Share

Bab 3

Author: Haslia
Monica hanya bisa melihat Farel yang biasanya sangat tidak suka disentuh orang lain, kini malah menggandeng tangan Erika. Dia terlihat sangat bergantung pada Erika, seolah-olah mencari perlindungan dari wanita itu.

Ketergantungan seperti itu tidak pernah sekali pun Farel tunjukkan kepadanya.

Di momen itu, Monica merasa seolah-olah ada sesuatu di dalam hatinya yang hancur berkeping-keping.

Melihat wajahnya yang makin pucat, Surya pun bertanya sambil mengernyit, “Kenapa bisa tiba-tiba sakit?”

Monica mengangkat pandangan dan sekilas meliriknya. Seberkas emosi tak terucap melintas di dasar matanya.

“Aku dan Surya dengar dari pembantu kalau Farel datang ke rumah sakit, jadi kami datang untuk menjemputnya. Tapi ternyata, yang sakit malah Nona Monica,” jelas Erika dengan nada seolah tak disengaja. Kemudian, dia memandang Monica dan bertanya dengan nada peduli, “Nona Monica, kamu seharusnya nggak apa-apa, 'kan? Apa perlu aku temani dan rawat di sini?”

“Dia baik-baik saja. Mana perlu kamu repot-repot menjaganya?” jawab Surya dengan suara datar.

Kelopak mata Monica yang sempat terangkat kembali turun perlahan. Sorot matanya menjadi makin redup.

Monica benar-benar sudah kehilangan akal sehat. Bagaimana mungkin Surya akan datang karena dia sakit? Mana mungkin dia akan peduli dengan keadaannya?

“Surya, kamu nggak boleh bilang begitu. Bagaimanapun, Nona Monica adalah istrimu,” respons Erika dengan ekspresi serius. Kemudian, dia menoleh pada Monica sambil berkata, “Nona Monica, kamu jangan salah paham. Surya memang bukan orang yang pandai menunjukkan kepedulian. Tapi waktu aku sakit dulu, dia pernah merawatku sendiri ....”

“Aku nggak apa-apa kok,” sela Monica yang tidak ingin mendengarkan kisah manis masa lalu di antara mereka. Dia menarik napas dalam-dalam dan berusaha agar suaranya terdengar normal. Sambil menoleh ke arah Surya, dia menambahkan, “Bawa Farel pulang saja. Sekarang, sudah waktunya dia tidur.”

Besok pagi, Farel harus ke rumah lama Keluarga Atmadja untuk pelajaran privat. Ibunya Surya sangat tidak suka Farel datang terlambat.

Tepatnya, ibunya Surya memang tidak menyukai dirinya. Itu sebabnya, Farel juga jadi ikut terkena dampaknya dan diperlakukan sangat keras.

Surya menatap Monica dalam-dalam dengan bibir terkatup rapat.

Di sisi lain, Farel menarik-narik ujung celana ayahnya sambil menguap kecil. “Papa, aku ngantuk.”

“Farel ngantuk ya? Kalau begitu, Papa dan Tante Erika antar kamu pulang ya?” Erika berjongkok di depan Farel dan bertanya dengan nada lembut.

“Oke.” Tangan mungil Farel menggenggam jari Surya. “Papa, ayo kita pulang.”

Surya akhirnya mengalihkan pandangannya dari Monica. Sementara itu, Monica kembali berbaring di ranjang rumah sakit dan membalikkan badan. Dia tidak ingin melihat mereka.

Sampai terdengar suara pintu dibuka lagi, barulah Monica menoleh. Melalui kaca kecil di pintu, dia melihat Farel menggandeng tangan ayahnya di satu sisi dan tangan Erika di sisi lain. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang sempurna, begitu sempurna hingga membuat dadanya terasa perih.

Sampai bayangan mereka benar-benar hilang dari pandangan, Monica refleks mengangkat tangan dan menyeka wajahnya. Telapak tangannya terasa basah, ternyata air mata sudah turun tanpa dia sadari.

Malam di Kota Lante terasa dingin. Monica memeluk perutnya yang terasa nyeri dan meringkuk sebelum akhirnya berhasil terlelap.

Di pagi hari, seorang pembantu membawakan bubur polos dan beberapa lauk kecil untuk sarapan.

Monica tidak memiliki nafsu makan. Dia hanya menyuap dua kali, lalu meletakkan sendok.

“Nyonya, Tuan bilang aku harus pastikan Nyonya makan sampai habis,” ujar pembantu itu dengan canggung. Dia coba membujuk dengan lembut, “Agar Nyonya cepat sembuh. Tuan juga cuma peduli sama Nyonya kok.”

Monica hanya bisa menarik sudut bibirnya dengan lemah. Bagaimana mungkin Surya peduli padanya?

Namun saat ini, Monica tidak punya energi untuk mempertanyakan hal itu lagi. Sebab, pikirannya selalu kembali ke Farel.

Padahal Erika baru kembali sebulan, tetapi Farel sudah sangat akrab dengannya. Kenapa bisa secepat itu?

Saat itulah, ponselnya berbunyi. Ada sebuah pesan masuk.

Mata Monica langsung berbinar karena berharap itu dari Farel.

Namun, pengirimnya justru Erika.

Dia mengirimkan sebuah video.

Dalam video itu, Surya duduk di meja makan sambil membaca laporan keuangan di tablet. Ada Farel yang duduk di sampingnya. Kakinya yang kecil bergoyang-goyang di udara. Sementara itu di sisi lainnya, Erika sedang menyeka tangan kecil Farel dengan saputangan.

Semuanya terlihat sangat hangat.

Hanya saja, seluruh tubuh Monica malah terasa dingin.

“Farel, sarapan buatan Tante Erika enak nggak?” tanya Erika sambil tersenyum.

“Enak!” jawab Farel dengan ekspresi ceria.

“Kalau begitu ... lebih enak sarapan yang dibuat Mama atau Tante Erika?”

Farel langsung menjawab tanpa ragu, “Tentu saja masakan Tante Erika! Soalnya Mama selalu kasih aku wortel dan sayur yang aku nggak suka. Tapi, Tante Erika nggak begitu. Tante Erika adalah yang terbaik di seluruh dunia!”

Monica tersenyum pahit.

Farel lahir prematur sehingga tubuhnya lemah sejak kecil. Monica sangat memperhatikan pola makannya, bahkan sampai belajar jadi ahli gizi. Setiap hari, dia membuat menu khusus agar anaknya tumbuh sehat.

Namun di mata Farel, kini semua usahanya justru dianggap sebagai alasan dia kalah dari Erika.

Sungguh menyedihkan.

Dalam video itu, Farel juga menarik lengan Erika dan berkata dengan mata berbinar, “Tante Erika, apa kamu bisa tinggal di sini dan membuatkanku sarapan tiap hari?”

“Tinggal di sini?” Wajah Erika terlihat malu-malu. Dia melirik ke arah Surya sekilas.

“Ya, biar aku dan Papa bisa lihat Tante Erika setiap hari!” kata Farel penuh harap. Dia menantikan jawaban dari Erika.

Video berakhir di saat Erika hendak menjawab.

Monica merasa dadanya seperti ditindih batu besar hingga dia sulit bernapas.

Jadi sekarang, Erika bukan hanya mengincar suaminya dan merebut anaknya, tetapi bahkan ingin tinggal di rumahnya?

“Ini nggak boleh terjadi ....” Monica memegang perutnya yang kembali nyeri dan berusaha bangkit.

Dia harus menghentikannya!

Sayangnya begitu membuka pintu kamar, Monica langsung melihat seseorang yang memakai masker dan topi berwarna hitam berdiri di ambang pintu.

Sebelum Monica sempat bereaksi, orang itu melangkah cepat dan langsung menutup mulut dan hidung Monica dengan tangannya.

“Ugh!” Mata Monica membelalak dan berusaha melawan, tetapi kesadarannya cepat menghilang dan tenggelam dalam kegelapan.

....

Saat Monica sadar, hari sudah terang. Dia tidak lagi berada di rumah sakit, melainkan di sebuah pabrik tua yang terbengkalai.

“Sudah bangun?” Seorang pria bercodet berjalan mendekat dan mengejek, “Hebat juga, kamu bisa tidur selama satu hari satu malam.”

Satu hari satu malam?

Monica panik dan melihat pakaian yang dikenakannya. Dia masih memakai baju pasien rumah sakit. Meski agak kusut, bajunya tetap utuh dan tertutup.

“Jangan repot-repot periksa,” ejek si pria bercodet. “Kalau bukan karena perintah dari atasan supaya jangan menyentuhmu dulu, kamu pikir masih bisa duduk di sini dengan utuh?”

Atasan?

Tatapan Monica sempat dipenuhi rasa bingung, tetapi begitu melihat sebilah pisau tajam tiba-tiba muncul tepat di hadapannya, dia langsung terkejut. “Ka ... kamu mau apa?”

“Kenapa kamu begitu panik? Kami cuma butuh uang.” Seorang pria gendut lainnya tiba-tiba membalasnya.

“A ... aku nggak punya uang.” Monica menjawab pelan sambil meringkuk. Dia terlihat penuh waspada dan ketakutan.

Sejak ayahnya dipenjara dan ibunya jatuh sakit, Monica nyaris tidak punya uang lagi. Jadi, satu-satunya alasan dia masih mempertahankan status sebagai Nyonya Keluarga Atmadja adalah agar Surya mau memberi uang kepadanya setiap bulan.

Namun setiap kali menerima cek itu, Monica merasa seperti seorang wanita murahan. Selain itu, setiap lembar cek itu seolah-olah hanyalah bentuk bayaran dari Surya setelah dirinya diperlakukan tak lebih dari sekadar pelampiasan.

Monica menundukkan pandangan. Sekilas, ada semburat perih yang melintas di matanya.

Monica juga menyimpan semua uang itu untuk pengobatan ibunya. Bahkan, dia sudah membayar biaya tiga bulan ke depan sehingga hampir tidak ada sisa lagi.

“Jangan pura-pura bodoh! Kamu itu Nyonya Keluarga Atmadja, 'kan? Keluarga Atmadja adalah konglomerat! Suamimu pasti banyak duit!”

Pria bercodet melempar ponsel Monica sambil memerintah, “Cepat telepon suamimu!”

Monica sebenarnya tidak ingin menelepon. Sebab, padahal dia sudah menghilang satu hari satu malam. Namun, tidak ada pergerakan dari Keluarga Atmadja! Itu membuktikan bahwa Surya sama sekali tidak mencarinya.

Tidak mencari berarti tidak peduli.

Monica menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar tidak mengerti alasan si penculik bersikeras memaksanya untuk menelepon Surya.

“Cepat telepon!” bentak pria bercodet sambil mengacungkan pisau tajam. Ekspresinya buas dan mengintimidasi.

“Oke, aku telepon.” Monica hanya bisa menekan nomor Surya dengan gemetar.

Sebenarnya di saat dering pertama tersambung, Monica masih punya secuil harapan dalam hatinya.

Surya memang tidak mencintainya, tetapi setidaknya mereka masih suami istri. Pria itu tidak mungkin benar-benar membiarkannya kehilangan nyawa, 'kan?

Namun, yang terdengar dari ujung telepon adalah suara wanita. “Halo?”

Monica langsung tertegun. Itu adalah suara Erika.

Hanya saja ketika melihat sorot mata penuh ancaman dari si pria bercodet, Monica tak punya pilihan selain menggigit bibir dan bertanya, “Di mana Surya? Aku ada urusan penting mencarinya ....”

“Oh, kamu cari Surya ya? Dia masih belum bangun.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 100

    "Guru ...." Mata Monica tiba-tiba terasa panas dan berkaca-kaca."Kalau kamu ada pertanyaan soal seni merangkai bunga, hubungi aku saja. Aku memang bilang nggak ada waktu, tapi apa kamu nggak bisa terus tanya sampai aku ada waktu? Kalau gampang tersinggung begitu, gimana kamu bisa jadi orang hebat?" tegur Santi.Monica merasa sedikit malu, lalu mengangguk dalam-dalam dengan serius. "Aku mengerti. Makasih, Guru.""Jangan buru-buru bilang makasih. Tunggu sampai kamu benar-benar punya hasil yang bisa dibanggakan, baru pantas berterima kasih," ucap Santi sambil tersenyum tipis. "Sudahlah, aku masih ada urusan. Nggak bisa ngobrol lama-lama sama kalian."Tepat saat itu, lift yang mereka tunggu tiba di lantai mereka dan berbunyi ketika terbuka.Bersamaan dengan itu, Surya keluar dari ruang VIP. Dia kebetulan melihat Santi sedang berdiri bersama Monica dan Yunita.Santi juga melihat Surya, tetapi hanya melirik sekilas sebelum kembali menatap Monica dan berucap, "Oh ya. Meski kamu nggak suka de

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 99

    Orang-orang di ruang VIP juga ikut menoleh ke arah Monica.Orang yang bisa mendapatkan pujian dan evaluasi langsung dari Master Santi pasti sangat luar biasa!Awalnya, mereka semua mengira Monica hanyalah hiasan tanpa isi. Sekarang, mereka baru tahu ternyata dia adalah perangkai bunga yang karyanya mendapat banyak pujian di pameran!Dalam sekejap, pandangan mereka terhadap Monica pun berubah. Yang tadinya menganggapnya remeh, kini mulai muncul rasa kagum dan hormat terhadapnya.Erika menggenggam erat tangan yang bertumpu di atas pahanya saat melihat pusat perhatian beralih ke Monica.Tak disangka, Santi yang barusan memperingatkan dirinya secara terang-terangan, justru bersikap begitu ramah terhadap Monica!Tatapan mata Erika penuh dengan rasa tidak terima, lalu dia secara refleks menoleh ke arah Surya karena ingin tahu bagaimana reaksinya.Surya hanya melirik sekilas ke arah Monica, seolah-olah sedang melihat seseorang yang tidak ada hubungan dengan dirinya. Tidak ada perubahan ekspre

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 98

    "Ya. Sekarang, apa pria itu masih begitu berengsek?" Edwin juga mulai tertarik, memang dasarnya dia suka dengar gosip seperti ini."Kalau soal prianya berengsek atau nggak, aku sendiri kurang tahu juga," jawab Santi sambil menyapu pandangan ke seluruh ruang VIP dengan tenang, lalu akhirnya menatap langsung ke arah Surya. Dia tersenyum samar dan bertanya, "Pak Surya, menurutmu dia berengsek nggak?"Begitu kalimat itu dilontarkan, suasana ruang VIP langsung hening seketika.Tidak ada seorang pun menyangka Santi akan tiba-tiba melemparkan pertanyaan itu ke Surya.Apakah Pak Surya ada hubungannya dengan cerita tadi?Alis Erika langsung berkerut. Seolah-olah teringat sesuatu, dia mendadak menoleh dan menatap ke arah Monica.Baru sekarang Erika menyadari, Monica tadi masuk bersama dengan Bu Yunita dari studio bunga itu. Jadi artinya, Monica adalah orang yang membuat karya bertema "Keharmonisan Hijau dan Merah" tersebut!Jangan-jangan ... Monica adalah murid yang dimaksud Santi?Kalau benar b

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 97

    Erika memang sudah punya banyak gelar dan predikat. Semuanya dirancang untuk menciptakan citra yang sempurna agar dia bisa tampil percaya diri di situasi apa pun.Sekarang, Erika melihat adanya celah kosong dalam dunia pameran seni merangkai bunga di dalam negeri sehingga ingin menjadi pelopor di bidang tersebut. Oleh karena itu, dia jelas perlu memahami bidang ini lebih dalam.Kalau Erika bisa menambahkan satu gelar lagi sebagai murid dari master perangkai bunga dalam negeri, langkahnya ke depan di bidang ini akan jauh lebih lancar.Jadi, sekarang Erika sangat menantikan jawaban dari Santi.Bagaimanapun, status sosial Surya sudah jelas. Tidak peduli Santi sekeras kepala apa pun, sepertinya dia tidak akan sampai menolak permintaan seseorang yang dibawa oleh Surya sendiri.Orang-orang lain di ruang VIP itu juga menatap dengan penasaran.Konon, Santi sangat ketat dalam memilih murid. Bisa memenuhi standarnya sangatlah langka. Jadi selama bertahun-tahun, dia hanya mempunyai satu murid. Na

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 96

    "Pak Agus terlalu memuji," Erika tersenyum sambil mengangkat gelas.Surya juga ikut mengangkat gelas dan meneguk sedikit."Kalau aku bilang sih, Nona Erika memang luar biasa. Usianya masih muda, tapi sudah bisa merancang begitu banyak pameran yang viral. Benar-benar panutan di industri seni!""Ya, dengar-dengar Nona Erika itu lulusan dari universitas yang sama dengan Pak Surya. Itu kampus kelas dunia lho. Ya jelas saja dia itu orang hebat tingkat dewa!""Makasih atas pujiannya." Erika membalas dengan senyum rendah hati, lalu menoleh pada Surya. "Walaupun aku dan Pak Surya seumuran, dia sudah menyelesaikan seluruh studinya setahun lebih cepat dariku. Sejak dulu, aku selalu menjadikannya sebagai panutan yang ingin kukejar."Sesama orang hebat yang akhirnya bertemu di puncak. Cerita semacam itu memang terasa romantis.Dalam sekejap, semua orang merasa Erika dan Surya sangat cocok. Mungkin memang hanya wanita seperti Erika yang pantas bersanding dengan pria seperti Surya.Oleh karena itu,

  • Setelah Aku Pergi, Suami dan Anakku menggila   Bab 95

    "Sudah cukup."Suara Surya terdengar datar. Dia menghentikan topik pembicaraan tersebut.Barulah orang-orang yang tadi menggoda, menghentikan pertanyaan mereka. Namun bagi yang paham, semua sudah bisa menebak maksud sebenarnya. "Pak Surya lagi melindungi Nona Erika.""Benar banget. Nggak diumumkan ke publik, justru bentuk perlindungan untuk Nona Erika, 'kan?"Supaya orang-orang tidak berpikir bahwa kesuksesan pameran ini semata-mata karena dorongan dan koneksi dari Surya."Kelihatannya, Nona Erika bakal jadi Nyonya Atmadja. Cuma tinggal tunggu waktu saja ...."Erika menunduk sedikit, tetapi di matanya terselip sorot bangga yang tak bisa disembunyikan.Edwin yang mendengarkan pembicaraan itu hanya mengernyit. Secara naluriah, dia menoleh ke arah Monica yang duduk di sampingnya.Namun, Monica tetap tenang seperti biasa dan ekspresinya datar. Dia sesekali ngobrol ringan dengan beberapa orang di sekitarnya yang juga dari industri seni. Sama sekali tak terlihat ada reaksi apa pun dari dirin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status