Share

Bab 14

Author: Valencia
Nayara tertawa saking kesalnya.

"Orang yang bahkan Adipati Agung dan Tuan Muda Arsaka tidak bisa bujuk untuk kembali, kalian pikir aku bisa membujuknya? Itu benar-benar aneh. Seolah kalian sudah menyiapkan perangkap untukku, tinggal menunggu aku menyerah."

Adipati Agung baru saja hendak marah, tetapi Arsaka sudah memberinya isyarat dengan mata.

Nayara sudah berlutut semalaman dan tetap tidak menyerah. Jika dihukum lagi, hatinya hanya akan makin dipenuhi dendam.

Adipati Agung mendengus dingin dan membuang muka.

Arsaka menahan amarahnya dan berkata dengan nada sabar, "Kamu ingin membuat keributan sampai sejauh mana? Kalau hal ini sampai terdengar oleh Nenek, menurutmu tubuh beliau sanggup menahannya?"

Begitu mendengar nama nenek, hati Nayara yang membeku mulai sedikit melunak.

Kepulangannya kali ini memang karena penyakit sang nenek.

Ramuan yang dia racik dan diminum nenek beberapa waktu terakhir, sudah menunjukkan hasil yang baik.

Asalkan diminum selama dua bulan lagi, maka Nenek akan benar-benar sembuh.

Saat itulah dia bisa pergi dengan tenang.

"Baik, aku akan pergi."

Jawaban Nayara terdengar sangat tegas, hanya saja suaranya benar-benar datar tanpa emosi.

Arsaka tak kuasa untuk tidak melirik ke arahnya. Seolah tak menyangka Nayara bisa menyerah hanya demi sang Nenek.

Kalau sejak awal begini, untuk apa masih menerima hukuman?

Ada sedikit kekesalan yang melintas di hati Arsaka. "Ganti dulu pakaianmu sebelum pergi. Kalau Kirana melihatmu begini, dia hanya akan makin merasa bersalah."

Nayara sudah tidak punya tenaga untuk mempermasalahkannya.

Wulan dan Ratri buru-buru maju membantunya berdiri. Kedua kaki Nayara sudah begitu nyeri dan mati rasa.

Begitu menjejak tanah, bahkan tak terasa apa-apa.

Setelah berdiri cukup lama, barulah darah mulai mengalir kembali.

Dia menyandarkan lengannya di bahu mereka berdua, membungkuk dan berjalan perlahan.

Langkahnya yang pincang tertangkap oleh mata Arsaka, membuat alisnya mengerut tanpa sadar.

Apakah hukumannya kemarin terlalu berat?

Kenapa kondisi kaki Nayara sampai sebegitu parah, bahkan tak sanggup berjalan?

Atau jangan-jangan, Nayara sengaja berpura-pura agar dia merasa iba?

Namun, bagaimana mungkin dia tahu, lutut Nayara sudah terluka parah akibat terlalu sering berlutut.

Bahkan dalam keadaan biasa pun, rasa nyerinya seperti ditusuk jarum.

Belum lagi, dia telah berlutut semalaman di tengah hujan.

...

Tempat Kirana tinggal adalah sebuah desa kecil di pinggiran kota, tak jauh dari Jayagiri.

Begitu mengetahui anak tertukar, pihak Kediaman Adipati Agung langsung mengirim orang untuk menjemput.

Ayah angkat Nayara adalah seorang pemburu, sedangkan ibunya seorang penjudi.

Setiap kali kalah berjudi, dia akan mabuk berat.

Karena alasan itulah, Nyonya Ayunda yang seumur hidupnya penurut dan lemah, saat tahu wanita yang melahirkan bersamaan dengannya adalah istri Adipati Agung, malah punya niat jahat dan diam-diam menukar kedua bayi.

Mungkin ini memang takdir. Hari itu hujan deras, membuat Nyonya Nadindra dan Nyonya Ayunda terjebak di kuil tua.

Kedua wanita itu melahirkan satu bayi perempuan secara berurutan.

Saat Nayara kembali ke tempat itu, ingatan tiga belas tahun lalu membanjiri benaknya.

Lima tahun paling kelam dalam hidupnya, penuh makian dan pukulan.

Melihat Nayara, Nyonya Ayunda terlihat sangat cemas. Ingin mendekat tetapi tak berani.

Dia memang merasa sangat bersalah pada Nayara.

Sebaliknya, ayah dan kakak angkatnya malah memandang Nayara seperti melihat pohon uang.

Bukannya merasa bersalah, kedua orang itu justru dengan ramah mendekat, berusaha membangun kedekatan dengan Nayara. "Nayara, akhirnya kamu pulang juga. Cepat bujuk si Dira itu. Sejak pulang dari Kediaman Adipati Agung, dia tidak bicara sepatah kata pun, hanya menangis."

Gadis yang disebut oleh Sigit Wilman si pemburu itu, Dira, tak lain adalah Kirana.

Dia sangat tidak senang Kirana kembali. Saat tahu kedua anak tertukar, kalau bukan karena Kirana memohon dengan sungguh-sungguh, mereka sekeluarga mungkin sudah mati di tangan Adipati Agung.

Untungnya, pihak sana tak sampai mengambil nyawa mereka. Mereka pun tak sampai hati berpisah dengan anak yang telah mereka besarkan.

Sebagai gantinya, mereka memberikan sejumlah besar perak dan memutus hubungan dengan Keluarga Wilman.

Nayara menatap rumah reot di depannya, seulas senyum sinis terlintas di matanya. Tampaknya kebiasaan berjudi itu memang tak bisa diubah.

Kalau tidak, mana mungkin hidup mereka jadi sebegini menyedihkan?

Sigit menatap Nayara dengan sedikit takut. Dia masih anak yang sama seperti dulu, tetapi kini ada aura yang membuat orang tak berani mendekat.

Nayara bukan lagi gadis kecil yang bisa seenaknya dia pukul.

Dia pikir Nayara akan memarahinya, tetapi siapa sangka Nayara justru mengeluarkan sebungkus perak dan menyerahkannya padanya. "Mulai sekarang, aku akan mengirim orang untuk mengantar uang ke sini secara berkala."

Wajah Sigit langsung berseri-seri. "Nayara, Ayah memang tidak sia-sia menyayangimu. Kamu tahu caranya berbakti."

Nayara hanya tersenyum dingin. Bertaruh saja terus. Bertaruh sampai hancur total, sampai keluargamu porak-poranda.

Nyonya Ayunda mendongak dengan ragu, matanya berkaca-kaca.

Dia tidak berani mendekat, menunduk dan menghindari pandangan Nayara. Namun, dia tidak menyesal. Demi uang, orang rela mati. Dan lagi, dia menang dalam pertaruhan ini.

Kini Kirana adalah putri bangsawan. Dia telah memberikan masa depan cerah untuk putrinya.

Di Kediaman Adipati Agung, Kirana hidup berkecukupan. Namun kalau tetap tinggal di sini, Kirana hanya akan bernasib sama sepertinya.

Nyonya Ayunda memaksakan senyum dan berkata kepada Nayara, "Nayara, cepat masuk dan bujuk Dira, ya."

Nayara tidak menjawab. Dia melangkah masuk ke dalam rumah.

Melihatnya, Kirana panik dan mundur selangkah. "Kakak, k-kamu kenapa datang ke sini?"

Dia menyusut ke sudut ruangan, tampak ketakutan, wajahnya pucat pasi.

Sudut matanya merah, air mata menggantung di pelupuk mata, siap jatuh kapan saja.

Nayara menatap sekeliling ruangan tanpa menjawab pertanyaannya.

Makin tenang Nayara terlihat, Kirana makin gelisah.

Akhirnya, butiran air mata itu pun jatuh.

Di dalam ruangan, hanya terdengar isak tangis pelan dari Kirana. Nayara menatapnya dengan bingung. "Pergi dari Kediaman Adipati Agung itu keputusanmu sendiri. Sekarang kamu menangis, untuk siapa? Di sini hanya ada kita berdua. Masih ingin berpura-pura?"

Kirana menggeleng, buru-buru membela diri, "Kakak, aku tidak pernah berniat bersaing denganmu. Aku benar-benar ingin kembali ke sini."

"Kalau memang ingin kembali, maka lakukan dengan bersih." Nayara mendorongkan kertas dan pena ke arahnya. "Tulis."

Mata indah Kirana membesar. "Kakak mau aku menulis apa?"

"Surat pemutusan hubungan."

Kirana semakin terkejut, bibirnya memucat. "Dengan keluarga siapa?"

"Tentu saja dengan Kediaman Adipati Agung, Keluarga Wiranegara."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 100

    Dia sama sekali tidak memberi muka pada Arsaka, membuat pria itu merasa sangat dipermalukan.Dulu, Nayara selalu menuruti semua ucapannya.Namun kini, di depan orang lain, dia berani membalas dengan kata-kata tajam. Wajah Arsaka pun menggelap beberapa derajat.Karena ada Sagara, dia enggan membuat keributan dengan Nayara.Akhirnya, dengan gaya sok berwibawa sebagai kakak, dia berkata pada Nayara, "Nayara, Kakak hanya bertanya biasa saja, kenapa kamu harus menjawab dengan nada seperti itu? Makin dewasa justru makin tidak tahu sopan santun."Dia sedang menyalahkan Nayara karena tidak menghargainya.Nayara mendengus pelan dan sinis. "Tuan Muda Arsaka begitu lapang dada rupanya. Tapi apakah Tuan Muda Rayendra tahu bahwa Anda memperalat dia?"Yang dimaksud Nayara adalah soal Arsaka yang diam-diam membunuh para prajurit itu. Insiden yang membuat dia dan Rayendra harus berlutut di depan istana dan menerima teguran keras dari Kaisar.Wajah Arsaka berubah. Sorot matanya dipenuhi amarah. "Nayara

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 99

    Yang diteriakkan Sagara bukan Tuan Muda Rayendra, melainkan langsung nama Rayendra. Jelas bahwa dia benar-benar marah.Para pengawal tadi tidak bisa mendekat karena kerumunan, tetapi setelah Sagara turun dari jembatan, mereka segera menyusul ke sana.Mendengar nada marah dalam suara Sagara, para pengawal pun langsung mengepung Rayendra.Rayendra menyapu mereka dengan pandangan datar, lalu mengejek dengan tawa dingin, "Cuma beberapa anak buah rendahan, tak sepadan untuk kupedulikan."Sikap merendahkannya yang terang-terangan itu membuat wajah Sagara berubah. "Hebat atau tidak, kita buktikan saja."Siapa pun yang bisa menjadi pengawal pribadi Sagara tentu bukan orang sembarangan.Meski Rayendra dikenal tangguh, melawan lima orang sekaligus pun dia tetap akan kerepotan.Hari ini, Sagara ingin menunjukkan apa akibatnya bila berani mencari gara-gara dengannya.Melihat bara di antara keduanya hampir meledak, Nayara jadi panik dan bingung harus berbuat apa.Bukan Rayendra yang dia khawatirkan

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 98

    Mungkin karena keraguan di mata Nayara terlalu jelas, tatapan Sagara padanya menjadi makin dingin.Namun, kali ini, dia tidak melontarkan sindiran seperti biasanya. Dia hanya memalingkan wajah dengan raut yang sedikit muram, tak lagi menatapnya.Namun, kedua tangannya mengepal erat.Sagara benar-benar marah, matanya menatap tajam ke satu titik tanpa berkata sepatah kata pun.Nayara justru bertanya mengapa dia menyelamatkannya?Apakah dia benar-benar lupa, atau hanya pura-pura tidak ingat?Saat usia sepuluh tahun, Sagara jatuh ke sungai karena kelalaiannya sendiri, dan Nayara yang menariknya keluar.Mata gadis kecil itu bersinar cerah, tatapannya penuh tawa saat memandangnya.Dia berkata, "Bagaimana bisa kamu berjalan lalu jatuh ke air? Kalau bukan aku yang menarikmu, kamu pasti sudah tenggelam."Waktu itu, wajah Nayara selalu dihiasi senyum lembut, matanya memantulkan cahaya seperti langit malam penuh bintang.Dia menatap Sagara yang terlihat masih terpaku ketakutan. Lalu menyelipkan s

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 97

    Nayara sama sekali tidak menyangka, hanya karena ingin melihat lampion, dia bisa terdorong jatuh ke sungai.Meski namanya sudah tercemar, dia tidak ingin menambah noda lagi dalam reputasinya yang sudah buruk.Terlebih, di hadapan begitu banyak orang, di tengah sorotan semua mata.Kalau dia sampai jatuh ke sungai, sudah pasti dia akan kembali jadi bahan omongan orang-orang.Dalam kepanikan, dia mengulurkan tangan, berusaha meraih apa pun untuk menghentikan tubuhnya agar tidak terjatuh.Tiba-tiba, tubuhnya yang sedang melayang ke bawah, berhenti.Pergelangan tangannya dicekal erat oleh seseorang. Saat menoleh ke atas, dia melihat Sagara sedang menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Pegang tanganku."Nayara tak menyangka, Sagara muncul di saat paling genting dan menyelamatkan nyawanya.Wajahnya pucat pasi, dan mata yang menatap Nayara tampak tegang.Karena terlalu keras mencengkeram, urat di keningnya menonjol dan matanya memerah.Dia berusaha menarik Nayara naik, tapi sudah bebe

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 96

    Kirana ketakutan hingga meneteskan air mata, sementara Nyonya Nadindra memeluknya erat, menenangkan dengan suara lembut, memanggilnya anak manis berulang kali.Melihat Nayara masih bersikeras, Nyonya Nadindra pun memasang wajah dingin dan menegurnya, "Itu hanya sebuah lampion, kenapa harus membuat adikmu menangis?"Ketiga kakak laki-laki mereka pun berpihak pada Kirana, dan mencela Nayara karena dianggap tidak tahu sopan santun.Akhirnya, Nayara dihukum menghadap tembok untuk merenung, sementara Kirana yang sedang sakit malah dikelilingi dan dimanja oleh semua orang.Semua perhatian tertuju pada Kirana, tak seorang pun peduli pada Nayara kecil yang hanya bisa memeluk lampion kelinci rusaknya dan menangis semalaman.Peristiwa itu mungkin hanyalah kisah lucu di mata Arsaka, tetapi bagi Nayara, itu adalah kenangan yang menyakitkan.Butuh waktu sangat lama baginya untuk benar-benar melupakan kejadian itu.Tak disangka, luka lama yang telah sembuh itu kini kembali dikoyak oleh Arsaka tanpa

  • Setelah Tiga Tahun Jadi Budak, Seluruh Keluarga Menyesal   Bab 95

    Andai Nayara tahu kalau sekadar jalan-jalan bisa membawa begitu banyak masalah, dia pasti tidak akan datang.Karena satu kalimat dari Rayendra, dia kembali merasa seperti dibakar di atas api.Tiga pasang mata tertuju padanya.Terutama tatapan Kirana yang penuh kesal dan keluhan, membuat Nayara merasa sangat tidak nyaman.Alih-alih menyalahkan biang keladinya, Kirana malah datang menemuinya.Bahkan sorot mata Arsaka pun menjadi dingin. Padahal sejak tadi dia berusaha keras menenangkan suasana di antara mereka.Namun, hanya dengan satu kalimat Rayendra, hubungan yang sempat mencair itu kembali membeku.Arsaka menarik napas dalam dan tersenyum tipis. "Rayendra, kamu salah ingat. Bukan Nayara yang suka lampion kelinci, tapi Kirana."Kirana mengangguk pelan, seolah memberi dukungan. Dengan suara lembut, dia berkata, "Kak Rayendra, aku yang suka lampion kelinci… Jangan buat Kak Nayara malu, ya."Namun, Rayendra seolah tidak mendengar. Tatapannya tetap keras mengarah pada Nayara. "Nayara, kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status