Home / Rumah Tangga / Setelah Kamu Pilih Dia / Cinta yang Tumbuh Dalam Diam

Share

Cinta yang Tumbuh Dalam Diam

Author: Lina Astriani
last update Last Updated: 2025-06-28 14:21:35

Sudah seminggu sejak gathering kecil itu. Sejak mereka mengikat janji, bukan dalam balutan pesta megah, tapi dalam kesadaran penuh akan luka masing-masing dan pilihan untuk saling pulih.

Hari-hari Dinda kini berjalan lebih tenang. Bukan tanpa tantangan, tapi juga tak lagi penuh gejolak. Ia dan Rayhan mulai membiasakan diri dengan rutinitas berdua: bangun pagi bersama, menata jadwal kerja, sesekali bertukar ide soal rencana jangka panjang — termasuk keinginan Dinda untuk membuka kelas menulis online, dan rencana Rayhan mendaftar beasiswa pelatihan manajemen.

Suatu sore di akhir pekan, mereka mampir ke toko buku bekas di daerah Blok M. Dinda memeluk dua novel sastra lama yang sudah lama ia cari. Rayhan di sisi lain sibuk melihat rak motivasi dan manajemen diri.

“Han,” panggil Dinda pelan, “Kalau kita punya anak nanti… kamu pengen dia lebih mirip kamu atau aku?”

Rayhan melirik, tertawa kecil. “Aku pengen dia punya keberanian kamu. Tapi semoga logikanya lebih mirip aku.”

Dinda tertawa pel
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Surat Untuk Diriku yang Dulu

    Pagi itu, Dinda duduk di meja kerjanya dengan secangkir teh hangat. Udara masih sejuk, sisa gerimis semalam membuat daun-daun di luar jendela tampak segar. Di depan laptopnya, layar kosong menunggu diisi kata. Ia sudah membuka dokumen baru hampir sepuluh menit, tapi jarinya belum juga mengetik.Ada sesuatu yang ingin ia tulis sejak lama, tapi belum punya cukup keberanian. Hari ini, ia tahu waktunya sudah tiba.Ia menarik napas panjang, menegakkan punggung, lalu mulai mengetik:Untuk Dinda yang dulu,Aku tahu kamu sedang terluka. Aku tahu kamu bertanya-tanya kenapa dunia terasa nggak adil. Kenapa orang yang kamu cintai ternyata bukan orang yang bisa kamu genggam selamanya.Aku tahu kamu bangun tiap pagi dengan mata sembab dan hati penuh harapan, cuma untuk dihancurkan lagi sebelum matahari tenggelam. Aku tahu rasanya menunggu pesan yang nggak pernah datang, dan berpura-pura baik-baik saja padahal kamu nyaris runtuh.Tapi aku juga tahu satu hal lagi—kamu nggak lemah.Kamu bertahan sejau

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Surat yang Tak Pernah Dikirimkan

    Pagi itu, hujan turun pelan. Tidak deras, hanya gerimis yang menyisakan embun di kaca jendela. Dinda duduk di ruang kerja kecil di sudut apartemen, membolak-balik sebuah kotak kayu tua yang sudah lama tersimpan di lemari bawah. Kotak itu adalah peninggalan dari masa-masa paling kelam dalam hidupnya. Di dalamnya ada foto-foto lama, surat, dan buku catatan yang pernah ia isi saat hari-harinya masih penuh luka.Tangannya menyentuh sebuah amplop putih tanpa nama. Ia mengernyit, lalu perlahan membukanya.Isinya adalah surat—dengan tulisan tangannya sendiri. Ditulis entah kapan, tapi dari isinya, Dinda tahu itu surat yang ia tulis untuk Arsen. Surat yang tak pernah ia kirimkan.Dengan napas dalam, ia mulai membaca:Arsen,Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi kalau suatu hari kamu nemu surat ini, berarti aku sudah terlalu capek buat terus marah.Aku nggak benci kamu. Aku cuma kecewa. Karena yang aku kira cinta, ternyata luka yang dikemas rapi. Tapi kamu tahu, aku pernah bahagia. Sama k

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Saat Luka Lama Mengetuk

    Sudah hampir sebulan sejak Dinda menjadi pembicara dalam forum perempuan itu, dan hidup mereka berjalan seperti biasa—hangat, tenang, dengan rutinitas sederhana yang justru membuat hati penuh. Rayhan semakin sibuk dengan proyek kantornya, sementara Dinda mulai menulis naskah bukunya, perlahan namun pasti.Namun sore itu, ketika Dinda baru saja menutup laptopnya dan bersiap membuat teh, suara ketukan dari pintu apartemen membuatnya berhenti. Ia melangkah pelan ke depan, membuka pintu… dan tertegun.Arsen.Dinda menahan napas. Laki-laki itu berdiri di ambang pintu dengan wajah yang sama sekali tidak asing—mata sendu, rahang tegas, tapi kini terlihat lebih tirus dan lelah dari terakhir kali mereka bertemu.“Hai, Din…” sapanya pelan.Dinda tidak langsung menjawab. Lidahnya kaku. Ada sensasi aneh di dadanya, bukan benci, bukan rindu, hanya semacam luka lama yang tiba-tiba mengetuk kembali setelah ia pikir sudah benar-benar sembuh.“Ada perlu apa kamu ke sini, Sen?”“Aku nggak akan lama. Ak

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Bukan Sekedar Panggung

    Pagi itu, Jakarta baru saja diguyur hujan malam. Embun masih menempel di kaca jendela apartemen ketika Dinda terbangun lebih awal dari biasanya. Bukan karena Rayhan yang membangunkannya, tapi karena pikirannya sendiri yang sejak semalam belum juga tenang.Hari ini, untuk pertama kalinya, Dinda akan menjadi pembicara utama dalam sebuah forum komunitas perempuan—dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai latar belakang. Tema yang ia angkat sederhana: “Memaafkan Diri Sendiri.”Dan entah kenapa, justru itu yang membuatnya gugup.Bukan karena ia tak tahu harus bicara apa. Tapi karena bagian dari dirinya masih sering mempertanyakan: apakah aku pantas?Rayhan sedang di dapur, membuatkan teh hangat saat Dinda berjalan menghampirinya dengan langkah ragu.“Kamu nggak tidur nyenyak?” tanya Rayhan tanpa menoleh, sibuk mengaduk teh.Dinda mengangguk kecil. “Deg-degan banget, Han. Aku takut… aku malah terbata-bata atau kelihatan kayak nggak yakin sama apa yang aku bawa.”Rayhan menoleh, meletakkan c

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Sinar yang Tak Lagi Sembunyi

    Sudah dua minggu sejak tulisan pertama Dinda viral di media digital. Ia tak menyangka dampaknya sebesar itu—diundang podcast, ditanya jadi pembicara seminar, bahkan diminta jadi kolumnis tetap di rubrik perempuan sebuah majalah daring.Dulu, Dinda takut bicara. Takut dihakimi. Tapi kini, suara yang dulu ia pendam dalam tangis, justru menemukan gema di hati banyak orang.Siang itu, Dinda duduk di sebuah kafe kecil di bilangan Cikini, menunggu seorang editor dari platform digital yang tertarik menerbitkan kisah hidupnya dalam bentuk buku. Buku.Tangannya masih sedikit gemetar saat menggenggam gelas kopi. Di depannya, Rayhan sedang membaca berkas persetujuan kerja sama. Mata laki-laki itu serius, tapi bibirnya sesekali tersenyum kecil. Bangga.“Kalau kamu setuju,” ucap Rayhan pelan, “Kita bisa mulai tahapan editorial awal bulan depan.”Dinda mengangguk. “Kamu yakin aku bisa, Han? Nulis buku itu beda banget sama nulis artikel…”“Kamu nggak perlu jadi orang lain. Cukup jadi Dinda yang sela

  • Setelah Kamu Pilih Dia   Sorotan Tak Terduga

    Sudah hampir seminggu sejak Dinda membalas e-mail Arsen. Hidup berjalan seperti biasa, namun ada hal baru yang perlahan mengubah ritme keseharian mereka. Tanpa mereka duga, naskah yang dulu sempat Dinda kirim ke penerbit online kini viral—bukan karena namanya, tapi karena isinya.Tulisan itu adalah cerminan luka dan pemulihan. Netral, tenang, dan penuh kejujuran. Ia tak pernah menyangka, cerita yang dulu ia tulis diam-diam sambil menangis di kamar akan menyentuh begitu banyak hati.“Din, kamu lihat ini?” tanya Rayhan sambil menunjukkan layar ponselnya.Dinda menoleh sambil mengaduk teh. Di layar, ada potongan kalimat dari tulisannya yang diunggah ulang oleh akun media populer:“Ketika seseorang pergi, bukan hanya dirinya yang kita lepaskan. Tapi juga harapan-harapan kecil yang dulu kita sematkan diam-diam.”Disertai tagar #CeritaDinda.Dinda mengernyit. “Itu… dari ceritaku.”“Iya, dan ternyata banyak yang mulai nyari penulisnya. Komennya udah ribuan.”Dinda terdiam. Bukan karena takut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status