Home / Romansa / Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku / Bab 3. Semalam Paman yang Menemaniku

Share

Bab 3. Semalam Paman yang Menemaniku

Author: Te Anastasia
last update Huling Na-update: 2025-09-26 17:17:46

Keesokan paginya, Marieana berjalan menuruni anak tangga sambil memeluk lengan David mesra.

Mereka berjalan menuju ruang makan di mana semua anggota keluarga sudah menunggu di sana.

"Selamat pagi," sapa Marieana pada mereka semua. Tapi tidak ada yang membalas sapaannya.

"Ayo cepat sarapan, Dav," sahut Arzura, ibu David, tanpa mempedulikan Marieana.

David memperhatikan raut Marieana yang terlihat murung. "Ayo duduk, Sayang," bujuknya, lalu menarik satu kursi untuk istrinya itu.

"Terima kasih, Sayang," balas Marieana, sambil tersenyum tipis.

Marieana duduk berhadapan dengan Camila Bailey—wanita yang seharusnya ia panggil dengan sebutan Bibi. Camila adalah saudara sepupu jauh dari Keluarga Valdemar. Karena orang tuanya sudah meninggal, Camila yang hidup sebatang kara akhirnya diizinkan untuk tinggal bersama di sini.

Wanita cantik berambut sebahu itu tampak tak acuh, seolah Marieana tidak benar-benar berada di sana. Bahkan caranya menatap Marieana begitu merendahkan, seolah ingin menunjukkan kalau posisinya jauh lebih tinggi dari Marieana.

Marieana tahu bila semua orang di rumah ini tidak ada yang menyukainya, karena ia bukan berasal dari kalangan yang setara dengan mereka.

Namun, itu tidak jadi soal. Selama ada David, mereka tidak akan bisa menyingkirkan dirinya.

Marieana lantas menatap Maxim yang duduk di sebelah Camila.

"Paman Maxim," panggil Marieana pelan.

Suaranya yang lembut membuat semua mata tertuju padanya. Maxim ikut mengangkat wajah, dan membalas tatapan Marieana dengan alis terangkat.

Marieana tersenyum manis, tak peduli semua orang kini menatapnya, termasuk Camila yang langsung memasang wajah tidak suka.

"Terima kasih untuk semalam, Paman sudah menemaniku menunggu suamiku pulang," ucap Marieana dengan polosnya.

Maxim hanya mengangguk tak acuh.

Semua orang di sana menatap ke arah Marieana dan Maxim bergantian. Camila jelas tidak senang mendengarnya. Ia tidak suka melihat Maxim didekati oleh perempuan manapun.

Meskipun ia hanya sepupu, tapi sejak lama Camila menginginkan Maxim Valdemar.

Wanita itu menggenggam sendok dan garpu di tangannya dengan kuat, hingga buku-buku jemarinya memutih.

"Apa maksudmu, Marieana?" Suara dingin Camila pun terdengar. Wajahnya tampak kaku saat menatap Marieana. "Kenapa pula kau meminta tolong pada Kak Maxim?"

Marieana mengerjapkan kedua matanya polos. "Bibi Camila—”

“Panggilan aku Nona! Nona Camila Bailey!” perintah wanita itu dengan tegas dan ketus, seolah-olah dialah nyonya besar di rumah ini.

Semua orang di sana diam, termasuk Maxim yang tampak tidak tertarik dengan obrolan dua wanita itu.

Marieana tertunduk seketika. “Ba-baiklah … maaf, Nona Camila.”

“Jawab pertanyaanku! Kenapa kau harus meminta Kak Maxim untuk menemanimu? Apa kau tidak punya cara lain, selain meminta tolong padanya?!” tekannya.

Marieana lantas mendongak, sepasang mata biru safirnya menatap Camila takut-takut.

“No-nona Camila, aku tidak bermaksud apa-apa. Paman Maxim hanya menemaniku sebentar saja. Lagipula Paman Maxim juga tidak menolaknya."

Cengkeraman Camila pada sendoknya semakin kuat. "Kau—!"

"Bibi Camila, istriku hanya meminta tolong pada Paman Maxim untuk menemaninya sebentar. Marieana belum terbiasa di sini, wajar saja kalau dia takut saat aku meninggalkannya sendiri," sahut David tiba-tiba, membela istrinya.

“Apa katamu?” Camila tampak tidak terima. “Tapi dia—”

"Hentikan, Camila."

Suara bariton dingin milik Maxim membungkam mereka semua. Ruangan itu pun kembali sunyi. Ketegangan menggantung di udara.

Mau tak mau, mereka melanjutkan sarapan dalam diam.

Tetapi, Camila sudah kehilangan nafsu makan. Wanita itu menatap sinis ke arah Marieana yang menikmati sarapan seolah tidak terjadi apa-apa.

Camila tidak terima! Apalagi, Maxim yang dingin dan tak acuh itu bisa-bisanya menerima tawaran menemani gadis asing ini!

Setelah acara sarapan selesai, David bersiap untuk pergi ke kantor. Marieana mengantarkannya sampai ke teras.

"Aku akan usahakan pulang cepat hari ini, Sayang," ujar David mengecup pipi Marieana. "Sore nanti, aku akan mengajakmu jalan-jalan."

Marieana mengangguk dan membalas kecupan di pipi David.

Dari belakang mereka berdua, tampak Camila dan Maxim berjalan bersama. Camila tak mau kalah. Ia memeluk lengan Maxim dengan manja meskipun sesekali Maxim melepaskan tangan wanita itu dan memintanya bersikap sewajarnya sebagai saudara sepupu.

“Apa Kakak akan pulang cepat hari ini? Bisakah Kakak menemaniku membeli perhiasan nanti?” tanya Camila, wanita itu memeluk manja lengan Maxim sambil mendongak menatapnya dengan begitu manis.

Maxim meliriknya sekilas, tampak tidak tertarik. “Aku sibuk. Pergilah sendiri,” sahutnya dingin, lalu menjauhkan tangan Camila dan berjalan lebih dulu.

Camila mengepalkan tangan. Rahangnya mengeras. Selalu saja begitu! Maxim menganggap dirinya tidak pernah ada!

Marieana menoleh pada Maxim yang menatapnya sejenak, sebelum beralih pada David.

"Sore nanti kau harus ikut meeting bersama bawahanku, Dav," ujar Maxim tanpa ekspresi.

Kening David mengerut. "Sore nanti? Bukankah itu meeting utama? Kenapa tidak Paman saja?"

Maxim membalik badan dan menatapnya tajam. "Kau mengaturku?"

David menelan ludah. “Bukan begitu maksudku, Paman. Aku hanya ….” David tidak menyelesaikan kalimatnya.

Maxim tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia segera masuk ke dalam mobil, diikuti salah satu ajudannya.

Di sana, tersisa Camila yang melihat Marieana dan David tampak berbincang serius.

"Tidak apa-apa 'kan, kalau hari ini aku pulang malam lagi?" tanya David terdengar lesu.

"Tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir," jawab Marieana sambil tersenyum menenangkan.

David kembali memeluk Marieana sebelum laki-laki itu bergegas menuruni anak tangga menuju mobilnya dan segera pergi.

Marieana melambaikan tangannya hingga mobil David tidak terlihat lagi. Marieana membalik badannya dan melihat Camila ternyata masih di sana menunggunya.

Camila berjalan beberapa langkah mendekatinya. "Apa yang lakukan dengan Maxim semalam, selain memintanya untuk menemanimu, huh?" tanya wanita itu.

Marieana menggeleng pelan. "Aku tidak meminta apapun dari Paman Maxim. Hanya menemaniku saja, tidak lebih."

Camila mendengus sinis. "Jangan coba-coba menggoda Maxim, Marieana,” katanya dengan nada tajam. “Kau pikir aku tidak tahu niat busukmu itu?”

Marieana berusaha terlihat tenang. Ia memiringkan sedikit kepalanya, pura-pura bingung. Meskipun sebenarnya ia sudah menduga bila Camila sangat menyukai Maxim. Wanita itu tidak peduli bahwa Maxim adalah sepupunya.

“Aku tidak mengerti maksud Nona,” kata Marieana dengan polos. “Aku sudah memiliki suami yang mencintaiku dengan tulus. Aku tidak membutuhkan pria lain.”

Camila mengepalkan tangan mendengar ucapan Marieana yang seolah sedang menyindirnya.

“Terserah apa katamu!” sahut Camila kesal. “Yang jelas, kalau bukan karena Maxim, kau tidak akan berada di sini sekarang!”

Marieana menatap Camila sambil tersenyum. “Aku tahu, Nona Camila. Karena itu aku berterima kasih pada Paman Maxim. Aku janji akan bersikap baik padanya,” katanya.

Camila mendengus. “Bersikap baik katamu? Kau hanya ingin merayunya, kan?!”

Marieana terkekeh kecil. “Merayu? Untuk apa?” sahutnya. “Lagipula, bukankah harusnya Paman Maxim bisa menolak kalau memang dia tidak mau menemaniku?”

Camila terdiam. Wajahnya tampak mengeras mendengar ucapan Marieana. Namun, dia tidak mau harga dirinya semakin terinjak.

“Dia tidak menolak karena dia adalah pria yang baik. Tidak seperti kau yang tidak tahu diri!” ujar Camila sambil menuding wajah Marieana.

Setelah itu, wanita dengan dress berwarna putih itu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Marieana sendirian di teras.

Marieana mendengus sinis. “Baik apanya?” gumamnya lirih.

Gadis itu bersedekap. Menyadari sisi posesif Camila pada Maxim yang sama sekali tidak mempedulikannya itu.

Salah satu sudut bibir Marieana terangkat. “Rupanya, wanita itu sangat mencintai saudaranya sendiri, hm?” gumamnya remeh.

Ini akan menguntungkannya ….

Marieana bisa menggunakan wanita itu untuk membuat drama di keluarga Valdemar!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 6. Malam Panas yang Terlarang

    Seharian, pikiran Maxim terus tertuju pada Marieana.Setiap kali berusaha melupakan wajah gadis itu, Maxim kembali teringat lagi dengan paras cantiknya yang sendu. Sungguh, wajah Marieana terasa familiar. Tapi sekeras apapun mencoba mengingat, ia tidak menemukan sosok yang mengingatkannya pada gadis itu."Marieana...," lirih Maxim dengan pandangan kosong. "Marieana Florence." Maxim menatap gelas berisi scotch di tangannya dan menenggak minuman itu hingga tandas. Ia melampiaskan rasa lelah dan pusingnya dengan minum bersama salah satu temannya di sebuah bar. Maxim kembali meraih botol scotch di hadapannya, namun temannya—Aland menahan tangannya dengan cepat. "Sudah, Maxim. Kau sudah mabuk berat!" seru Aland melarangnya.Laki-laki pemilik bar itu menyerah napasnya panjang sembari menatap wajah Maxim yang merah padam."Ayolah, kawan! Tidak biasanya kau seperti ini. Apa yang terjadi padamu?" Aland benar-benar dibuat heran oleh Maxim yang mengajaknya pergi minum hingga mabuk, apalagi

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 5. Tidak Ingin Melihatmu Menangis

    "Kau benar-benar tidak punya rasa malu, Marieana! Baru beberapa hari di sini, tingkahmu sudah begitu menjijikkan!" Kata-kata kasar itu terlontar dari mulut Arzura, ibu mertua Marieana.Hari masih pagi dan Marieana sudah dimaki-maki lantaran Camila mengadu pada Arzura tentang apa yang wanita itu lihat antara Marieana dengan Maxim semalam, hingga membuat Arzura melampiaskan kemarahan padanya.Rumah sedang sepi, David juga berpamitan pergi ke luar kota subuh tadi hingga Marieana ditinggalkan di rumah itu bersama Keluarga Valdemar yang ia benci di dalamnya. "Camila tidak mungkin berbohong, dia bilang semalam kau menggoda Maxim di dapur! Urat malumu sudah putus ya?!" sentak Arzura lagi. “Beraninya kau menggoda paman suamimu sendiri?!”Marieana menatap Arzura. "Aku sama sekali tidak menggoda Paman Maxim, Ma. Saat itu aku hanya mengambil air minum, tidak lebih. Aku juga tidak tahu bila Paman Maxim ada di dapur." "Alasan! Kau memang perempuan murahan! Sudah miskin, tidak tahu diri!" berang

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 4. Menggoda dan Tergoda

    Malam sudah begitu larut, tapi Marieana masih terjaga dan tidak bisa tidur. Di sebelahnya, David terlelap pulas sambil memeluknya dengan erat. Gadis itu terdiam menatap kosong ke arah jendela kamarnya. Jemarinya meremas bantal lantaran rasa frustrasi yang kini ia rasakan. Mariena menyergah napasnya pelan dan memejamkan kedua matanya. ‘Ya Tuhan, apa lagi yang aku harus aku lakukan?’Gadis itu tidak menyangka Maxim akan sangat sulit didekati. Pria itu seolah membangun tembok tinggi untuk semua orang. Beberapa menit kemudian, Marieana mendengar suara seseorang dari luar kamar. Suara itu milik Maxim.Marieana menoleh ke belakang, David masih tertidur pulas. Perlahan-lahan, Marieana melepaskan lilitan tangan David di pinggangnya."Maafkan aku, Dav," lirihnya hampir tak bersuara. Setelah itu, Marieana beranjak dari atas ranjang, lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya tanpa bersuara. Udara dingin langsung menusuk kulit tubuh putih dan mulus Marieana yang kini hanya berbalut gaun ti

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 3. Semalam Paman yang Menemaniku

    Keesokan paginya, Marieana berjalan menuruni anak tangga sambil memeluk lengan David mesra. Mereka berjalan menuju ruang makan di mana semua anggota keluarga sudah menunggu di sana. "Selamat pagi," sapa Marieana pada mereka semua. Tapi tidak ada yang membalas sapaannya."Ayo cepat sarapan, Dav," sahut Arzura, ibu David, tanpa mempedulikan Marieana. David memperhatikan raut Marieana yang terlihat murung. "Ayo duduk, Sayang," bujuknya, lalu menarik satu kursi untuk istrinya itu."Terima kasih, Sayang," balas Marieana, sambil tersenyum tipis. Marieana duduk berhadapan dengan Camila Bailey—wanita yang seharusnya ia panggil dengan sebutan Bibi. Camila adalah saudara sepupu jauh dari Keluarga Valdemar. Karena orang tuanya sudah meninggal, Camila yang hidup sebatang kara akhirnya diizinkan untuk tinggal bersama di sini. Wanita cantik berambut sebahu itu tampak tak acuh, seolah Marieana tidak benar-benar berada di sana. Bahkan caranya menatap Marieana begitu merendahkan, seolah ingin men

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 2. Malam Pertama dan Sebuah Godaan

    Pernikahan Marieana dan David pun terlaksana beberapa hari kemudian. Orang tua David mau tidak mau merestui mereka karena David mengancam akan pergi dari rumah. Pesta pernikahan itu digelar secara tertutup, hanya beberapa kerabat yang hadir. Orang tua David tidak ingin pernikahan itu diketahui oleh publik.Marieana tidak keberatan. Ia tidak peduli dengan semua itu karena tujuan utamanya bukanlah menjadi bagian dari keluarga Valdemar yang kaya raya.“Sekarang aku sudah semakin dekat,” bisik Marieana lirih. Gadis itu menatap cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya. Senyum sinis menghiasi wajahnya yang cantik alami. Sejak belia, Marieana hidup menderita karena Maxim Valdemar. Pria itu telah merenggut semua miliknya tanpa sisa. Dulu, keluarga Marieana menjalin kerja sama bisnis dengan keluarga Valdemar. Namun, saat bisnis mereka berada di puncak, keluarga Valdemar berkhianat. Mereka menarik semua investasi hingga akhirnya perusahaan keluarga Marieana jatuh bangkrut.Tak hanya

  • Setiap Malam, Paman Suamiku Membelaiku   Bab 1. Laki-laki yang Kuinginkan

    "Sampai kapanpun aku tidak akan merestui anakku menikah dengan gadis rendahan sepertimu, Marieana!" Pekikan keras dari wanita setengah baya itu membuat Marieana Florence membeku.Di bawah meja, tangannya terkepal dengan kuat, tampak berusaha menahan diri. Namun, alih-alih menunjukkan amarah, gadis berparas cantik itu memasang raut wajah sendu.“Maafkan saya, Nyonya—”“Apa yang Mama bicarakan?!” sela David Valdemar, kekasih Marieana, sebelum gadis itu sempat menyelesaikan kalimatnya.Pria itu terlihat marah. Ia menarik tangan Marieana dan menggenggamnya dengan erat. Malam ini, David mengajaknya untuk berkenalan dengan Keluarga Valdemar, sekaligus meminta restu untuk menikah. Tetapi, Keluarga Valdemar menolak dengan keras lantaran perbedaan status sosial mereka yang berbeda jauh.“Suka atau tidak, aku tetap akan menikah dengan Marieana,” ujar David kukuh, lalu beranjak dari duduknya. “Ayo, Sayang.”"Sekali tidak, maka tetap tidak, Dav!" bantah ibunya tidak mau kalah. "Kekasihmu itu ti

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status