Share

Bab 6

Author: Lanita
Di dalam laci kamar mandi, tergeletak sebungkus pembalut yang jelas bukan milikku.

Dari luar pintu, kebetulan Cannie menelpon Renzo. "Kak Renzo, Cannie tiba-tiba kedatangan tamu bulanan di rumah sakit. Tapi di sini nggak ada yang menjual pembalut khusus remaja. Di kamar mandi rumahmu ada satu bungkus yang ketinggalan, bisa tolong dibawakan untuk Cannie?"

Renzo mendengarkan sambil melangkah masuk ke kamar mandi. Tepat saat itu, dia melihatku membuka laci. Tatapannya sempat menghindar, lalu akhirnya dia memilih untuk keluar. Kepada Cannie di seberang telepon, dia berkata, "Nggak ada. Aku pergi ke supermarket belikan yang baru saja."

"Kalau begitu Kak Renzo harus cepat ya. Kalau sampai mengotori ranjang rumah sakit, suster akan kerepotan! Cannie juga akan sangat malu!"

Kesabaran Renzo terhadap Cannie tampaknya tak ada batasnya. Jenis merek, ukuran, sampai detail panjang pembalut pun dia catat satu per satu.

Begitu dia menutup telepon, kebetulan koperku sudah selesai kukemas. Dia berbalik dengan agak kikuk, lalu berkata, "Jangan salah paham. Itu cuma karena hari itu dia sempat mampir dan mengganti pakaian."

Aku menanggapinya tanpa ekspresi berlebih, "Aku mengerti."

Renzo mulai terdengar kesal, "Kenapa wajahmu selalu dingin begitu? Kalau kamu memang keberatan, ya sudah, aku nggak usah pergi."

Aku tersenyum ringan, seolah menunjukkan kalau aku sama sekali tidak peduli.

Renzo meneliti wajahku dan menyadari aku benar-benar tidak marah. Baru setelah itu, dia ragu-ragu melangkah keluar. Namun sampai di ambang pintu, dia kembali berbalik dan bertanya, "Kamu berkemas untuk pergi ke mana?"

Aku menjawab blak-blakan, "Paris."

Seolah baru teringat sesuatu, tubuh Renzo jadi lebih rileks. "Minggu depan saja, aku kosongkan jadwal. Kita pergi ke Paris untuk bulan madu."

Di hari terakhir sebelum keberangkatan, akhirnya Renzo teringat janji lama kami. Sayangnya, semua itu sudah terlambat.

Saat menunggu di bandara, kebetulan aku melihat unggahan Instagram Cannie. Dia sengaja menandaiku agar aku bisa melihat. Dalam foto itu, dia berbaring di ranjang rumah sakit, rambutnya penuh busa, sementara sepasang tangan pria sedang mencuci rambutnya.

Dari rekaman suaranya, terdengar jelas Renzo berkata dengan penuh kasih, "Jangan banyak bergerak."

Cannie bahkan menambahkan beberapa kalimat manja dengan emotikon hati.

[ Tanganku terluka jadi nggak bisa kena air, untung Kakak mau mencuci rambutku. Huhu rambut agak berminyak, aku malu sekali. Tapi Kakak nggak jijik dan malah bilang mulai sekarang akan selalu merawatku seperti ini. ]

Tak lama kemudian, pesan Renzo masuk.

[ Minggu depan ada urusan, tiketnya batalkan dulu. Bulan depan aku akan cari waktu untuk menemanimu. ]

Dia tidak tahu, sejak awal aku memang tidak pernah memesankan tiket untuknya. Sebelum pesawat lepas landas, aku meminta pengacara mengirimkan perjanjian cerai kepadanya. Lalu, kutekan mode pesawat.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 12

    Pameran global Juan berjalan dengan sangat sukses. Tak lama kemudian, kami sampai di bandara.Saat dia menuntun koperku keluar dari bandara, kami langsung dikerumuni para wartawan. Beberapa dari mereka jelas ingin menggali gosip tentang aku dan Renzo, tetapi semua berhasil dihalangi Juan.Tiba-tiba, sosok yang tampak letih muncul sambil memegang sebuah lukisan. Itu adalah Renzo. Dia tampak kumal dengan jenggot tak terurus.Lukisan itu adalah "Matahari Terbenam di Paris" yang kusobek sendiri saat meninggalkan studionya. Namun, sekarang sudah direkatkan kembali satu per satu dengan lem.Tak peduli pada tatapan semua orang, Renzo berlutut di depan kami dan memohon, "Nancy, masih ingat janji kita dulu? Itu salahku, aku yang menghancurkannya. Aku menggeledah tempat sampah dan begadang sebulan penuh untuk merekatkannya kembali!""Lihat, aku sudah melakukan semua ini untukmu. Lukisan sudah kembali seperti semula. Kita juga bisa memperbaiki hubungan kita, 'kan?"Memperbaiki hubungan? Mataku te

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 11

    Yang tidak pernah aku sangka adalah, Renzo justru meninggalkan kekacauan di dalam negeri dan mengejarku sampai ke Paris.Dia langsung menerobos masuk ke studio, lalu menghantam Juan dengan satu pukulan. "Bajingan! Jadi kamu yang menggoda istriku!"Aku segera berlari menarik Renzo, tetapi dia merengkuhku erat-erat."Nancy, ternyata kamu masih peduli padaku. Lihat, aku mengejarmu sampai Paris demi kamu. Ayolah, maafkan aku. Kita mulai dari awal lagi ya?"Aku mendorongnya. "Nggak! Perjanjian cerai sudah ditandatangani. Aku dan kamu nggak ada hubungan lagi.""Nggak! Aku nggak akan mengurus prosedur perceraian itu.""Kalau kamu nggak urus, aku akan menggugat ke pengadilan. Renzo, kita nggak bisa kembali lagi.""Nggak! Nggak! Nggak!" Renzo mencengkeram rambutnya sambil meraung, lalu tiba-tiba merangkulku dan berusaha memaksaku berciuman dengannya.Aku sangat muak, tetapi sama sekali tidak bisa melepaskan diri darinya. Akhirnya, Juan yang melayangkan satu pukulan hingga Renzo terkapar.Aku bu

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 10

    Di dalam negeri, Renzo juga seorang pelukis dengan popularitas tinggi. Begitu berita itu menjadi trending topic, citranya langsung runtuh.Begitu citra seorang pelukis hancur, jangankan mencari investor, lukisan pun tidak ada yang mau beli lagi.Bahkan karya yang sebelumnya sudah terjual dituntut pengembalian uang oleh pembeli. Renzo pun harus membayar ganti rugi dengan jumlah fantastis karena melanggar kontrak.Seorang mantan rekan kerja dari studionya diam-diam memberitahuku bahwa sekarang Renzo setiap hari memasang wajah masam. Tidak peduli bagaimana Cannie berusaha menempel dengan sikap manis dan penuh kepura-puraan, dia tetap diabaikan.Tak lama kemudian, Renzo menyuruh Cannie pergi menghadiri jamuan untuk mencari investor, bahkan menyuruhnya berpakaian lebih terbuka.Tentu saja Cannie yang menjaga citra polos itu menolak. Alhasil, Renzo langsung menamparnya dan mengusirnya.Tak punya pilihan lain, Cannie pun akhirnya pergi. Kebetulan, seorang bos berusia 50-an tahun bernafsu pada

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 9

    Aku pergi mencuci muka. Begitu kembali, aku langsung melihat ada tujuh hingga delapan studio yang mengirim undangan agar aku menjadi manajer mereka.Aku membalas dengan sopan, bahwa aku sudah menjadi manajer Juan. Balasan yang muncul di bawah semuanya penuh dengan doa dan dukungan.[ Pak Juan memang sangat berbakat. Kalau bisa kerja sama dengan Kak Nancy, masa depan kalian pasti tak terbatas! ][ Kudengar Pak Juan sebentar lagi akan mengadakan pameran global. Mengundang Kak Nancy di momen seperti ini, jelas akan membuat kariernya naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi! ][ Aku cuma ingin bilang ... Kak Nancy sangat kasihan waktu bersama Renzo. Padahal semua urusan diurus olehnya, tapi saat bersama Renzo, dia seperti alat saja. Terakhir kali aku bahkan melihat Kak Nancy diperlakukan buruk oleh asisten studio. ][ Jangan dibahas lagi, waktu itu Cannie sempat mengganti kontrak diam-diam saat Kak Nancy nggak ada. Hasilnya, salah ketik satu angka nol, bikin bos sampai marah besar. ][ Kak N

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 8

    Pengirim pesan itu tentu saja adalah Renzo.[ Nancy, apa maksudmu? Kamu menyuruh pengacara menuntut cerai dariku? ][ Berani sekali kamu! Kalau bukan karena aku, mana mungkin kamu bisa hidup senyaman ini, mana mungkin punya karier seperti sekarang? ][ Kamu pasti cuma pura-pura. Kalau benar-benar mau cerai, kenapa kamu sendiri nggak muncul? ][ Terus, apa maksud dari foto profilmu itu? Kamu dari dulu memang ingin menggantinya supaya aku memperhatikanmu, 'kan? Karena aku sibuk melukis dan nggak sempat melihat, kamu jadi bikin keributan sebesar ini hanya untuk menarik perhatianku? ]Melihat deretan pesan yang rapat itu, hatiku terasa dingin. Renzo yang dulu pernah kucintai dengan sepenuh hati di masa muda, sejak kapan berubah menjadi orang seperti ini?Aku sudah tidak punya kata-kata lagi untuknya, jadi hanya membalas.[ Sebaiknya kamu baca baik-baik surat perjanjian cerai yang dikirim pengacara. Kamu sudah tanda tangan. Sisanya hanya urusan prosedur. ]Beberapa menit kemudian, keheninga

  • Setelah Rasa Itu Sirna   Bab 7

    Sepanjang perjalanan, aku merasa luar biasa rileks. Meskipun pesawat sempat berguncang, aku tetap tidur dengan nyenyak.Setelah mendarat dan keluar dari imigrasi, aku langsung melihat pelukis pendatang baru yang menjemputku sendiri, yaitu Juan.Harus diketahui, selama dua tahun belakangan ini, Juan bukan hanya melejit di luar negeri, tetapi juga sudah hampir menyaingi Renzo di dalam negeri.Bisa dibilang, dia adalah pendatang baru yang paling membuat Renzo waspada."Akhirnya kamu datang! Aku percaya dengan kamu sebagai manajerku, karierku pasti bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi." Juan berkata dengan antusias, lalu memelukku dengan hangat, bahkan memberi salam khas Prancis dengan cipika-cipiki.Aku tahu itu hanya ungkapan ramah. Namun, menghadapi kedekatan dari pria asing, wajahku tetap memerah tanpa bisa dikendalikan.Bagaimanapun, meskipun sudah saling mengenal sepuluh tahun, Renzo bahkan malas menyentuhku dengan satu jari pun.Dia selalu berkata, "Nancy, kamu tahu 'kan, sua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status