Share

Bab 12

Author: Valencia
Nayara menatap dingin ke arah Arsaka. "Kirana yang mengejar Tuan Muda Rayendra keluar, tapi kamu malah mencariku untuk dilampiaskan. Apa kamu pikir aku ini mudah dipermainkan?"

Dia tersenyum mengejek. "Ternyata Tuan Arsaka pun hanya sebatas ini. Kediaman Adipati Agung yang megah ini, tampaknya akan segera runtuh."

Tatapan meremehkan di mata Nayara menusuk hati Arsaka, membuat dadanya terasa nyeri.

Namun, yang paling menyakitkan baginya adalah sikap Nayara.

Dia tidak mengakui ibunya, memusuhi semua orang.

Bahkan dirinya, kakak kandungnya sendiri, tidak dipandang sedikit pun.

Lebih parahnya lagi, dia mengutuk Kediaman Adipati Agung.

Bagaimana bisa dia begitu kejam, tidak peduli pada siapa pun?

Suara tamparan terdengar nyaring. Kepala Nayara terpaksa menoleh ke samping.

Barulah Arsaka sadar, dia telah menampar adiknya sendiri.

Tangannya bergetar, dan hatinya pun ikut gemetar.

Adik yang dulu sangat dia sayangi, yang tak boleh disentuh oleh siapa pun, bagaimana mungkin kini dia malah memukulnya?

Hati Arsaka terasa seperti ditusuk jarum. Dia ingin mengatakan sesuatu kepada Nayara, tetapi ketika melihat tatapannya yang sedingin es, semua kata-kata langsung menguap dari mulutnya.

Dia tidak merasa salah.

Nayara berperangai buruk. Sebagai kakak sekaligus pengganti ayah, apa salahnya dia mendisiplinkan adiknya?

Nayara yang baru saja ditampar tidak segera bereaksi. Tubuhnya yang kurus tampak seperti pohon muda yang tertunduk diterpa angin, seakan akan patah dalam hitungan detik.

Nyonya Nadindra buru-buru maju memeriksa luka Nayara. "Nayara, kamu tidak apa-apa?"

Dia hendak menyentuh tangan Nayara, tetapi Nayara menghindarinya.

Lima bekas jari tampak jelas di wajahnya, dan sudut bibirnya mengalirkan darah.

Sepasang mata yang sebelumnya menyimpan kebencian kini menatap tenang. "Terima kasih atas perhatian Anda, Nyonya Nadindra. Tapi lebih baik Anda menjauh dariku. Jika sampai aku salah bicara lagi, aku takut akan mendapat tamparan berikutnya."

Dia tidak tampak membenci atau marah, tetapi justru karena itulah hati Nyonya Nadindra makin kacau.

Nayara seolah makin jauh darinya.

Arsaka melihat itu, amarahnya makin memuncak. "Berlutut. Tidak ada seorang pun yang boleh membelanya."

Suaranya keras dan penuh wibawa.

Sebagai pewaris utama, selama ini Arsaka memang yang memegang kendali atas urusan rumah tangga.

Karena itu, tak ada yang berani membantah perintahnya.

Nyonya Nadindra masih ingin membela Nayara, tetapi segera dipotong dengan suara lantang Arsaka. "Ibu, jangan merasa kasihan padanya. Biarkan dia belajar. Sekarang dia makin melampaui batas, bahkan berani membangkang pada Ibu."

Sikap Nayara membuat hati Arsaka mengeras. Jika tidak segera didisiplinkan, dia takut adiknya akan menghancurkan keluarga ini.

Mungkin karena berbagai pertimbangan, Nyonya Nadindra akhirnya terdiam.

Namun, air matanya menetes deras saat memandangi Nayara, dan justru berusaha membujuknya, "Nayara, turunkan egomu sebentar saja. Tidak perlu membuat kakakmu marah seperti ini."

Dia ternyata membiarkan Arsaka menghukum Nayara.

Wajah Nayara tersenyum dingin. Harapannya yang terakhir pun lenyap tanpa jejak.

Dia mendongak menatap Arsaka dengan keras kepala. Setiap kata dia ucapkan tegas. "Aku tidak salah. Aku tidak akan berlutut."

Kilatan petir menyambar, membuat wajah Nayara terlihat makin pucat.

Tatapan dingin di matanya membuat Arsaka bergidik. Apakah ini masih adiknya yang dulu, yang ceria dan suka tertawa?

Kenapa?

Hanya dalam tiga tahun, dia berubah menjadi seperti ini, penuh kebencian dan wajah yang menyebalkan.

Penampilan Nayara menghapus sisa kasih sayang yang masih tersisa di hati Arsaka.

Dengan suara berat, dia berteriak, "Pengawal! Paksa Nona Nayara untuk berlutut!"

Wulan dan Ratri saling melirik, tetapi tidak ada yang berani maju.

Arsaka berbicara dengan penuh keyakinan. "Daripada nanti kamu menimbulkan masalah besar, hari ini aku akan menggantikan ayah untuk mendisiplinkanmu."

Ketakutan akan cambuk tiga tahun lalu kembali menyergap Nayara. Saat itu juga malam yang penuh hujan dan petir.

Dia pun berada dalam keadaan seperti ini…

Hanya saja, waktu itu dia tidak punya siapa pun. Memanggil langit tidak dijawab, meminta tolong pada bumi pun sia-sia.

Dia menangis memanggil ibunya, memanggil kakaknya, tetapi tak ada seorang pun yang datang menyelamatkannya.

Hari ini ibu dan kakaknya ada di hadapannya. Akan tetapi, justru merekalah yang menyeretnya kembali ke dalam mimpi buruk itu.

Sungguh ironi.

Arsaka tidak menyangka Nayara bisa begitu keras kepala, bahkan tidak mau memohon ampun sedikit pun.

Tatapan dingin di mata Nayara terasa menembus tubuhnya, membuatnya ingin mundur.

Namun, suara Nayara menariknya kembali ke kenyataan. "Akan datang harinya, kamu akan menyesal."

Menyesal?

Untuk apa dia harus menyesal?

Mungkin karena tatapan Nayara terlalu sinis, atau sikap keras kepalanya yang menusuk harga dirinya.

Untuk membuktikan bahwa dia benar, Arsaka kembali berteriak, "Berlutut!"

Seorang pelayan perempuan berkata dengan suara penuh permintaan maaf kepada Nayara, "Maafkan aku, Nona Nayara."

Dia hendak menekan bahu Nayara agar berlutut, tetapi Nayara tetap menolak.

Melihat sorot mata mengancam dari Arsaka, pelayan itu akhirnya nekat dan menendang lipatan lutut Nayara.

Di tengah hujan dan angin, hanya suara benda berat jatuh yang terdengar.

Tidak ada tangisan. Tidak ada permohonan ampun.

Nayara, seperti yang diinginkan Arsaka, akhirnya berlutut di atas lantai batu yang dingin.

Rasa sakit yang menyengat dari lututnya membuat pandangannya mengabur, tetapi pikirannya justru makin jernih.

Tatapannya menancap pada wajah Arsaka yang seolah penuh wibawa. "Tuan Arsaka benar-benar layak menjadi pejabat di Kementerian Hukum. Keahlianmu dalam memaksa orang untuk mengaku memang patut diacungi jempol. Hanya saja, apakah kamu benar-benar bisa menjamin bahwa selama menjabat, kamu tidak pernah membuat satu pun kesalahan dalam pengadilan?"

Setiap kata yang dia ucapkan ibarat pisau, langsung menghujam jantung Arsaka.

Napasnya memburu, dada naik turun.

Padahal Nayara yang salah, tetapi kenapa dia seolah menjadi korban?

Sungguh tidak tahu diri.

Semua ini karena mereka terlalu memanjakannya.

Memikirkan itu, tatapan Arsaka makin dingin.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status