Share

Bab 13

Author: Valencia
Nyonya Nadindra hendak maju untuk membantu putrinya bangkit, tetapi dihalangi oleh Arsaka. "Antarkan Ibu kembali ke kamar."

Pelayan wanita tanpa banyak bicara langsung membawa pergi Nyonya Nadindra.

Tatapan Nayara lurus ke depan, matanya tenang tanpa setitik emosi.

Kalau bukan karena penyakit neneknya, tinggal satu detik pun di Kediaman Adipati Agung ini membuatnya muak.

Semua orang sudah pergi tanpa tersisa. Wulan dan Ratri menunduk, tubuh mereka gemetar, bahkan tak berani menghela napas keras.

Tuan Muda Arsaka telah memberi perintah, tak boleh ada seorang pun yang mendekat.

Mereka pun tak bisa berbuat apa-apa.

Pakaian Nayara sudah lama basah kuyup. Dia menatap Wulan dan Ratri, lalu berkata dengan suara pelan, "Kalian mundur saja."

Mereka bukan orang kepercayaannya, buat apa berpura-pura di hadapannya?

Tidak lelahkah mereka?

Begitu membuka mulut, baru terasa betapa seraknya suaranya.

Rasa sakit tajam di hatinya makin menjadi. Mengatakan bahwa dia tidak peduli adalah kebohongan.

Wulan dan Ratri saling pandang sejenak, tetapi pada akhirnya tak berani benar-benar pergi, dan tetap diam menemani Nayara di bawah hujan.

Wulan bergumam dengan nada tidak senang, "Nona, kenapa harus sekeras kepala ini? Sedikit mengalah, bukankah lebih baik?"

Padahal cukup dengan satu kalimat mengalah, hukuman itu tidak perlu terjadi.

Kenapa Nayara tidak mengerti juga?

Akibatnya, mereka berdua ikut terseret dalam masalah.

Kenapa Nayara tidak bisa seperti Nona Kirana yang begitu disenangi semua orang?

Nayara tidak menggubris keluhan Wulan, pandangannya kosong menatap lurus ke depan.

Apakah dia keras kepala?

Dia sudah berusaha keras untuk hidup berdamai dengan mereka.

Akan tetapi, justru merekalah yang tidak pernah memberinya kesempatan.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, Nayara sudah tidak merasakan lagi nyeri di kakinya.

Tenggorokannya sangat kering dan serak, pandangan matanya pun makin kabur.

Matahari bersinar terik di atas kepala, tetapi tak memberi sedikit pun kehangatan.

Tiba-tiba, suara gaduh terdengar dari arah belakang. Ratri spontan menoleh. Tampak Arsaka dan Adipati Agung baru saja kembali ke kediaman, tubuh mereka diliputi angin dan debu perjalanan.

Di belakang mereka, tidak tampak bayangan Kirana.

Mungkin karena terkejut semalam, Wulan berseru pelan, "Tuan Muda Arsaka dan Adipati Agung sudah kembali."

Matanya penuh dengan rasa takut.

Tubuhnya pun secara refleks mendekat ke arah Ratri.

Dalam waktu singkat, keduanya sudah berada di hadapan mereka.

Ketika melihat Nayara yang berlutut di halaman, mata Adipati Agung melintas sedikit kejutan, lalu dengan ketidakpuasan menatap Arsaka.

Namun, dia tidak mengatakan apa-apa, bisa dianggap sebagai persetujuan diam-diam.

Arsaka adalah pewaris masa depan Kediaman Adipati Agung, menegurnya di depan umum hanya akan merusak wibawanya.

Namun kepada Nayara, dia tetap berbicara, "Apa kamu tahu kesalahanmu?"

Adipati Agung mengira, selama Nayara bersedia mengakui kesalahannya, maka itu sudah cukup. Dia pun akan mempersilahkannya bangkit tanpa memperpanjang perkara.

Namun, Nayara hanya merasa itu semua sangat menyedihkan dan menyindir. Semua orang bersikeras menyalahkannya.

Kalau dia memang salah, kenapa mereka masih harus menanyakannya?

Sudah dihukum, belum cukup juga? Masih perlu dipermalukan sekali lagi?

Dia mendongak, suaranya pelan tetapi tetap tegas. "Apa salahku?"

Terlebih ketika dia menatap Adipati Agung dan Arsaka, tatapan dinginnya membuat keduanya sempat kehilangan fokus.

Gadis kecil yang dulunya penuh semangat itu kini tampak begitu asing dan menyeramkan.

Arsaka merasa tidak bisa memercayainya. "Sampai saat ini kamu masih belum tahu menyesal? Untung Kirana tidak terjadi apa-apa. Kalau sampai sesuatu terjadi, kamu harus membayar dengan nyawamu."

"Sepertinya Tuan Muda Arsaka memang sudah menemukan dia. Biar kutebak, kenapa dia tidak dibawa pulang? Pasti karena dia menangis-nangis sambil bilang kalau aku belum memaafkannya, dia tidak akan kembali. Benar, 'kan?"

Rasa jijik dalam mata Nayara terpancar jelas, membuat Arsaka dan Adipati Agung sangat terkejut.

Karena apa yang Nayara katakan, memang benar adanya.

Kirana pergi ke desa di pinggiran kota. Ketika mereka menemukannya, matanya merah membengkak.

Jelas sekali dia sudah menangis lama.

Begitu melihat mereka, dia tampak ingin mendekat, tetapi menahan diri.

Dia bilang semua ini karena dirinya, Nayara merasa jauh dari keluarga.

Dia tidak ingin menyulitkan ayah ibunya karena dirinya, jadi pergi adalah pilihan terbaik.

Adipati Agung merasa sedikit kesal. Meskipun Kirana bukan anak kandungnya, tetap dia yang membesarkan.

Kirana tidak pernah berkompetisi atau membuat keributan. Dia selalu memikirkan keluarga besar ini. Kenapa Nayara tidak bisa menerima seorang gadis kecil seperti dia?

Maka dari itu, tatapannya pada Nayara pun mulai terasa dingin.

"Kirana berhati lembut, sejak kecil tumbuh dengan perlindungan dan kasih sayang. Dia bukan tipe orang yang suka bersaing atau licik. Jangan menilai dia dengan pikiranmu sendiri. Dia tidak kembali justru karena memikirkanmu."

"Kamu sendiri yang pergi dan bujuk dia untuk kembali." Daniswara berbicara dengan nada perintah. Dia tidak sedang berdiskusi dengan Nayara.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status