Share

8. Awal dari segalanya

Cahaya terang yang menyelinap di sela-sela jendela kamar, tidak dihiraukan oleh sepasang insan yang sedang malakukan pemanasan pagi hari. Meski tidak dengan penyatuan tubuh, tapi mereka mampu menghasilkan desahan serta erangan kenikmatan di atas ranjang mereka yang masih berhiaskan bunga.

Ya, karena melihat penderitaan sang suami yang terjaga semalaman karena hasrat yang tak bisa tersalurkan, akhirnya Andira membiarkan Bagas untuk mencumbu dan menikmati tubuhnya dan mau tidak mau Bagas juga harus menuntaskan hasratnya secara soloist. Setelah Bagas berhasil menuntaskan hasratnya, dia tertidur dengan sangat pulas.

Sedangkan Andira, karena kini dia hanya tinggal berdua saja di rumah baru pemberian sang mertua, jadi dia harus menyelesaikan tugasnya di dapur untuk menyiapkan sarapan paginya bersama sang suami. Setelah semua selesai, Andira memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu lalu kemudian bersolek sebelum akhirnya ia membangunkan sang suami untuk sarapan bersama. Karena memang saat ini mereka masih menikmati masa cuti mereka, jadi Bagas dan Andira memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka di rumah saja dan jika bosan, mungkin mereka akan keluar hanya untuk berkunjung ke rumah orang tua saja. 

***

1 minggu berlalu, Andira pun sudah terbiasa melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Suasana mareka yang masih menjadi pasangan pengantin baru, membuat Bagas enggan melepas pelukannya dari pinggang sang istri, meski dalam keadaan tidur sekalipun. 

Tek, tek, tek. Suara denting jarum jam membelah kesunyian malam, jangkrikpun tak ingin kalah meyerukan suaranya menyertai alunan denting jam malam itu. Bagas yang masih terlelap dengan tangan yang mendekap erat tubuh sang istri, tiba-tiba terbangun saat merasakan sakit yang teramat di bagian dadanya. Rasa sakit itu seolah menusuk-nusuk di bagian dalam dadanya dengan benda tajam. 

"Ada apa sayang?" Andira terbangun saat mendengar suara kesakitan sang suami. 

Bagas tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan sang istri, dia hanya meringis kesakitan memegangi dadanya. 

Andira menghidupkan lampu kamaranya, dia mulai panik saat mendapati wajah sang suami yang terlihat pucat pasi dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Andira segera beranjak dari ranjangnya untuk mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Bagas. "Minumlah dulu." Titahnya.

Bagas mengangguk lalu meneguk air putih itu hingga habis tak tersisa. Namun, rasa sakit di bagin dadanya tak kunjung hilang. "Aaargh." Bagas kembali meringis memegangi dadanya saat rasa sakit itu kian menjadi. "Sakit." Serunya. Tubuhnya bahkan berguling-guling di atas kasur karena manahan rasa sakit itu. 

Andira semakin panik, dia mengamit ponselnya yang berada di atas nakasnya untuk menghubungi sang kakak ipar. Panggilan pertama tidak terjawab, Andira menatap ponselnya dan ternyata sekarang sudah jam dua dini hari. "Apa Kak Ema sudah tidur ya?" Gumamnya. Karena rasa panik, Andira malah lupa kalau saat ini sudah tengah malam. Dia kembali menekan tombol panggilan untuk menghubungi kakak iparnya lagi. "Halo Kak, tolong Mas Bagas sakit." Serunya setelah panggilan itu terhubung. 

".......... "

"Baiklah, aku tunggu." Ucap Andira sebelun akhirnya dia mengakhiri panggilan teleponnya. Kepanikan Andira semakin menjadi kala melihat bagas menghentak-hentakkan tubuhnya dengan keras ke atas kasur.

"Tenanglah sayang, Kak Ema sedang dalam perjalannan ke sini." Ucap Andira berusaha menenangkan Bagas. 

"T-tubuhku bergesak sendiri sayang. Aku tidak bisa mengendalikan tubuhku."  Ucap Bagas yang menegang, sepertinya dia sedang berusaha untuk mengendalikan tubuhnya yang tak terkontrol. "Aargh."

Kepanikan semakin melanda Andira, kala melihat sang suami berjalan ke arah ruang tamu dengan tangan kanan yang berguncang seolah merasakan suatu getaran. Mereka yang hanya tinggal berdua saja, membuat Andira ketakutan tatkala Bagas mengatakan ada sesuatu yang menarik tubuhnya dan menggerakkan tubuhnya tanpa bisa ia kendalikan. Entah kenapa semilir angin tiba-tiba masuk ke dalam rumah itu, padahal rumah Andira dalam keadaan tertutup rapat. Ah, mungkin anginnya masuk melalui fentilasi udara di atas, pikir Andira yang melirik lubang fentilasi yang terletak di atas jendela

"Aku tidak bisa mengendalikan ini!" Teriak Bagas. Dia terduduk di sofa dan tengah berusaha memegangi tangan kanannya dengan tangan kirinya, agar berhenti bergerak. "Siapa kamu?" Tanyanya dengan mata yang terpejam. 

"Apa maksudmu sayang?" Tanya Andira menautkan kedua alisnya. 

"Siapa yang berdiri di pojokan lemari itu sayang?" Seru bagas tiba-tiba. 

"S-siapa? Tidak ada siapapun di sini, selain kita."

"Tidak sayang, aku tahu pria itu sedang melihat ke sini. Tubuhnya besar dan berwajah hitam." Tukas Bagas lagi. 

Andira tertegun. Siapa yang dimaksud oleh suaminya, padahal mereka hanya tinggal berdua saja di sini. Hembusan angin tiba-tiba kembali menerpa kulit Andira hingga membuat bulu kuduknya merinding. Bau bunga melati menyengat indra penciumannya. Andira menyapu seluruh ruangan dengan pandangannya, entah kenapa malam ini begitu terasa mencekam. Padahal biasanya dia biasa-biasa saja saat terjaga tengah malam untuk ke kamar mandi.

Andira lembali memandangi sang suami yang duduk dengan mata yang masih terpejam, namun tangan kanannya masih tetap bergerak tak teratur. Entah, apakah suaminya itu tengah tertidur atau sudah kehabisan tenaga untuk melawan tubuhnya sendiri. Penerangan yang menderang di ruang tamu, tak menghilangkan sedikitpun suana mencekam di sana. Tok, tok, tok. Andira terperanjat. Dia terkejut, saat pintu rumahnya tiba-tiba ada yang mengeketuk. "S-siapa?" Tanyanya dengan suara yang gemetar karena ketakutan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status