Share

Bab 11

Author: Valencia
Nayara nyaris seketika bangkit dari tempat tidur. Sambil mengenakan pakaian, dia bertanya, "Apa yang terjadi?"

Ratri melangkah maju dengan cemas. "Tadi penjaga gerbang datang melapor, Nona Kirana pergi sendiri meninggalkan rumah. Sekarang dia sudah naik kereta kuda dan meninggalkan kediaman. Saat pergi, dia dengan sengaja meminta penjaga agar tidak memberitahu Tuan Daniswara dan Nyonya Nadindra."

"Hujan sebesar ini, dia hanya seorang gadis lemah, bagaimana bisa keluar sendiri begitu saja?"

Dengan sengaja meminta penjaga?

Nayara memproses kalimat itu dalam benaknya, lalu tersenyum sinis.

Kalau benar-benar ingin pergi, akankah dia membiarkan dirinya diketahui oleh penjaga?

Kirana meninggalkan rumah setelah keluar dari halaman miliknya.

Kalau dia sampai tertimpa sesuatu, tak seorang pun di rumah ini akan memaafkannya.

Akan tetapi, jika dia memang diusir keluar...

Lalu bagaimana dia bisa merawat Nenek? Bagaimana dia bisa menyiapkan obat untuknya?

Langkah kaki Nayara terdengar terburu-buru.

Wulan dan Ratri membawa payung, bergegas mengikuti dari belakang. "Nona, jalan pelan sedikit. Kalau sampai kehujanan, bagaimana jadinya?"

Saat Nayara tiba di pelataran depan...

Nyonya Nadindra menangis tersedu-sedu sampai nyaris pingsan.

Kakak iparnya, Retnowati Hadiprawira sedang berusaha menenangkannya.

Setelah melahirkan, wajahnya masih tampak sangat pucat. Selama ini dia sedang memulihkan diri, sehingga Nayara belum sempat menjenguknya.

Arsaka duduk dengan wajah gelap.

Begitu melihat Nayara datang, dia langsung bangkit dan melangkah ke arahnya.

Nyonya Retnowati takut terjadi pertengkaran antara mereka berdua, buru-buru menghadang, tetapi justru didorong keras hingga hampir terjatuh. Untung saja pelayan wanita cepat menangkapnya.

Arsaka berdiri di hadapan Nayara dengan penuh amarah.

"Apa sebenarnya yang kamu katakan pada Kirana? Kenapa dia bisa tiba-tiba pergi diam-diam seperti itu?"

Ekspresi Nayara tetap tenang, karena dia memang sudah tidak peduli lagi.

Dia emang tak pernah percaya padanya.

Nyonya Nadindra maju dan memukul Arsaka dua kali, matanya memerah saat memarahi anaknya, "Kalau mau bicara, bicara baik-baik! Untuk apa kamu mendorong Retnowati? Dia baru saja selesai masa nifas, apa kamu pikir dia sanggup menahan tenaga sebesar itu?"

Setelah itu, Nadindra melihat tatapan Arsaka yang seolah mengejek, dan menambahkan, "Kapan kamu bisa meredam sikapmu yang seperti anjing galak ini? Tidak bisakah kamu bicara baik-baik pada Nayara? Dia itu adikmu."

Akan tetapi dengan cepat, perasaan itu ditekan dalam-dalam.

Nyonya Nadindra bertanya padanya, "Nayara, kalaupun Kirana punya salah, anggap saja demi Ibu, jangan salahkan dia, ya?"

Sambil menangis, dia menepuk-nepuk dadanya. "Ini salah Ibu... semua salah Ibu. Kamu tahu ke mana Kirana pergi, bukan? Tolong katakan pada Ibu, ya?"

"Tubuhnya lemah. Dengan hujan sebesar ini, dia tidak akan sanggup bertahan."

Mulut Nyonya Nadindra seolah membela Nayara, tetapi dalam sekejap, dia sudah menjatuhkan vonis.

Semua orang menganggap Nayara yang telah membuat Kirana pergi.

Padahal dia sama sekali tidak melakukan apa pun.

Suara Nayara terdengar datar, tetapi ucapannya mengandung duri, "Apakah Nyonya Nadindra terlalu menilai tinggi diriku? Kalau aku benar-benar sekuat itu, bukankah dia sudah akan pergi sejak sepuluh tahun lalu? Mengapa harus menunggu sampai sekarang?"

"Atau... Anda takut aku iri pada kasih sayang yang dia terima?"

Tatapan Nyonya Nadindra mulai menghindar.

Nayara tertawa dingin. "Apa yang kalian anggap berharga, di mataku tak ada nilainya sama sekali."

Kasih sayang? Sudah lama tidak dia pedulikan.

Wajah Nyonya Nadindra memerah, dia terhuyung ke belakang dan hampir jatuh.

Nayara hanya menatapnya dengan dingin, tidak sedikit pun berniat menolong.

Jari telunjuknya yang teracung ke arah Nayara gemetar halus, tetapi dia tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.

Terdengar bentakan marah dari Arsaka, "Nayara! Bagaimana bisa kamu berbicara begitu pada Ibu? Kamu tidak lihat Ibu sudah hampir gila karena cemas?"

Saat-saat seperti ini, masih saja bersikap keras kepala tanpa peduli situasi.

Ibu sudah begitu merendahkan diri memohon padanya, tetapi dia malah menikam hati ibunya dengan kata-kata yang menusuk.

"Hanya karena seorang pria, kamu tega mengabaikan darah daging sendiri? Apa kamu ingin membuat Ibu mati karena patah hati? Kamu tahu betul Kirana itu kesayangan Ibu, tapi kamu malah tega mengusirnya! Kamu benar-benar berhati serigala…"

Tiba-tiba Nayara mengangkat suara, memotong ucapan Arsaka, "Tuan Muda Arsaka begitu marah, apakah karena takut Kirana mengalami sesuatu dan tak bisa mempertanggungjawabkannya di hadapan Keluarga Senandika? Kalau reputasinya rusak, perjodohan dua keluarga pasti akan gagal. Mengapa harus dibungkus dengan kata-kata manis?"

"Dia meninggalkan rumah hanya untuk memanfaatkan situasi demi menekan kalian. Konyolnya, kalian semua tidak sadar dan malah ikut bermain di panggung yang dia ciptakan. Suatu hari nanti kalian akan menyesal. Aku hanya tinggal menunggu."

Tatapan mengejek dari Nayara membuat Arsaka terpaku di tempat.

Seolah penutup aibnya ditarik paksa, membuatnya tak tahu harus bersembunyi di mana.

"Kamu benar-benar... tak bisa diajak bicara."

"Kamu berlutut di halaman ini sekarang juga! Berdoalah Kirana tidak mengalami sesuatu. Kalau dia sampai kenapa-kenapa, kamu akan kubawa bersamanya ke liang lahat."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status