Share

5. Pertengkaran Terulang

*****

Puas melampiaskan keinginannya yang tak bisa dicegah, Riswan keluar kamar mandi di dekat dapur. Saat itu, Risma baru saja turun untuk mengambil minum. Dilihatnya sang suami dengan rambut basah dan wajah yang terlihat segar.

"Mas mandi malam-malam? Terus pake handuk sama sabun siapa?" Risma mulai mengintimidasi. Matanya awas menatap Riswan dari ujung kaki hingga kepala.

Ditanya seperti itu oleh istrinya, Riswan gelagapan. "Aku gerah, Ris, jadi mandi. Ada sabun cair di dalam. Ibu juga naruh tumpukan handuk di lemari kecil dekat bak."

"Emang dari warung belum mandi?" Risma masih terus mengejar.

"Ya belumlah. Dari warung tadi aku langsung ke sini. Rencana jemput kamu, tapi ternyata kamu minta nginep." Riswan sudah seperti maling yang akan tertangkap. Padahal, hanya hal sepele. Dia sering melakukannya juga di rumah. Mandi tidak pada umumnya.

Sekarang, semenjak sang istri menuntut haknya. Hal sekecil apa pun yang memicu kecurigaan Risma akan menjadi pertanyaan besar dan berkepanjangan. "Biasanya juga di rumah Mas mandi malam-malam. Kalau gerah ya mandi aja. Kenapa sekarang kamu kelihatan curiga gitu?"

Risma melengos. "Gimana nggak curiga. Kamu belum pernah menyentuhku setahun ini. Sekarang, malam-malam kamu mandi dan mencuci rambut. Kamu nggak sedang jajan di luar, 'kan?"

"Jajan gimana maksudmu?" Riswan mulai terpancing amarah. Suka sekali perempuan satu itu membuatnya naik darah.

"Ya, kali. Kamu punya wanita simpanan di luar sana sampai jijik buat menuhi hakku."

"Risma! Ingat, ini rumah Ayah dab Ibu bukan tempat tinggal kita sendiri. Jaga ucapanmu!" Riswan meninggalkan istri sendiri di depan dispenser.

Tak mau kalah, perempuan itupun mengikuti langkah sang istri. "Kamu takut kalau keluarga kita tahu kebusukanmu selama ini?" Suara Risma melengking keras.

Sebagai suami, Riswan hanya bisa mengembuskan napas lelah. Harapannya satu, kali ini semoga sang mertua dan adik ipar tidak mendengar perkataan keras istrinya. Dia memegang pergelangan Risma erat, memaksanya masuk ke dalam kamar.

"Kalau niatmu cuma ingin bertengkar dan menyoal tentang hal itu saja. Sebaiknya kita pulang sekarang." Si lelaki mulai kehilangan kesabaran.

"Nggak. Aku mau nginep di sini. Kalau mau pulang. Ya, sana. Nggak usah sok peduli. Toh kamu sudah sering menyakiti perasaanku." Perempuan itupun mengibaskan cekalan tangan sang suami. Menaruh gelas yang berisi air dan naik ke pembaringan.

Mungkin sampai beberapa hari dia akan menginap di rumah orang tuanya. Toh sama saja dia pulang. Setiap kali melihat sang suami, Risma akan selalu menuntut haknya.

"Baiklah kalau maumu seperti itu. Aku pulang sekarang. Jangan menyesal kalau sampai Ayah atau Ibu mencecar banyak pertanyaan nanti."

*****

Dua hari sudah Risma menginap di rumah orang tuanya. Selama itu pula, Riswan sama sekali tidak berniat menemani atau menjemputnya. Semakin yakin bahwa lelaki itu tidak mencintai dan peduli padanya. Perempuan itu berniat menceritakan hal sebenarnya pada seluruh keluarga.

"Kenapa melamun, Nduk? Tanya Lutfi di sela kegiatannya menonton tayangan sepok bola. "Ini sudah malam ketiga kamu menginap di rumah. Mengapa suamimu belum juga menjemput? Apa dia masih marah dan cemburu pada Zikri?"

"Nggak gitu, Yah. Mas Riswan lagi sibuk sama pembukaan warung yang deket pasar itu. Ayah tahu sendiri kalau dia nggak bisa percaya sama orang lain. Semua harus ditangani sendiri. Makanya, aku nginep di sini. Di rumah sendirian itu nggak enak, lho, Yah." Risma bergelayut pada lengan kanan ayahnya, manja.

"Makanya cepet punya momongan." Lutfi mencium pucuk kepala putrinya penuh kasih sayang. "Suamimu itu sudah mapa secara ekonomi. Dia juga anak tunggal kalau kalian terus nunda momongan kasihan sahabat Ayah. Dia pengen banget nimang cucu."

"Enggeh, Yah. Aku juga lagi usaha, tapi kalau masih belum dipercaya sama Allah untuk diberi amanah mau gimana lagi." Sudut indera Risma memanas.

Elusan lembut, diberikan Lutfi. Dia sendiri pernah mengalami kesulitan mendapatkan momongan. Hinga hampir dua tahun pernikahan barulah Risma hadir dalam rahim Rini. "Kamu dan Mas Riswan sudah pernah cek ke dokter?" tanya lelaki yang masih terlihat tampan.

"Belum, Yah. Mas Riswan belum punya waktu." Setelah ini, kebohongan apalagi yang akan keluar dari mulut perempuan itu. Risma sangat lelah dengan kondisi rumah tangganya. "Yah, aku mau bobok dulu, nggeh?"

Masuk ke kamarnya, tangis Risma pecah. Berapa lama lagi, dia harus menyembunyikan semua kebenaran bahwa pernikahan yang diharapkan oleh dua keluarga itu sedang tidak baik-baik saja. Mencoba mencari ketenangan, dia menghubungi suaminya. Namun, jempolnya lebih tertarik melihat postingan Riswan pada aplikasi bersimbol telepon warna hijau.

Jarang sekali suami Risma itu membuat status. Mata Risma membulat ketika apa yang dilihatnya sungguh diluar nalar. Tega sekali suaminya itu bersenang-senang sedangkan dia di rumah ayahnya tengah pusing memikirkan hubungan pernikahan mereka.

"Jadi, masihkah aku percaya bahwa kamu mencintaiku, Mas. Nyatanya, dia lebih menarik daripada istri sahmu."

Tangis Risma pecah, tak ada lagi harapan untuk hubungannya dengan Riswan. Entah apa maksud suaminya mengunggah foto kebersamaan bersama sang mantan dan putrinya. Jika memang ingin kembali, mengapa tak menceraikannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status