Share

7. Alasan Klasik

*****

"Apa?" tantang Risma tak mau kalah. "Bukannya Mas juga menikmati saat-saat bersama mantan dan putrinya." Dia sengaja menggandeng tangan Zikri untuk menyingkir.

"Jangan gini, dong, Ndut. Aku makin merasa bersalah. Dikira pebinor nanti."

"Biarin. Dia aja seenaknya kok. Masak aku nggak boleh?" Risma tetap menggandeng tangan Zikri dan membiarkan suaminya melihat dengan mata membulat.

"Risma!" panggil si lelaki yang telah berstatus suaminya. "Berhenti atau aku akan melarangmu nginep di rumah Ayah."

Si perempuan berbalik. "Beraninya cuma ngancam. Larang aja, aku bakalan minggat."

Zikri menganga, omongan si sahabat ngawur saja saat emosi. Apa katanya tadi, minggat? Mau ke mana Risma, jika pergi paling jauh saja cuma di kecematan sebelah. Ingin rasanya tertawa, tetapi jelas akan memperparah keadaan.

"Ya udah terserah kamu. Jangan nyalahin, Mas, kalau Bunda sampai menginterogasimu nanti." Santai dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, Riswan berbalik arah akan meninggalkan istrinya.

"Tunggu, maksudnya apa?" Risma menghentikan langkah dan melirik suaminya.

"Ada acara pembukaan warung sate yang deket pasar. Bunda nyuruh Mas buat jemput. Dari kemarin, Mas itu alasan ke Bapak dan Bunda kalau kamu lagi nggak enak badan. Untung, mereka nggak nanya ke Ayah atau Ibu."

"Kamu doain aku sakit, Mas?" ujar Risma yang terkejut mendengar suami menggunakan sakit sebagai alasan pada mertuanya.

"Kenapa Mas selalu salah? Kalau bukan alasan sakit, lalu apa?"

Zikri menggaruk kepala. Pasangan suami istri itu benar-benar tidak tahu tempat saat bertengkar. Tak risih sama sekali walau ada dirinya di antara mereka.

"Udahlah, Ndut. Berasa obat nyamuk aja aku. Mending kamu pulang sama Mas Riswan, aku mau nerusin kerja. Bisa nggak ngebul dapur istriku kalau terus lihat pertengkaran kalian."

"Bagus kalau sadar. Dari tadi nggapain aja?" Omongan Riswan masih saja sinis.

Zikri mendekat pada Riswan. Menepuk pundaknya dan berbisik, "Kalau bukan karena Ndut, udah kurobek aja mulutmu, Mas. Jaga baik-baik hatinya. Jangan biarkan dia mengeluh pada lelaki lain selain dirimu. Nggak masalah kalau curhat sama aku, tapi pikirkan jika dia sampai menemukan tempat bersandar ternyaman dan itu bukan dirimu." Dia melirik ke arah Risma setelah membuat Riswan mendelik. "Ndut, aku pulang dulu."

*****

Belum hilang rasa kesal di hati Risma, malam ini dia dituntut memainkan peran sebagai pasangan yang saling mencintai. Mendampingi suaminya pada acara pembukaan warung sate yang baru. Alunan musik klasik mulai terdengar oleh indera Risma ketika masuk. Mengenakan gamis batik senada dengan suaminya, dia terlihat sangat cantik. Riswan mengakui itu, tetapi entah mengapa untuk menunaikan hak biologis padanya masih belum dilakukan.

Perlahan tangan si lelaki menggenggam Risma. Mereka sudah hampir dekat dengan para orang tua.

"Hai, Sayang. Gimana keadaanmu? Udah enakan?" tanya Rofikoh pada menantunya.

Risma melirik sebentar pada sang suami dan reaksi lelaki itu sungguh sangat menjengkelkan. Cuek tanpa berniat untuk membantu. Akhirnya si perempuan memutuskan untuk berbohong mengikuti alur yang sudah dibuat Riswan. "Alhamdulillah, Bun. Maaf, selama Bunda menyiapkan semua ini, Risma nggak bisa bantu," sesalnya.

"Nggak papa, Sayang. Asal kamu sehat, Bunda udah seneng. Sakit apa, sih?  Jangan-jangan kamu lagi ngidam." Rofikoh mencolek dagu sang menantu.

"Insya Allah. Doakan saja, Bun. Semoga nggak lama lagi impian itu akan terwujud," sela Riswan. Lalu, menoleh ke sumber suara yang memanggilnya keras.

Risma mencebik, dalam hati berkata semoga suaminya bersungguh-sungguh dengan janji yang diberikan pada bundanya. Semua Insya Allah yang lelaki itu ucapkan, kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban.

Rofikoh berjalan mendekati Dara yang datang bersama bundanya. Mencoba berbesar hati, nyatanya rasa sakit itu kian terasa dalam diri Risma. Raut muka Riswan berubah drastis ketika menatap Iklima.

"Assalamualaikum," salam Rofikoh.

Iklima menjawab salam perempuan paruh baya itu. Membiarkan Dara pindah ke gendongan beliau.

"Apa kabar, Ris? Lama nggak ketemu, ya," sapa Iklima pada Risma yang mulai terlihat jengah.

"Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabar?" balas Risma.

"Seperti yang kamu lihat."

"Kita keliling tempat ini, yuk. Ada gazebo di belakang dan juga tempat yang nyaman buat rapat." Riswan mencoba mengalihkan perbincangan kedua perempuan itu.

Sampai di sebuah gazebo. Iklima menatap Riswan tajam. "Kamu, ya. Nggak lihat muka istrimu udah kayak mau makan aku. Kenapa, sih, suka banget bikin dia cemburu."

"Siapa yang cemburu? Risma tuh nggak bakalan cemburu."

Lelaki itu terus saja mengajak Iklima berbincang dan berkeliling. Hal yang sebenarnya adalah, Riswan ingin menghindari ibu satu anak itu bercerita pada istrinya tentang kondisinya. Rasanya, dia belum siap jika sampai iklima bercerita.

"Wan, baiknya kamu temeni istrimu, deh. Aku bisa keliling sendiri. Lagian para tamu udah pada datang." Iklima berlalu meninggalkan Riswan.

Kedua orang tua Risma juga sudah hadir. Setidaknya dengan kehadiran mereka, si sulung sedikit terhibur. Suara salam dari ayah mertuanya terdengar. Membuat semua orang yang hadir kini fokus pada sosoknya.

Beberapa kata pembuka lelaki itu sampaikan dan dengan mengucap basmalah. Warung sate cabang ketiga milik keluarga Riswan diresmikan semua bersorak penuh kebahagiaan. Acara dilanjutkan dengan makan-makan dan saat itulah Risma merasakan seseorang mengamati setiap gerak-geriknya.

Perempuan itu tak mengenal siapa lelaki yang tengah intens menatapnya. Namun, dari pandangan yang dilakukan, dia menjadi risih. Malas berpikir, Risma meninggalkan area itu, mencari tempat sepi untuk menyendiri.

"Istrimu lumayan cantik, Wan. Nggak ada cacat sama sekali. Dari pandanganku, sih, dia penyayang dan penyabar. Tega kamu anggurin dia sampai setahun. Gimana kalau ada yang ngembat nanti?"

Riswan memukul lelaki yang berbicara di sampingnya. "Diam! Banyak kuping yang bisa mendengar omonganmu," ujarnya memperingatkan.

"Kalau gitu laksanakan kewajibanmu. Jangan dianggurin," kata si sahabat.

"Diam," perintah Riswan.

Tanpa keduanya tahu, Risma mendengar semua percakapan itu. Sempat berniat pergi, tetapi perempuan itu malah berbalik.

'Apa yang sebenarnya kamu rahasiakan, Mas?'

Comments (4)
goodnovel comment avatar
pramudining
iya bener...salam kenal
goodnovel comment avatar
Rizwan AsSyifa Qolbu
nama pemerannya sama dengan nama saya RISWAN. ......
goodnovel comment avatar
pramudining
Terima kasih sudah membaca cerita ini, Kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status