Home / Romansa / Setelah Satu Malam dengan Dosenku / BAB 1 MALAM YANG SEHARUSNYA TIDAK TERJADI

Share

Setelah Satu Malam dengan Dosenku
Setelah Satu Malam dengan Dosenku
Author: Starisborn

BAB 1 MALAM YANG SEHARUSNYA TIDAK TERJADI

Author: Starisborn
last update Last Updated: 2025-11-14 20:40:32

Alea Devina tidak pernah menyukai alkohol. Bahkan baunya saja membuatnya mual. Tapi malam ini, semuanya terasa berbeda. Pahitnya minuman di gelas justru lebih mudah ditelan dibanding pahitnya kata-kata terakhir yang keluar dari mulut mantan pacarnya.

"Kita selesai, Lea. Aku nggak pernah benar-benar cinta sama kamu."

Kalimat itu terus bergema seperti irama yang tidak bisa ia hentikan. Entah berapa gelas yang sudah ia habiskan dalam gelapnya lampu bar —yang jelas, kepalanya kini berat, matanya panas, dan hatinya terasa kosong seperti tidak lagi punya tempat untuk pulang.

Alea tertawa kecil, miris. “Bodoh banget… kenapa aku harus cinta sama orang kayak dia…” katanya sambil menenggak sisa minumannya. Dia menghentakan gelas kaca itu dengan sedikit keras.

"Satu gelas lagi" ucapnya yang mendapat tatapan kurang yakin dari bartender.

Di sisi lain ruangan, suara musik semakin keras. Orang-orang berpesta, tertawa, dan menikmati malam tanpa peduli dunia sedang runtuh untuk satu orang di atap yang sama—seseorang yang duduk sendiri dengan eyeliner luntur dan tatapan kosong. Alea.

---

Di lantai atas, Darren Vahl menyender di balkon dengan segelas minuman yang hampir tidak ia sentuh.

Ia seharusnya tidak berada di sini—pesta kejutan untuk “kepulangan”-nya dari luar negeri dibuat oleh sahabat-sahabat lamanya, dan ia dipaksa ikut. Sudah lima kali ia menolak minuman, tapi pada akhirnya ia kalah oleh dorongan gelas yang terus-menerus ditempelkan ke tangannya.

“Rayakan sedikit, Ren! Kamu balik kampung setelah bertahun-tahun, masa masih kaku begitu?” tawa teman-temannya.

Darren hanya mengernyit kecil, meneguk minumannya demi cepat selesai. Alkohol membuat pandangannya agak berat, tapi tidak sampai kehilangan kendali.

Ia butuh udara. Butuh sepi. Butuh berhenti jadi pusat perhatian.

Dengan menarik napas panjang, ia turun ke lantai bawah—tempat orang-orang lebih sibuk dengan dirinya sendiri daripada dengan dia.

---

Alea bangkit dari kursinya, ia berjalan memasuki koridor sepi yang menuntunnya ke pintu belakang. Pandangannya mulai mengabur dan keseimbangannya perlahan menghilang, membuat tubuhnya sempoyongan. Ia menyentuh dinding untuk menahan diri agar tidak jatuh. Bulu mata basah, pipi merah, dan jantungnya berdetak tidak beraturan.

Ia hanya ingin pergi dari bar itu.

Keluar.

Ke mana saja.

Asal bukan di tempat yang mengingatkannya pada patah hati.

Saat pintu belakang terbuka, angin malam menghembus, dan matanya menangkap seseorang berdiri menyandar di samping tembok bata—sosok pria tinggi dengan kemeja hitam, lengan tergulung sampai siku, kacamata bertengger di hidung mancungnya dan rambut yang sedikit berantakan seperti baru saja melewati malam panjang.

Darren menoleh saat mendengar suara langkah yang tidak stabil. Dia bergerak cepat kala Alea hampir terjatuh. Kini setengah sebelah tangannya memeluk pinggang Alea, menopang tubuh mungil miliknya agar tidak menghantam lantai.

Alea memandangnya sambil berkedip lambat. “Kamu… sendirian?”

Darren mengangguk, terpana dengan iris hazel dan kelopak mata Alea yang sayu.

“Sepertinya kamu juga.” jawabnya tanpa sadar. Pengaruh alkohol sedikit mengganggu konsentrasinya.

Alea mendekat sedikit mendekatkan wajahnya tanpa memikirkan apa pun. “Aku… butuh seseorang malam ini.” Suara lirihnya berusaha memecahkan tameng Darren, tatapannya fokus ke satu titik: mata pria di depannya.

Darren menelan ludah. Ia tahu ia harus menolak. Ia tahu perempuan ini mabuk, rapuh, dan tidak seharusnya memintanya hal seperti itu.

Namun ketika Alea menyentuh dadanya dan perlahan naik untuk mencengkram kerah bajunya serta menatapnya seolah ia satu-satunya tempat berpegangan di dunia ini…

kontrolnya runtuh sedikit demi sedikit.

“Apa kamu yakin?” suaranya rendah, bergetar.

Alea mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. “Aku mau lupa,” bisiknya. “Tolong… buat aku lupa malam ini.”

Dan itulah titik di mana segala garis batas kabur.

Tangan Darren memegang wajahnya.

Alea menarik kerah bajunya.

Pertemuan dua jiwa yang sama-sama luka, sama-sama mabuk, dan sama-sama butuh tempat bersembunyi.

Malam itu mengalir tanpa mereka benar-benar sadar bagaimana awalnya. Yang mereka tahu hanyalah:

kehangatan menghapus sesaat kesepian.

dunia di luar berhenti.

dan mereka saling jatuh, dalam cara yang tidak pernah mereka rencanakan.

---

Dua Minggu Kemudian

Suasana kampus kembali ramai. Mahasiswa berdatangan membawa semangat semester baru, sementara Alea berjalan cepat menuju kelas dengan kepala penuh kecemasan. Ia berusaha fokus pada kuliah, pada jadwal baru, pada rutinitas.

Namun satu hal terus mengganggunya…

Bayangan pria asing yang menghabiskan malam dengannya dua minggu lalu.

Ia bahkan tidak menunggu pria itu bangun karena sakit kepala akibat terlalu mabuk dan juga karena terlalu malu. Terlalu hancur. Terlalu ingin pulang dari rasa sakit.

Alea masuk ke kelas, memilih kursi agak belakang. Ia menghela napas lega saat teman-temannya sibuk sendiri. Hanya Kaila yang sibuk berceloteh akan kedatangan dosen baru yang sangat tampan—menurut rumor yang beredar.

Pintu kelas terbuka.

Langkah sepatu kulit terdengar memasuki ruangan.

Sosok pria itu naik ke podium dengan wibawa tenang dan suara yang dalam saat menyapa:

“Selamat pagi semuanya. Nama saya Darren Vahl. Saya dosen baru kalian untuk mata kuliah Metodologi Bahasa.”

Alea membeku. Jantungnya berhenti berdetak.

Karena saat pria itu menatap ke arah kelas…

dan mata mereka bertemu…

Alea tahu.

Dialah pria itu.

Pria yang memeluknya malam itu.

Pria yang ia minta untuk membuatnya lupa.

Dan kini pria itu adalah—

Dosennya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 8 Ruang USG

    Alea berjalan sedikit lebih dulu menuju pintu ruang USG, sementara Darren mengikutinya dengan langkah ragu—bukan karena tidak ingin masuk, tetapi karena seluruh situasi terasa seperti sesuatu yang belum siap ia hadapi. Genggaman Alea pada tangan kanannya seolah menyerap segala ketidaksiapannya. Tangannya yang lain masuk ke kantong celana, kebiasaannya setiap kali gugup. Pintu ruangan tertutup perlahan di belakang mereka, meninggalkan keheningan yang membuat jantung Alea berdebar lebih keras.Ruangan itu terang, putih, dan beraroma antiseptik. Tempat tidur pemeriksaan berada di tengah, layar monitor USG menyala redup. Alea duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang. Darren berdiri di sampingnya, tubuhnya tegak seperti sedang menghadapi sidang akademik.Tidak ada ekspresi manis atau kalimat penenang keluar dari bibirnya. Ia hanya menatap instrumen USG seolah-olah sedang memeriksa alat penelitian yang asing.“Kalau… kamu nggak nyaman saya di sini, bilang aja,” ucapnya datar. Lebih sepe

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 7 RUANG BARU, DEGUP BARU

    Malam itu, ketika suara mobil Darren berhenti tepat di depan Alea, dunia yang baru saja runtuh perlahan-lahan menemukan bentuknya kembali. Alea masuk mobil tanpa banyak bicara, wajahnya masih sembab, matanya terus menatap ke luar jendela, takut kalau suaranya kembali pecah. Darren tidak memaksa bertanya. Yang Darren lakukan hanyalah menurunkan suhu pendingin di dalam mobil, menarikkan seatbelt Alea perlahan, dan menepuk punggung tangannya sejenak sebelum ia kembali ke kursi pengemudi. Jeda singkat itu saja membuat Alea terisak pelan. “Kalau kamu masih ingin menangis… menangislah,” kata Darren sambil menyalakan mesin. Alea mengangguk, membiarkan malam itu berlalu dengan mereka berkendara menuju hotel dekat pusat kota. Saat sampai, Darren langsung memesan 2 kamar hotel yang bersebelahan dan dia meminta untuk di sterilkan semaksimal mungkin. Di kamar hotel itu, Alea hanya duduk di tepi ranjang sambil memegang hoodie lengan panjang pemberian Darren. Darren berdiri di dekat pintu, ra

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 6 RUMAH BARU?

    Alea bersandar pada sandaran ranjang IGD, wajahnya masih pucat, selimut rumah sakit diselimuti aroma antiseptik yang menusuk. Perawat sudah keluar, dan ruangan itu kini hanya berisi dia dan Darren. Lelaki itu berdiri dengan kedua tangan disilangkan, rahangnya tegang. Dari tadi ia menolak terlibat perdebatan lagi, namun Alea tetap keras kepala.“Alea,” suara Darren rendah tapi jelas, “saya rasa kamu perlu menginap di sini malam ini. Kondisi kamu belum stabil.”Alea menggeleng pelan sebelum menjawab, “Saya sudah bilang… saya baik-baik saja, Pak Darren. Saya tidak terbiasa tidur di rumah sakit. Saya ingin pulang.”“Kamu bilang begitu tadi, tapi kamu hampir terjatuh saat ke kamar mandi.” Darren meremas jemarinya sendiri, jelas menahan kesal. “Saya enggak bisa membiarkan kamu pulang sendirian.”“Saya tidak sendirian,” bantah Alea pelan tapi tegas. “Saya punya rumah.”Darren menarik napas panjang. “Rumah yang saat ini harusnya kamu tempati untuk istirahat, bukan memaksakan diri pulang hanya

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 5 DIANTARA TENANG DAN RUNTUH

    Pintu ruang arbosi itu terbuka dengan pelan. Alea melangkah keluar dengan langkah kecil, tergesa namun tidak stabil. Kepalanya berat, penglihatannya berbayang, dan suara di sekelilingnya seperti terdengar dari dalam air. Ia hanya ingin pulang. Tidur. Diam. Lalu tidak memikirkan apa pun. Tapi tubuhnya berhenti mendadak. Tepat di depan pintu, berdiri seseorang yang tidak pernah ia bayangkan akan melihatnya di tempat seperti ini. Darren. Pria itu berdiri tegap, wajahnya tegang namun tidak seram. Bukan marah. Bukan kecewa. Tapi seperti seseorang yang sedang mencoba memastikan apakah yang ia lihat benar-benar nyata. Sorot matanya langsung tertuju pada Alea. Dalam. Menembus. Seakan mencari jawaban yang sudah ia duga namun tak ingin ia akui. Alea menelan ludah, memalingkan wajah secepat mungkin. “s-saya… bukan… bukan untuk itu, saya hanya…” Suara Alea patah. Langkahnya goyah. Darren mengambil satu langkah mendekat. “Alea—” Belum sempat ia menyelesaikan namanya,

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 4 NERAKA BERKEDOK RUMAH

    Alea berdiri cukup lama di depan gerbang rumah orang tuanya. Bukan karena rindu—melainkan karena ia butuh beberapa detik untuk menyiapkan hati. Kontrakan sempit yang ia tinggali memang jauh dari kata layak, tapi setidaknya di sana ia tidak merasa jadi orang asing. Tidak seperti rumah ini, yang seharusnya memberi kehangatan, namun justru terasa lebih dingin daripada angin malam di musim hujan.Pintu bergemerincing ketika ia buka perlahan. Bau khas rumah itu—campuran detergen, minyak goreng, dan udara pengap yang tidak pernah diperbarui—menyergapnya. Dari ruang tengah, suara televisi terdengar keras, seperti biasanya. Ayahnya duduk di sofa dengan baju singlet, sedangkan ibunya sibuk mengupas bawang sambil marah-marah pada seseorang di telepon.Tidak ada yang menyambut Alea. Tidak ada yang menoleh. Tidak ada kalimat “kamu sudah pulang”. Tidak ada hangat-hangat manis yang biasanya ada di rumah orang lain.Alea menarik napas samar."Ya seperti inilah… rumahku." batinnya.Baru saja ia melan

  • Setelah Satu Malam dengan Dosenku   BAB 3 MALAM ITU

    Ruang kerja dosen itu terlalu sunyi.Terlalu rapi.Terlalu… menakutkan untuk Alea.Begitu masuk, ia merasa tubuhnya mengecil. Ruangan itu dipenuhi rak buku, aroma kopi hitam, dan kertas-kertas administrasi yang tertata sempurna. Di tengahnya, duduk seorang pria dengan kemeja putih yang digulung rapi, kacamata bertengger di hidung mancungnya. kepala sedikit menunduk, menandatangani beberapa berkas—seolah ia tidak pernah mengalami malam gila itu dua minggu lalu.Seolah Alea tidak pernah ada.Disisi lain Alea terdiam sesaat di depan pintu ruang Darren. Dia menatap takjub pada pria matang tersebut, dalam hati memuji ketampanan Darren. Hingga bayangan malam itu melintas sekilas dalam memorinya. Wajah Alea sedikit memerah, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan pelan guna mengusir pikiran itu.Darren bahkan tidak mengangkat wajah ketika Alea mengetuk pintu dan masuk dengan canggung.“Silakan,” katanya datar.Nada suaranya begitu formal, sampai-sampai Alea bertanya-tanya apakah lelaki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status