelah liburan satu minggu, baru mikir lagi tentang rencana pernikahan," Hirawan menambahkan perkataan saudaranya. Kedua pasangan itu cuma tersenyum menanggapi semua perkataan putra-putranya. Tak bermaksud menjawab ataupun membantah apa yang meraka katakan. Sampai masuk bandara dan para pengantar tidak bisa masuk lagi. Sebelum berpisah dengan kedua orang tuanya, Hirawan membisikkan sesuatu pada Risma. "Ma, jangan lupa pesen Adik semalam. Pulang-pulang harus ada kabar baik bahwa Awan bakalan punya adi

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   213. Ulang Tahun Pernikahan 2

    Happy Reading*****Mengendari kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata. Wajah Fadil membayangi pikiran Riswan. Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah berada di depan gerbang. Suara klakson dibunyikan agar keluarganya tahu bahwa dia sudah tiba saat ini. Namun, suasana rumah sangat sepi dan sunyi, hanya ada mobil Fattah.Risma turun dengan kaki gemetaran, takut sesuatu yang buruk terjadi. Apalagi melihat mobil si bungsu tidak terparkir di halaman. Lampu ruang tamu sudah padam. Mungkinkah mereka sedang pergi dengan mengendarai mobil Hirawan. Risma menoleh pada suaminya. "Pa, rumah sepi. Apa yang terjadi pada Ayah?" "Masuk, saja." Tanpa mengetuk, Riswan memutar knop pintu, dengan mudah dia membukanya karena memang tidak terkunci. "Happy anniversary, Mama, Papa," teriak Fattah, Hirawan, dan menantu mereka. Riswan dan Risma saling pandang. Keduanya maju dan memukul lengan anak-anak mereka. Tak luput juga Rosma dan Senja yang memegang kue bertuliskan selamat ulang tahun pernikahan.

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   212. Ulang tahun Pernikahan

    Happy Reading*****Pulang dari rumah keluarga besannya, Riswan membelokkan kendaraan ke arah lain. Sang istri rupanya belum menyadari hingga sampai di persimpangan yang cukup jauh dari rumah mereka. "Lho, Pa, kita mau ke mana?" tanya Risma sedikit heran saat suaminya berbelok ke sebuah restoran tempat anak-anak remaja nongkrong. Restoran modern yang sedang viral di sosial media. "Papa lapar, Ma. Boleh, dong, mampir sebentar dan ngicipi makanan yang lagi viral saat ini. Turun, yuk," ajak Riswan. Lelaki itu sengaja membantu sang istri untuk membukakan sabuk pengaman yang dikenakan. "Kok lapar lagi, Pa? Kan, tadi sudah makan di rumah Mbak Iklima," tanya Risma heran. "Ya, gimana. Emang masih lapar. Ah, Mama kayak nggak tahu napsu makan Papa akhir-akhir ini." Riswan turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya. Hati Risma kembali menghangat. Sudah puluhan tahun berlalu, tetapi sikap suaminya masih saja seperti ini. Janji di awal penikahan untuk tetap setia dan mencinta

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   211. Rencana Pernikahan masal

    Happy Reading*****Hilmi mengikuti mobil Dara dengan motornya. Hari ini, jadwalnya memang kosong. Kuliahnya tinggal menunggu sidang skripsi dan kerjaannya lagi libur, jadi ada banyak waktu untuk mengunjungi calon mertuanya. Hilmi sedikit tegang saat berkendara. Pikirannya berputar apa yang akan dikatakan oleh orang tua sambung Dara. Mungkinkah akan menolak lamaran atau bahkan lamarannya akan diterima. Namun, opsi pertama lebih dipilih oleh lelaki itu. Pasalnya, sejak lamarannya saat itu tak sekalipun Dara menghubungi. Hirawan dan Rosma yang sering ditanya pun tak pernah memberikan jawaban yang memuaskan. Bukan sekali ini, Hilmi bertemu Dara di tempat kajian. Sering bertemu, tetapi sikap perempuan itu selalu cuek dan terkesan menjauh. Lima belas menit kemudian, Dara menghentikan kendaraannya. Membuka pintu pagar serta memberi kode agara Hilmi mengikutinya masuk. Dia juga meminta Hilmi duduk menunggu di ruang tamu. "Assalamualaikum. Yah," panggil Dara pada orang tuanya."Waalaikum

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   210. Keberanian Hilmi

    Happy Reading*****"Kak, tenang dulu," kata Farel. Dia menatap Hilmi. "Sekarang katakan pada Om. Mengapa kamu sampai kepikiran buat melamar Dara. Bukankah kamu tahu keadaan putri Om akhir-akhir ini? Nggak ada yang baik dalam dirinya. Apa kamu nggak akan menyesal nantinya, Hil?"Hirawan, Rosma dan juga Iklima masih diam. Mereka juga ingin tahu apa alasan Hilmi sampai ingi melamar Dara. Padahal jelas-jelas dia tahu bahwa gadis itu tidak suci lagi. "Bismillah," ucap Hilmi, "saya, hanya ingin membina rumah tangga yang sesuai dengan tuntunan syariat, Om. Nggak ada niat lain kecuali ingin mencari keridaan Allah dalam rumah tangga yang akan dibina. Tentang masa lalu Dara, saya tahu betul dan keluarga nggak keberatam untuk menerima kehadiran Dara sebagai calon istri. Bukankah semua orang pasti punya masa lalu. Entah itu buruk ataupun baik. Manusia juga nggak ada yang sempurna. Memang tempatnya salah dan lupa. Hilmi yakin Dara sudah menyadari semua kesalahannya dan bukankah sekarang dia suda

  • Setahun Tanpa Sentuhanmu   209. Kebahagiaan Datang

    Happy Reading*****"Kok, Mas malah senyum. Ada yang lucu, ish," tanya Rosma mulai sedikit marah, "Adik bingung, situ malah senyum. Nggak jelas banget."Hirawan mendekatkan wajah pada istrinya. Lalu, mencolek gadu dan berkata. "Adik nggak ngeh sama kode yang dilempar Ayah? Kayaknya Mas Hilmi sudah ngasih tahu Ayah tentang niatnya. Kalau nggak, mana mungkin Ayah berkata gitu."Perempuan itu memainkan bola matanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Kayaknya, Mas bener, deh. Kalau Mas Hilmi belum ngasih tahu. Mana mungkin Ayah langsung paham saat Adik bilang tentang dia. Ih, masku pinter banget." Satu kecupan mampir di pipi Hirawan membuat lelaki itu membalasnya dengan ciuman di bibir sang istri. "Kalau nggak pinter mana mau Dokter Farel menerima lamaranku ini," kata Hirawan mulai jumawa. "Mulai dah sombongnya.""Bukan sombong, tapi emang kenyataan.""Ayo cepet sarapannya. Nanti telat ke kampus." "Siap, Bos," kata Hirawan disertai hormat. Keduanya tertawa. Pagi yang sungguh menyena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status