Share

Bab 18

Setelah Pak Pram menutup teleponnya, aku pun bergegas siap-siap. Aku turuti saja perintah dari bosnya suamiku itu. Sebab, ini sebuah kesempatan yang tidak mungkin aku peroleh lagi.

"Kesempatan itu datang hanya sekali, kenapa kita kemarin nolak tawaran Pak Satria ya?" Aku bicara pada ibu sambil bersolek diri.

"Niat kita tidak ingin membebankan nama Bapak dalam urusan duniawi lagi." Ibu menjawab sambil membantuku merapikan rambut.

"Bu, memang aku seperti upik abu?" Aku melontarkan pertanyaan yang membuat ibu tersenyum.

"Pasti kepikiran ucapan Dimas. Kamu kayak nggak tahu aja mulut suamimu itu seperti sampah. Sepertinya dia itu mencintaimu tapi gengsi mengatakan itu," tutur ibu.

Aku melirik ke arah ibu melalui cermin yang ada di hadapanku.

"Cinta?"

"Iya, benci dan cinta itu beda tipis, Dimas pasti kesepian dan merasa kehilangan kamu makanya bersikap seperti itu," timpal ibu.

Aku terkekeh sambil bangkit dari duduk dan menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhku ini. Aku mau bertemu dengan sel
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status