Share

bab lima

Setelah selesai berjamaah, seorang driver yang sudah menyelesaikan pesananku mengabari sudah menunggu didepan.

"Maaf ya mas. Pasti tadi kesusahan mencari pesanan saya." Aku berucap bebarengan dengan sekantong kresek yang diberikan driver tersebut kepadaku.

"Carinya gampang mas, antrinya itulo yang butuh waktu lama." Pria yang mungkin seumuranku tersebut tertawa, aku memberikan uang beserta tips untuknya.

"Saya kira tidak akan menemukan makanan ini disini mas. Istri saya sedang hamil dan hanya mau makan ini katanya." Aku bernafas lega, mengintip makanan dalam kotak yang lengkap dengan jus tomat permintaannya.

"Namanya orang hamil mas, sabar aja. Sebagai suami emang tugasnya nurutin ngidamnya istri biar dunia baik-baik saja." Akupun ikut tertawa, kemudian pria ini pamit untuk pergi begitupun aku yang segera kembali kekamar.

Jean terlihat duduk dikursi, menyeduh teh panas yang kusiapkan tadi mungkin sudah dingin. Rambutnya dia ikat keatas, tangannya sibuk menscroll ponsel.

"Tidak ada alasan lagi untuk menolak makan." Aku mendekatinya, mengeluarkan kotak dari kantong kresek, membuka tutupnya dan memapaskannya tepat dihadapan Jean.

"Setelah lama sekali sejak terakhir makan ini " mendengarnya membuatku mengerutkan alis.

"Kamu pernah kesini?" Dia mengangguk. "Sudah berapa kali?"

"Sangat sering sampai aku lupa menghitungnya." Jean nampak bersemangat memakannya, aku masih berdiri disebelahnya memperhatikannya melahap suapan demi suapan. "Mas Gara gak makan?" Dia menoleh kearahku, aku menggeleng.

"Setelah ini aku bisa pergi mencari makan diluar saja." Aku memang sangat ingin sekedar mencari angin malam ini. "Kamu bisa beristirahat saja disini." Jangan ditanya, ingin sekali juga mengajak Jean tapi kuurungkan karena mungkin penolakannya yang akhirnya kudapatkan.

"Engga, aku ikut aja. Disini seram kalau sendirian." Kusimpulkan senyum masih memandanginya.

Aku berpindah kekasur, menselonjorkan badanku yang ternyata terasa sangat nikmat ini. Masih menunggu Jean makan dan membalas beberapa pesan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Sebelum berangkat tadi aku masih sempat mengabari mama akan mengajak Jean berlibur, aku sudah janji pada Jean untuk mengantarnya mengunjungi rumahnya setelah dari sini. Mungkin beberapa hari sampai moodnya kembali baik.

Jean sangat sering memintaku untuk mengajaknya berlibur, namun tetap saja tak pernah kuhiraukan. Bahkan acara bulan madu pengantin baru otomatis terlewatkan karena aku beralasan sibuk bekerja padahal papa sudah memberikanku waktu dan dengan senang hati menawari banyak pilihan tempat yang sekiranya ingin aku kunjungi pada waktu itu.

Dalam waktu dua tahun kehidupan pernikahan kami memang sangat monoton, aku hanya akan bangun pagi, duduk diantara menu yang sudah disiapkannya kemudian berangkat bekerja, mengulur waktu untuk pulang dan saat malam ternyata Jean masih menungguku hingga kadang tertidur diruang tamu lalu dia akan terbangun karena suara pintu yang kubuka.

Kalau ditanya, adakah wanita yang kucintai saat itu tentu akan kujawab dialah Rianti, gadis cantik yang merupakan teman sejak kuliahku. Memutuskan untuk pindah keluar negeri untuk melanjutkan karirnya sebagai seorang model.

Jean tau itu, bahkan setelah menikah secara terang-terangan aku membawanya pulang tanpa memperdulikan bagaimana perasaanya saat itu. Aku dan Rianti kandas bukan karena pernikahan ini, tapi karena sebuah hubungan gelapnya dengan lelaki lebih tua itu terungkap. Rasanya sudah sangat malas sekali membahas wanita tersebut.

Namun keputusan bodohku untuk menceraikan Jean kemarin tak lepas dari karena kejenuhanku sendiri. Merasa bahwa hubungan yang sia-sia bila dilanjutkan namun kali ini aku menyadari telah salah langkah. Bukannya memperbaiki malah memutuskan diakhiri.

Kembali memandangi Jean, dia masih sibuk menscroll ponselnya dan melanjutkan makannya.

"Aku sudah selesai mas. Ayoh!" Ajaknya setelah membereskan sisa makannya. Entah kenapa sekarang rasanya melihat Jean sangat menarik tidak seperti hari-hari sebelumnya.

"Kamu ganti pakaian dulu." Jean menggeleng. Mengambil kunci mobilku dan akan bergegas keluar dari kamar. Aku langsung menahannya, menarik tangannya mendekat hingga tak ada cela antara kita berdua. "Diluar dingin, cepet ganti baju dulu." Kali ini cukup ampuh, dia mengambil sweaternya yang tadi telah ku masukkan kelemari kamar hotel ini, lalu celana panjang yang sudah tergantung di hanger juga diakenakan lagi, sangat berantakan dandanannha kini. Mungkin lebih baik ketimbang membiarkannya keluar dengan hanya menggunakan baju titpisnya tadi.

Jean tak banyak bicara, biasanya aku yang sangat ingin dia diam walau sehari saja nyatanya tidak, seharian ini dia mendiamkanku dan keadaan hatikupun ikut buruk. Begitupun saat aku menyalakan musik yang jelas sangat bukan kesukaannya dia tak lagi melontarkan protesnya. Mungkinkah Jeanku sedang membalas dendam?

Tak lagi meminta persetujuannya. Langsung menghentikan mobil disebuah warung lesehan nasi goreng. Dari baunya tercium sangat lezat menggugah selera.

"Mau makan lagi" aku bertanya, namun Jeam hanya dia memaku memandangi tempat penjual makan tersebut. Aku mencoba melepaskan sabuk pengamannya namun dia masih diam tak meolak.

Selanjutnya aku turun lalu membukakan pintu mobil ini agar Jean juga ikut turun. Dia berjalan gontai mengikutiku. Aku memberi kode kepada Jean untuk duduk dilesehan beralas tikar yang sudah terpasang didepan ruko yang telah tutup m.

"Mbak cantik, makin cantik saja." Ibu penjual yang belum terlalu tua itu menyapa Jean, "Kapan lalu koko kesini juga, katanya mbak cantik lagi isi ya?" Jean tersenyum namun dipaksakan, aku masih belum paham apa yang dibicarakan mereka "Kemarin padahal mau saya buatkan pesanan yang seperti biasanya lho, nasi goreng spesial dengan telur ceplok setengah matang kesukaan mbaknya. Tapi kata kokonya orang hamil muda tidak boleh makan yang mentah-mentah begitu." Jean tersenyum tapi bibirnya dia gigit seakan menahan sesuatu untuk diluapkan. "Sama siapanya mbak?"

"Suami saya bu." Jawab Jean sedikit ragu, aku bisa melihat dia melirik kearahku kemudian kembali fokus pada ibu ini. Sejurus kemudian bisa dilihat, sang ibu yang merubah ekspresinya kaget, menutup mulutnya menghentikan sesaat kesibukannya mencatat pesananku

"Loh mbak saya kira isi itu nikahnya sama koko, saya minta maaf ya." Ibu tersebut beranjak, setelah selesai mencatat menu yang kupesan.

"Jean?" Aku merubah posisi ke depannya. Menatapnya yang hanya diam memainkan sendok didalam air jeruk hangatnya. "Sepertinya tempat ini memang sering kamu kunjungi, sampai penjual nasi gorengpun akrab denganmu."

Jean menatapku, tanpa kubertanya dia sudah paham kebingunganku. Nampak sekali dia menghela nafasnya berat. Sekarang ini banyak sekali pertanyaan tentang pernyataan ibu penjual barusan, tapi nyatanya Jean sedang tidak ingin membahasnya terlihat dari sikapnya yang langsung membuang muka ketika aku menatapnya tajam.

Aku mencoba menahan diri. Setidaknya aku tidak ingin merusak suasana yang sudah mencair sejak semalam. Melupakan rasa lapar karena menyadari bahwa kali ini mungkin aku kembali salah strategi, seharusnya tak membawanya kesini. Ketempat yang ternyata menyimpan banyak kenangan Jean dan seseorang yang dipanggil koko tersebut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Susi Dayanti
lanjut Thor ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status