Beranda / Rumah Tangga / Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya / Selamat Membusuk Dipenjara, Ratih!

Share

Selamat Membusuk Dipenjara, Ratih!

Penulis: Jannah Zein
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-27 13:40:26

Bab 4

"Oma Trisna meninggal dunia?!" Bibirku bergetar. Tubuh yang lemas dan rasanya tulang-tulangku mau copot. 

"Aku sangat menyayangi Oma. Aku nggak menyangka kejadiannya sampai begini. Aku turut berduka cita, Ma." Hanya itu kalimat yang bisa aku ucapkan.

"Begitu mudahnya kamu bilang!" Tapi perempuan setengah dua itu malah melotot kepadaku. 

"Begitu mudahnya kamu bilang seperti itu, tidak menyadari kesalahanmu sendiri! Andai kamu bisa menjadi istri yang baik, Bima tidak perlu menceraikanmu dan mengumumkan perceraian itu di hadapan Mama Trisna. Aku sudah bilang jika kamu bukan wanita yang baik, tetapi Mama selalu bersikeras untuk menjodohkan kamu dengan Bima. Benar-benar perempuan pembawa sial!" Lagi-lagi ia memakiku.

Tamparan itu membuat kepalaku pusing, dan secara alami tiba-tiba saja perutku mengalami mual. Aku buru-buru menutup mulutku dan mengusap perutku secara refleks untuk meredakan rasa tak nyaman.

"Aku tidak tahu apa-apa, Ma. Mas Bima sendiri yang mengumumkan perceraian. Aku sudah berusaha untuk menolak, bahkan aku menolak menandatangani surat perjanjian perceraian kami. Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, tapi kenapa tiba-tiba aku yang disalahkan?!"

"Jelas kamulah yang salah, karena menjadi istri itu seharusnya harus menjadi kesayangan suami. Jangan berpura-pura bodoh, Ratih! Andaikan mama Trisna tidak menyayangimu, tentu aku sudah menendangmu dari keluarga ini!" Tatapan perempuan itu penuh dengan kebencian.

 

Sebelah tangannya melambai ke arah seorang wanita paruh baya yang merupakan pembantu di rumah ini. Wanita paruh baya bernama Darmi itu langsung mendekat.

"Awasi majikanmu! Pastikan dia tidak pergi dari rumah ini sebelum saya kembali lagi ke sini! Saya masih harus  mengurus macam-macam, mempersiapkan acara untuk pemakaman dan lain-lain!" perintah perempuan itu, lalu akhirnya dia pergi melenggang, membiarkanku yang menangis kesakitan. 

Kini bukan cuma dahiku yang perih, tetapi bagian bahuku juga sakit. Sepertinya benturan itu cukup keras, karena ini lantai terbuat keramik. Untung saja kepalaku masih aman.

"Oma....." Aku menangis terisak-isak, membayangkan oma Trisna yang terbujur kaku. Ingin sekali aku pergi dari sini untuk mengantarkan kepergian oma Trisna ke peristirahatan terakhirnya. Begitu banyak kenangan dengan oma Trisna yang membuatku merasa jika oma Trisna diciptakan sebagai ibu kedua untukku, setelah ibu kandungku meninggal dunia 

Papa menikahi Atika setahun setelah mama meninggal dunia, dan setelah itu aku dekat dengan Oma Trisna, dekat pula dengan Bima yang selalu melindungiku, karena menganggap aku adalah anak yatim. Seperti itu yang diajarkan oma Trisna kepada Bima. 

Aku tidak tahu apa yang membuat pria itu berubah setelah dewasa, meski aku pikir Bima tetap mencintai oma Trisna, meski tidak sebesar dulu ketika kami masih tumbuh bersama.

Apakah karena kehadiran Inara?

Ya, mungkin, tapi tidak berani untuk memastikan. Setelah lulus SMA aku memutuskan untuk tinggal di kota sebelah melanjutkan pendidikanku kuliah di salah satu universitas swasta sementara Bima memilih melanjutkan pendidikannya di kota ini sebuah universitas yang juga ternama sambil belajar bisnis langsung di bawah bimbingan sang papa.

Kami kehilangan kontak selama beberapa tahun, sampai akhirnya aku kembali ke kota ini dan menemui kembali oma Trisna, titik balik yang pada awalnya membuatku merasa seperti perempuan yang sangat beruntung, karena ternyata oma Trisna memilihku untuk berjodoh dengan Bima.

"Suatu saat aku pasti akan mengunjungimu, Oma, tetapi tidak hari ini." Aku mengusap wajahku dan berjalan kembali ke kamar.

Namun alangkah terkejutnya diriku saat menyadari pintu kamar ditutup dari luar. Aku bergegas kembali ke pintu dan menyadari jika ternyata pintu itu telah terkunci dari luar.

Bi Darmi menjalankan tugasnya dengan baik. Meskipun itu hanya berlaku kepada Chintya, majikannya. Aku tidak pernah dianggap sebagai majikan kecuali hanya sebagai istri Bima. Bahkan dia berani membentak atau menyuruhku melakukan segala pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas pembantu. Pada mulanya aku melakukan itu dengan senang hati sebelum akhirnya sadar jika aku sebenarnya sedang di peralat. Kerjaannya lebih banyak bersenang-senang dan santai di rumah ini. Apalagi semua keperluan Bima, akulah yang mengurusnya.

Aku dikurung selama berjam-jam tanpa makan dan minum. Tapi meski begitu, aku tetap merasa beruntung karena kamar mandi ada di dalam kamar ini, sehingga aku bisa buang air kecil tanpa harus mengemis kepada bi Darmi untuk membukakan pintu. 

Aku benar-benar tidak tahu apa salahku, padahal seharusnya yang bersalah itu bukannya Bima ya, kalaupun ada yang harus dipersalahkan dengan kondisi drop yang dialami oleh Oma Trisna yang menyebabkan beliau sampai meregang nyawa?

Suara dari pintu membuatku bangkit dari tempat tidur. Aku pikir bi Darmi yang mengantarkan makanan untukku, tapi ternyata tidak.

Malah beberapa sosok laki-laki merangsak masuk ke dalam kamarku.

"Ibu Ratih, Anda kami tahan atas dasar laporan dari ibu Chintya, yang menyebutkan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan yang menyebabkan hilangnya sebuah nyawa, yaitu ibu mertuanya bernama nyonya Trisnawati Chandrawinata." Salah seorang diantara mereka memperlihatkan selembar kertas berisi surat penahanan.

"Apa?! Saya ditahan?!" 

Ah, ternyata perempuan paruh baya itu benar dengan ucapannya. 

Aku melangkah dengan tubuh gemetar, mengiringi para pria itu, tetapi aku menolak saat mereka ingin memborgol. 

"Tidak perlu, saya bukan penjahat dan saya akan buktikan jika saya bukan penjahat. Saya tidak salah sama sekali. Justru suami sayalah yang bersalah dan ibu mertua saya sengaja mencari kambing hitam agar anaknya bisa lolos jadi jerat hukuman, karena sudah membuat orang tua syok berat sampai meninggal dunia," ucapku dengan tenang, meski sebenarnya hatiku tidak sedang baik-baik saja.

"Aku akan melayani permainanmu, Mas." Aku terus membatin sembari terus melangkah sampai akhirnya keluar dari rumah ini.

Sosok perempuan paruh baya itu ternyata berada di salah satu sudut teras dengan tangan mengepal, dan di sisinya sang suami yang bernama Hendrawan menatapku tanpa ekspresi yang bisa diartikan.

"Selamat membusuk di penjara, Ratih. Jangan pernah kembali lagi kemari!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Masih Ada Jalan

    Bab 8Beruntung ada sipir yang lewat, sehingga wanita berseragam itu menegakkan tubuhku, lalu membimbingku menuju klinik."Biar diperiksa dulu ya, Bu. Ini Ibu Ratih yang kemarin positif hamil saat diperiksa dokter Syifa, kan?" ujarnya ramah.Aku mengangguk dan berkata, "benar, Bu. Saya nggak tahu jika sedang hamil, karena mungkin terlalu stres dengan drama rumah tangga kami yang tak berkesudahan. Ibu tentu tahu apa alasannya yang membuat saya berakhir di tempat seperti ini.""Iya Bu, saya mengerti." Pegangannya di pundakku membuat tubuhku terasa lebih ringan untuk melangkah. "Hanya sayangnya saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya seseorang yang ditugaskan untuk melayani para tahanan disini."Kemudian diapun berujar, "tapi Ibu tenang saja. Saya akan berusaha melayani Ibu sebaik mungkin. Mungkin tempat ini tidaklah cocok untuk ibu, tetapi saya berharap Ibu bisa betah tinggal di sini, meskipun saya pribadi menginginkan jika Ibu segera keluar. Saya tahu Ibu orang baik.""Dari mana Ib

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Kamu Pikir, Kamu Akan Mendapatkan Kebebasan Dengan Mudah?!

    Bab 7"Kamu pikir, kamu akan mendapatkan kebebasan dengan mudah?!' Pria itu malah tertawa lebar sembari menatap wajahku, ucapan yang membuatku sangat terkejut."Itu yang kamu janjikan!" Aku menunjuk map yang sekarang berada di tangan Inara."Kamu ingat, siapa yang sudah melaporkan kamu ke polisi soal tindakan tidak menyenangkan yang mengakibatkan hilangnya nyawa Oma? Apakah itu aku?" lanjutnya. Kedua sejoli itu seketika berpandangan, lalu bertukar senyum, meski akhirnya Inara memegang tangan Bima."Tidak sepantasnya kamu bilang seperti itu, Mas," ujar Inara lemah lembut, dan sedikit melirik kepadaku. "Bagaimanapun dia adalah istrimu, dan anak yang dikandungnya adalah anakmu. Seorang ayah tidak mungkin membiarkan ibu dari buah hatinya berada di penjara, bukan?!""Apa sekarang kamu berubah pikiran, Inara sayang?" Pria itu berujar. Lembut sekali nada bicaranya.Aku tidak tahu apa arti kesepakatan yang dimaksud oleh Bima, tetapi aku yakin Bima dan Inara itu sama saja. Kalaupun Inara terli

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Tidak Akan Semudah Itu, Inara

    Bab 6Aku berlari menuju kamar mandi karena tak tahan dengan gejolak di dalam perutku. Entah kenapa bau badan Bima begitu menyengat. Padahal selama ini aku merasa baik-baik saja. Tidak ada riwayat penyakit maag yang parah, walaupun kadang makanku tidak teratur lantaran sering stres menghadapi sikap Bima, apalagi sejak rencana kepulangan Inara, yang berakhir dengan pertemuan kami di bandara waktu itu. Aku mengeluarkan seluruh isi perutku, sampai akhirnya yang tersisa cuma air saja.Tubuhku lemas, lunglai seluruh persendianku. Seorang sipir menangkap tubuhku yang limbung, lalu berkata, "mari kita ke klinik. Sepertinya kamu sedang kurang sehat.""Terima kasih, Bu," sahutku lirih.Wanita berseragam itu membimbingku berjalan menuju sebuah ruangan yang disebut dengan klinik. Seorang dokter jaga muncul dari ruang dalam dan mengisyaratkan kepadaku untuk berbaring.Dia mengukur denyut nadi tensi kemudian meminta izin untuk menyingkap pakaian yang sedang aku kenakan."Sudah berapa lama bu Rat

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Tolong Jangan Mempersulit

    Bab 5"Suami Anda mungkin yang membuat keputusan itu, lalu mengumumkannya di hadapan para tamu undangan di acara anniversary pernikahan kalian yang kedua, tetapi bagaimanapun Anda adalah akar dari segala masalah ini yang membuat nenek mertua Anda akhirnya meninggal dunia lantaran syok dengan keputusan suami Anda. Wajar jika semua orang menyalahkan anda, karena mereka akan berpikiran Anda merupakan istri yang tidak becus. Sudah tahu nenek mertua anda memiliki riwayat penyakit jantung dan sedang dalam proses pengobatan, kenapa tidak bisa mengontrol suami Anda agar tidak mengumumkan perceraian di hadapan neneknya?" Tatapan pria di hadapanku ini seolah mengulitiku hidup-hidup. Dia bertindak sebagai penyidik, tetapi dari caranya menyelidiki kasus ini, membuat kesan seolah sedang menghakimiku.Kenapa semua orang menyalahkanku, sementara segala sesuatu yang terjadi di luar kontrol?Bagaimana mungkin aku bisa mengontrol seseorang yang cintanya sudah habis untuk cinta dan kekasih pertamanya?

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Selamat Membusuk Dipenjara, Ratih!

    Bab 4"Oma Trisna meninggal dunia?!" Bibirku bergetar. Tubuh yang lemas dan rasanya tulang-tulangku mau copot. "Aku sangat menyayangi Oma. Aku nggak menyangka kejadiannya sampai begini. Aku turut berduka cita, Ma." Hanya itu kalimat yang bisa aku ucapkan."Begitu mudahnya kamu bilang!" Tapi perempuan setengah dua itu malah melotot kepadaku. "Begitu mudahnya kamu bilang seperti itu, tidak menyadari kesalahanmu sendiri! Andai kamu bisa menjadi istri yang baik, Bima tidak perlu menceraikanmu dan mengumumkan perceraian itu di hadapan Mama Trisna. Aku sudah bilang jika kamu bukan wanita yang baik, tetapi Mama selalu bersikeras untuk menjodohkan kamu dengan Bima. Benar-benar perempuan pembawa sial!" Lagi-lagi ia memakiku.Tamparan itu membuat kepalaku pusing, dan secara alami tiba-tiba saja perutku mengalami mual. Aku buru-buru menutup mulutku dan mengusap perutku secara refleks untuk meredakan rasa tak nyaman."Aku tidak tahu apa-apa, Ma. Mas Bima sendiri yang mengumumkan perceraian. Aku

  • Setelah Menceraikanku, Dia Merayakannya    Talak (2)

    Bab 3"Oma...." Aku menjerit pertama kali saat menyadari jika Oma Trisna sudah terkulai di kursi rodanya. Aku buru-buru merengkuh tubuh itu, tetapi belum sempat menyentuh Oma Trisna, tubuhku sudah terjungkal lebih dulu, jatuh ke lantai. "Apa-apaan kamu?! Lelucon macam apa ini?! Ini pasti gara-gara kamu! Kamu yang memang nggak becus sebagai istri, sampai Bima menceraikan kamu!" Alih-alih merangkul, justru pria yang seharusnya menjadi cinta pertamaku itu malah menyalahkan. Aliando, papaku mendaratkan tamparan keras disusul dengan tamparan lain, tetapi tidak terlalu keras, karena berasal dari seorang wanita yang berdiri di samping pria itu.Dialah Atika, ibu tiriku."Cepat berlutut, bilang kepada Bima jika kamu minta maaf dan meminta rujuk kembali!" teriak Atika marah.Perempuan itu menyeretku ke arah Bima yang terlihat malah berbincang dengan Inara, tanpa perduli dengan neneknya yang sudah dibawa pergi dari tempat itu. Untung saja tim medis siap siaga, sehingga perempuan tua itu bisa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status