Home / Rumah Tangga / Setelah Diusir Ibu Mertua / Bab 4 Pergumulan Yudha

Share

Bab 4 Pergumulan Yudha

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2022-09-16 14:48:40

[ POV Yudha ]

"Apa yang sudah ibu lakukan pada istriku, hingga ia tak mau lagi tinggal di rumah ini?!"

Aku ingin dengar dari ibu sendiri. Bertanya pada Karin, ia pasti menutupi perbuatan Ibu.

Ini bukan kejadian pertama kali. Tak mungkin karena hal sepele lalu ia minta pulang dan tak bisa dicegah lagi.

Terlebih lagi, kulihat sisa tangisan masih terlihat jelas, meski berusaha ia tutupi dengan senyuman di depanku.

Tak kudengar suara ibu, selain isakan.

"Maafkan ibu, Yudha."

Hanya itu yang beliau ucapkan, lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Isakan makin terdengar. Bahunya mulai terguncang.

Sayangnya, aku tak lagi iba. Aku sudah bosan melihat sandiwara seperti ini.

"Berhentilah ikut campur rumah tanggaku, kalau masih mau melihatku di rumah ini."

"Apa maksudmu, Yudha?" sambar ibu.

"Harus kukatakan berapa kali, Bu, Karin itu hidupku. Kebahagiaanku. Kalau ibu menyakiti hatinya, sama saja ibu menyakiti hatiku."

Ibu justru mencebik. Cepat sekali ekspresinya berubah.

"Kasihan sekali anakku. Matanya buta karena cinta."

Ibu menatapku tajam. Aku tak peduli. Yang ada di pikiranku sekarang hanya istri dan anakku.

"Aku akan membawa Karin ke rumah orang tuanya setelah ini, biar ibu bisa berpikir."

Kutinggalkan Ibu seorang diri, lalu menuju ke kamar, di mana belahan jiwaku berada.

"Kita berangkat sekarang?" tanyaku, setelah duduk di sisinya yang baru selesai menyusui.

Ia segera beralih dari posisi berbaring ke posisi duduk. Beberapa anak rambut menutup sebagian wajah, menambah kadar kecantikan wanita yang kucintai sepenuh hati.

Kurapikan rambutnya yang keluar dari ikatan, hingga kulihat rona kemerahan di pipinya yang semakin berisi.

"Baiklah, aku akan siap dalam sepuluh menit," ujarnya dengan senyuman.

Ia menurut, lantas beranjak ke meja rias. Ia mulai menyapukan isi botol di atas meja, bergantian ke wajahnya.

Aku menunggu sambil memeriksa ponsel. Go-car yang kupesan sebentar lagi datang. Ia akan mengantar kami ke terminal, sebelum menaiki bus.

Kuperiksa sekali lagi isi tas yang akan kami bawa. Kuambil beberapa potong pakaian, kutambahkan serta ke dalam tas tersebut.

"Mas."

"Ya?" Aku mengalihkan pandang pada istriku yang telah selesai berdandan.

"Boleh aku bicara?"

"Boleh, dong, ada apa? Bicaralah."

Aku setia menunggu, akan bicara apa kiranya istriku?

"Jangan terlalu keras pada ibu. Beliau ibumu, wanita yang melahirkan kamu, seperti aku yang melahirkan anakmu. Apa kamu lupa bagaimana aku berjuang melahirkan anak kita?"

Suaraku tadi pasti terdengar olehnya. Dia selalu seperti ini, berusaha menenangkan saat aku tak terkendali.

"Tentu saja aku ingat. Aku yang menunggumu, kan?"

Bagaimana aku bisa lupa, menemani ia yang merasakan kontraksi hingga anak kami lahir.

Jika saja bisa, ingin rasanya kutukar rasa sakit itu, biar aku saja yang merasakan. Sayangnya, itu hal yang mustahil.

"Nah, makanya. Pelankan suaramu kalau bicara sama ibu, Mas."

Ia berkata sambil meraih Dinar, lalu membungkusnya dengan kain gendongan.

Lihatlah, Bu. Sesayang ini menantumu. Kenapa hatimu tak terketuk juga hingga sekarang? Kenapa ibu masih juga terlihat tak menyukai istriku ini?

"Baiklah, Sayang. Tak salah aku memilihmu sebagai istri. Sayangnya, ibu harus diberi pelajaran, supaya tetap berbuat baik pada wanita pilihanku."

Kuambil tas dengan tangan kiri, lalu beriringan kami ke luar kamar.

Kedua mata ibu masih basah dan merah saat kami sampai. Dinar segera diambil alih, lalu didekap erat sambil terisak.

Lima menit menunggu, belum ada tanda-tanda beliau menyerahkan kembali cucu yang sedang didekap. Untung saja anakku anteng.

"Sudah cukup, Bu. Kami berangkat sekarang. Ibu hati-hati ya, di rumah," ujarku, lalu mengambil Dinar dari dekapan Ibu.

Karin mengulurkan tangan untuk berpamitan, tapi ditepis oleh beliau. Aku mendengkus kesal melihat itu.

"Ayo, Dek," ajakku kemudian.

Lalu lalang kendaraan sangat ramai saat aku ke luar dari rumah ini.

Beriringan kami menuju go-car yang telah menunggu di depan toko ibu. Toko yang berjasa menghidupi kami selama ini.

Ibu mengantar kepergian kami dengan tangisan. Oh, ibu, berhentilah menangis. Aku hanya pergi sebentar, paling lama tiga hari di sana.

Mobil yang kami naiki perlahan bergerak dan meluncur mulus di jalan raya. Masih kulihat ibu mematung di tempatnya.

.

Menempuh perjalanan 18 jam, sampailah kami di desa Karin. Desa yang sesungguhnya, sebab jauh dari keramaian. Hamparan sawah yang hijau dapat ditemukan dengan mudah di sekitar sini.

"Kasih kabar ke rumah, Mas," tegur Karin, begitu aku merebahkan badan.

Remuk redam rasa badanku ini. Ingin segera memejamkan mata, setelah berbasa-basi dengan keluarga istri.

Lihatlah, Bu. Aku bahkan tak ingat memberi kabar, justru menantu yang kau buat menangis ini yang mengingatkan.

"Kami sudah sampai, Bu," ujarku, setelah sambungan telepon terhubung.

Karin memijit pundak dan punggung sementara aku berbicara dengan ibu. Dinar telah menjadi pusat perhatian kedua simbahnya sejak baru tiba, jadi kami bisa istirahat sejenak.

"Kalau begitu lekaslah pulang," pinta ibu di ujung telepon.

Baru juga sampai, Bu. Istirahat pun belum, sudah diminta pulang. Tiba-tiba saja rasa bersalah itu datang. Teringat kemarin saat aku bersuara keras pada ibu.

"Iya, Bu," jawabku singkat.

"Kalau lapar nggak usah masak, ke rumah Bulek saja, gampang, tinggal bayar, biar nggak repot," tambahku lagi.

Ibu mengiyakan, lalu menutup sambungan telepon setelah mengucapkan salam.

Baru berpisah sebentar, tapi rinduku sudah datang. Tak bisa kusembunyikan kekhawatiran, sebab ibu seorang diri di rumah. Ke rumah bulek pun jaraknya lumayan, mesti naik motor lima belas menit baru sampai.

Sekarang aku mengerti, kenapa istriku serindu ini dengan anak sulungnya.

Terkadang, memang keberadaan seseorang baru terasa saat terpisah oleh jarak, seperti yang kurasakan sekarang.

Lantas, masih maukah istriku kubujuk untuk tinggal bersama ibu lagi setelah ini?

Ataukah kuturuti permintaannya untuk mencari kontrakan, demi baiknya hubungan menantu dan mertua?

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status