Share

Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya
Setelah Aku Kaya, Suamiku Mati Gaya
Author: Siti_Rohmah21

Bab 1

"Inggit! Inggit! Mana makanan buat aku dan Mama makan?" Suara itu tidak lain teriakan Mas Dimas.

Setengah berlari, aku menghampiri suamiku yang tengah berteriak tersebut. Mataku melebar ketika menatap wajah Mas Dimas yang tampak marah. Suamiku itu pulang lebih cepat dari biasanya.

"Maaf, Mas, tadi ketiduran, lagian ini baru jam empat kok tumben udah pulang? Biasanya kalau—"

Baru sepotong aku bicara, tapi Mas Dimas sudah menyuruhku berhenti dengan menggunakan tangannya. Iya menekan tangan ke bawah dan aku tahu itu sebuah perintah.

"Lihat sendiri, kan? Dari tadi istrimu itu main handphone terus. Makanya belum masak sudah jam empat sore," ucap Mama mertuaku, dia tinggal bersama kami, sebab suaminya alias ayah mertuaku sudah lama meninggal dunia. Lagi pula Mas Dimas adalah anak tunggal.

"Mah, tadi kan aku bilang ketiduran," sanggahku tak terima.

Tiba-tiba Mas Dimas maju ke arahku. Kini posisi kami saling berhadapan. Jarak kami sekitar satu jengkal saja.

Jari telunjuk Mas Dimas berada di daguku, kemudian ia mendongakkan kepalaku sedikit sampai mata kami saling menatap.

Aku menahan napas melihat tatapannya yang penuh kemarahan. Meskipun begitu, aku tetap menatapnya. Sebab, aku tahu betul karakter suamiku ini, jika marah harus ditanggapi dan didengar.

"Maaf, Mas," bisikku hanya bicara sedikit.

Kemudian Mas Dimas membuang tangannya dengan kasar. "Sial! Bikin kesal aja, suami lapar tidak ada lauk untuk disantap!" tekannya.

"Aku akan masak sarden, yang lebih cepat tersaji," timpalku buru-buru sambil beranjak ke arah lemari es.

Senyumku harus tetap terukir supaya Mas Dimas tidak tambah naik darah. Jika emosi, aku tidak boleh naik pitam, itu nasihat mama mertuaku kalau mau rumah tangga kami tetap utuh.

"Jadi istri tuh harus berguna," ucap Mas Dimas. "Kalau tidak bisa memberikan keturunan, setidaknya bisa membuatku nyaman di rumah!" sambungnya lagi.

Deg!

Dunia terasa berhenti berputar, aku memejamkan mata ini sambil menghela napas. Ya, aku tidak boleh menangis di saat ia marah dan menghardikku dengan kata-kata sembarangan.

"Kenapa? Mau balik marah?" Mama Dewi turut bicara. Aku hanya memutar badan lalu menuju kompor gas untuk segera mengolah sarden sebagai lauk Mas Dimas makan sore ini.

'Sabar, kata Bapak dan Ibu, kami itu harus terima diperlakukan apa pun sama orang. Karena kami orang susah, jadi memang harus kuat mental ketika direndahkan orang,' batinku mengeluh.

Aku melirik ke arah meja makan, Mas Dimas duduk bersama Mama Dewi berdampingan. Mereka memperhatikanku yang tengah memasak.

"Dim, kamu sudah menikah selama lima tahun, kan?” celetuk Mama tiba-tiba. “Tapi sampai detik ini Mama belum dapat cucu. Istrimu itu mandul ya?”

Hatiku seperti teriris, lagi-lagi aku yang disalahkan. Padahal, bisa saja yang mandul itu Mas Dimas. Aku pun juga ingin memiliki anak dari pernikahanku dengan pria yang kucintai itu.

"Udah santai aja sih, Mah. Aku masih muda, bisa nikah lagi nanti,” balas Mas Dimas. “Siapa tahu jodohku itu kaya raya," tambahnya.

Seketika aku menoleh ke arahnya. Lima tahun berumah tangga, dengan entengnya suamiku bilang mau menikah lagi jika sudah ketemu jodoh kaya raya. Apa tidak salah dengar? Semudah itu ia mempermainkan pernikahan? Darahku benar-benar mendidih dibuatnya.

Aku menghela napas sambil mengurutkan dada ini yang sedikit sesak.

"Kenapa tengak-tengok? Hah!" bentak Mama. "Kamu itu hanya seorang istri yang berprofesi sebagai babu, ngerti babu nggak?" Mama berteriak dari meja makan.

Aku pun menghentikan aktivitas, kemudian melangkah maju satu tapak.

"Mas, Mah, kalau hanya dijadikan pembantu, kenapa mencari istri? Kenapa kalian nggak pelihara asisten rumah tangga aja? Dibayar ketahuan nominalnya!" Aku berteriak menyanggah segala ucapannya.

"Hey, Inggit! Ibu dan Bapak kamu itu orang miskin, hanya tukang becak yang nggak mampu memberikan anaknya makan, enak!" umpat mama. "Seharusnya kamu bersyukur dijadikan istri oleh Dimas. Makan gratis, tanpa harus susah payah!" tambahnya lagi.

Mama mencaci bahkan menghina orang tuaku yang sudah lima tahun lamanya tidak ada kabar. Ya, setelah menikah dengan Mas Dimas, akses berkomunikasi dengan mereka sudah dilenyapkan. Aku ikut suami pindah ke Jakarta tanpa sepengetahuan kedua orang tua.

'Bu, Pak, kalian di mana sekarang? Apa sehat dan masih hidup? Inggit rindu,' ucapku dalam hati.

Aku tak kuat menahan tangis. Namun, aku harus tetap bertahan meski menyakitkan. Sebab, tidak ada pilihan lain selain hidup bersama Mas Dimas di sini. Aku tak memiliki siapa-siapa di Jakarta.

Aku membalikkan badan ke arah kompor yang tengah menyala untuk menyiapkan makanan. Kenyang sekali mendengar umpatan dan cacian dari suami dan mertuaku.

"Ya, kalian benar, aku memang harus lebih banyak bersyukur," bisikku.

***

Lima tahun sudah aku hidup bersama Mas Dimas. Selama itu pula aku tak pernah saling bertukar kabar dengan ibu dan bapak. Ya, Mas Dimas memboyongku ke Jakarta sejak menikah, dan ia menghilangkan semua akses yang berhubungan dengan keluargaku.

Pernah bahkan sering aku tanya maksud dan tujuan mereka memutuskan silaturahmi terhadap anak dan orang tua. Mereka bilang, takut aku memberikan sejumlah uang untuk kedua orang tua. Padahal, bapak dan ibu bukan tipikal orang seperti itu. Sesusah-susahnya kami, lebih baik tidak makan ketimbang harus meminta.

Hari sudah mulai malam. Tiba-tiba saja ponselku berdering, ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal.

"Halo, ini siapa?" tanyaku penasaran.

"Apa betul ini nomor handphone Inggit?" tanya wanita yang berada di seberang telepon. Suaranya, seperti aku kenal, tapi agak sulit juga menebaknya, sebab ia seperti tengah menangis.

"Iya, ini siapa?" tanyaku lagi.

"Inggit, kamu harus pulang, Nak," timpalnya membuatku semakin cemas. Ini ibuku? Ada apa dengan orang tuaku di ujung telepon sana?

"Kenapa, Bu, ada apa?" Aku semakin yakin dia adalah ibuku.

"Kamu harus pulang, Bapak–"

Namun, sayangnya kata-kata tersebut terpotong kedatangan Mas Dimas,

"Heh, kamu telepon siapa itu?"

Bersambung

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Litha Jelitha
menarik sekali cerita x
goodnovel comment avatar
Prasanda Dio
Sanggat bagus daan menarik
goodnovel comment avatar
Fatih Hayati
suami macam apa kau Dimas...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status