Share

Kamu, Milikku Malam Ini

Audi masuk ke dalam ruang keluarga, setelah mendengar maksud kedatangan Lee yang didampingi oleh Asri dan Riko. Kedua orang tua Lee dan Asri sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, Lee hanya di dampingi oleh kakak perempuan serta iparnya untuk mendatangi rumah Gemi.

“Gemiii …” Audi memeluk erat sang putri yang sedari tadi hanya berada di dalam. Tidak diperkenankan keluar hingga kedua orang tuanya berbicara dengan keluarga Lee. “Akhirnya anakku laku juga!” ujarnya terkekeh geli dengan ucapan sendiri.

“Anaknya dianggap sembako, gini,” cebik Gemi menampilkan eskpresi dramatis.

Audi mengurai pelukannya, kemudian merapikan juntaian rambut Gemi yang berada di depan wajah. Tangan Audi terjatuh pada pundak sang putri, kemudian turun, merosot pada lengan Gemi.

“Bulan depan, kami sudah nentuin tanggal pernikahanmu, Gem!” seru Audi dengan manik berbinar-binar.

Sudah Gemi duga, Lee tidak mau berlama-lama dan mengulur waktu. Pria itu benar-benar serius dan ingin menikahinya secepatnya. Sementara Gemi, tentu saja tersipu malu dan tidak akan menolak. Akhirnya setelah sekian lama berada dalam kegundahan dan ketakutan akan masa lalu. Kini ada seorang pria, yang mau menerimanya dengan tangan terbuka.

“Aku udah boleh ke depan gak, Bu?” Gemi menggigit bibirnya menahan senyum, yang tidak bisa hilang dari wajah cantiknya.

Sang ibu mencebik, melihat wajah bahagia putrinya. “Ya udah sana, Inget, kalian baru sah sebulan lagi, jadi jangan macem-macem dulu, ngerti!”

Tenggorokan Gemi tiba-tiba saja tercekat. Andai sang ibu tahu apa yang telah Gemi perbuat di masa lalu bersama Aries, entah bagaimana reaksinya. Gemi bisa saja diusir dari rumah dan tidak lagi dianggap anak.

Segera mengalihkan wajah gugupnya, Gemi tersenyum cepat dan berlalu untuk pergi ke ruang tamu. Berkumpul dengan seluruh keluarga dan membicarakan persiapan pernikahan mereka yang akan dilaksanakan satu bulan lagi.

Setelah semua pembahasan selesai, kini hanya tersisa Gemi dan Lee di teras depan. Seluruh keluarga sudah masuk ke rumah masing-masing. Sedangkan Lee dan putrinya, malam ini memang menginap di rumah Asrie.

“Kapan kamu UKW, Gem?”

“Dua bulan lagi.”

“Masih terus mau kerja jadi jurnalis?”

Gemi mengangguk pelan, seolah mengerti, akan ke mana arah pembicaraan Lee kali ini.

Pria itu lantas menghela panjang. “Saya gak akan melarang kamu berkarir, Gem. Cuma satu, dahulukan keluarga jika kita menikah nanti.”

Gemi kembali mengangguk. Tiba-tiba saja merasa terbebani dengan semua ucapan Lee. Bagaimana jika dirinya tidak mampu melakukan hal itu?

“Nggak usah terlalu dipikirkan, dijalani dan kalau ada hal yang mengganjal suatu saat nanti, kita bisa membicarakannya lagi.”

Tidak kah Gemi merasa beruntung, bisa mendapatkan pria yang sangat pengertian seperti Lee? Pria dewasa yang tidak pernah menuntutnya dengan semua hal yang sempurna. Bahkan, untuk urusan Gemi yang tidak mahir memasak pun, Lee tidak pernah mempermasalahkannya.

Namun, sebagai seorang wanita, terutama jika menjadi istri kelak. Gemi juga ingin belajar mengasah keahliannya di dapur. Ia pasti ingin melihat suami dan anak-anaknya memakan masakannya. Syukur-syukur jika Gemi bisa mendapatkan pujian atas hasil masakannya tersebut.

Ingin rasanya Gemi kembali menenggelamkan tubuhnya ke dalam pelukan Lee, dan berucap terima kasih. Namun, apa boleh buat, kondisi yang ada tidak memungkinkan. Bisa-bisa ada orang tua Gemi atau tetangga yang memergoki mereka. Lantas nantinya, mereka akan berpikiran yang tidak-tidak. Jadi, Gemi hanya bisa mengangguk, menjawab dan berbicara dengan sedikit menjaga imagenya di depan pria itu.

--

“Saya Gemi Kamaniya, dari Radar Post. Sudah ada janji dengan Pak Aries Gautama,” kata Gemi, sembari menunjukkan kartu persnya kepada resepsionis The Luxury Residence. Tempat di mana ia membuat janji temu, untuk wawancara eksklusif dengan mantan kekasihnya.

Salah satu resepsionis yang melihat kartu pers di atas meja segera menelepon Aries. Meminta konfirmasi mengenai tamu yang sudah membuat janji dengan pria itu. Setelah berbicara singkat dan menutup telepon, resepsionis tersebut beranjak dari duduknya. Mengajak Gemi untuk mengantarkan wanita itu menuju lantai teratas.

“Kamu telat 15 menit, Gem.” Setelah membukakan pintu untuk Gemi, Aries berbalik masuk.

Gemi buru-buru menyusul pria itu dari belakang. “Maaf, Pak. Saya neduh dari hujan sebentar, habis itu, jalannya pelan-pel—”

“Gak usah formal,” potong Aries sudah duduk dengan menyilang kaki pada sofa di ruang tengah yang bersebelahan dengan kolam renang. Gemi dapat melihat langsung dari dalam karena pintu kaca yang membatasinya. “Kamu kehujanan? Seharusnya kamu telpon, biar aku jemput.”

“Idih, masa’ nara sumber yang jemput, sekalian aja wawancara di Radar kalau gitu sih.” Karena tidak perlu bersikap formal, maka Gemi bisa sedikit santai ketika mengeluarkan ucapannya.

Aries hanya diam saat mendengar ocehan Gemi, tidak membalasnya. Hanya melihat melihat wanita itu dari ujung rambut hingga kaki yang terlihat memakai sandal jepit. Kemudian, ia berdiri, meninggalkan Gemi yang terdiam dengan berjuta tanya di kepala. Pria itu terlihat berlari kecil menaiki tangga.

Tidak berselang lama, Aries terlihat kembali turun dengan membawa sesuatu di tangannya.

“Kenapa berdiri aja? Duduk lah, Gem.” Aries menyerahkan sebuah jaket kepada Gemi. Setelah wanita duduk, ia merentangkan selimut untuk membalut tubuh Gemi.

“Um, nggak usah repot-repot gini.” Gemi menggigit separuh bibirnya yang pucat karena dingin. Menatap Aries dengan serba salah.

“Nggak masalah,” jawab Aries. “Kamu sudah makan?”

Gemi terdiam untuk beberapa detik, kemudian mengangguk. Namun sialnya, setelah anggukan tersebut, perutnya malah berbunyi begitu keras, hingga membuat Aries tebahak detik itu juga.

“Gemi … Gemi …” Aries yang baru saja meletakkan bokongnya pada sofa yang berlainan denga wanita itu kembali berdiri. “Ikut aku, ayo!”

Ragu, tapi Gemi tetap bangkit mengikuti Aries. Memegang selimut beserta jaket dari Aries yang belum sempat dikenakannya. Ternyata Aries menuju sebuah ruang makan, yang berada tepat di sebelah ruang yang barusan Gemi diami.

Aries menarik sebuah kursi. “Duduk sini,” titahnya dan Gemi hanya mengangguk dan menuruti perintah pria itu. “Makan dulu, aku juga belum makan malam, nungguin kamu.”

Pantas saja, Gemi melihat sudah ada dua piring yang tertata rapi di atas meja. Serta ada beberapa sajian nikmat, yang baru saja Gemi, lihat setelah Aries membuka tudung saji.

“Setelah selesai makan, baru kita wawancara.”

Gemi mengangguk, tidak membantah, karena perutnya memang belum sempat diisi sama sekali.

“Emm, Bu Geeta ke mana?” tanya Gemi di tengah makan malam. Sedari tadi, Gemi tidak melihat seorang pun ada di penthouse milik Aries. Padahal, Gemi sempat mengira, kalau malam ini, ia juga bisa mewawancarai istri Aries sekaligus. Tapi ternyata, tidak ada seorang pun yang ia temui kecuali pria itu.

“Ada di rumah,” jawabnya santai, kembali menyendokkan sesuap nasi beserta potongan lauk ke dalam mulut.

Ruang makan itu kembali hening. Gemi mengingat ucapan Rudi kala itu, bahwa rumah tangga Aries saat ini tengah terguncang. Mungkin itu yang menyebabkan pria itu ada di penthouse seorang diri.

Aries lebih dulu menyelesaikan makan malamnya. Pria itu kemudian mengambil gelas yang sudah tersedia di meja makan, dan menuangkan segelas air putih yang sudah disiapkan di teko untuk Gemi.

“Makasih, tapi nggak usah repot-repot gini, aku jadi nggak enak.”

“Never mind, kamu tamu di sini. Makan lah yang kenyang, aku ke kamar mandi sebentar.”

Gemi mengangguk dan mempercepat untuk menghabiskan makanannya lalu meminum air yang sudah di sediakan oleh Aries hingga tandas.

“Sudah, Gem?” Aries tahu-tahu sudah berada di samping Gemi. Menatap piring kosong wanita itu. “Ayo ke sebelah.”

Keduanya kembali ke ruangan sebelumnya, lalu duduk saling berhadapan untuk memulai wawancara eksklusifnya.

Gemi meletakkan jaket yang belum sempat ia pakai sedari tadi di sampingnya. Sejurus kemudian, ia juga melepaskan selimut yans bertengger di pundak. Berdehem sembari melonggarkan kerah seragam kerjanya. Entah mengapa, di saat hawa mendung setelah hujan mereda seperti ini, tubuh Gemi malah merasa panas.

Gemi jadi tidak bisa berkonsentrasi dengan semua bahan pertanyaan yang telah disiapkannya dari jauh hari.

“Kamu baik-baik aja, Gem?” Aries beranjak dan berpindah duduk di samping Gemi. Dengan sengaja pria itu menyentuhkan punggung telunjuknya pada leher Gemi, hingga membuat wanita itu berjengit.

Ada sebuah gelenyar aneh yang merasuki Gemi. Sentuhan Aries … Gemi menginginkan yang lebih dari itu.

Oh tidak … Gemi lantas menoleh cepat. Memberti tatapan tajam pada pria yang kini berseringai kecil padanya. Gemi tahu benar siapa Aries. Saat pria itu menunjukkan sebuah seringai khasnya, Gemi tahu kalau Aries tengah berhasil melakukan sesuatu.

Gemi menggeser duduknya, menjauh. “Kamu …” ia lantas menggeleng, mengingat makanan yang baru saja … tidak … bukan makanan!

Aries makan makanan yang sama dengannya. Namun, pria itu tidak meminum air yang sama dengan Gemi.

Oh, shoot! Pria itu pasti sudah memasukkan sesuatu ke dalam minumanya yang ada di teko terlebih dahulu.

“Aries … kamu—"

“Kamu, milikku malam ini, Gem!”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
X-Mas 9209
Selalu bikin penasaran
goodnovel comment avatar
Luspita Gusti
thorrr ini sdh tgl 2 low
goodnovel comment avatar
riasani
thor sdh tanggal 1
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status