Share

Bab 2

last update Dernière mise à jour: 2025-04-07 07:22:08

Melihat cairan merah pekat merembes di sela-sela kaki Josephine, membuat Chelsea kian meradang. Wanita itu maju ingin kembali menerjang teman masa kecilnya yang tidak berdaya. “Kau, berani sekali mengandung anak dari pria yang kucintai, wanita murahan!” pekiknya. Namun, Dexter langsung mencekal lengan agar tidak bertindak lebih jauh.

“Hentikan, Chelsea, kau akan membunuhnya.”

“Aku tidak peduli. Jika perlu, aku sendiri yang akan menusukkan pisau agar si bodoh ini menyusul kedua orang tuanya.” Chelsea memberontak. Sekarang dia menunjukkan warna aslinya. Wajah lembut yang selalu memasang senyum manis saat bersama Josephine itu sekarang tak lagi terlihat. Wajah penuh kemarahan dan dendamlah yang ditunjukkan. “Tapi, sebelum itu aku harus mendapatkan sesuatu agar tidak merugi.” Dia pun berhasil melepaskan diri dari Dexter dan mendekati Josephine yang terlihat kesakitan.

Josie berdiri dengan susah payah, menahan kesakitan yang kian merasukinya. Napasnya tersenggal, dengan tatapan nyalang pada wanita yang datang mendekatinya.

“Kau sudah berjanji akan memberikan saham kedua orang tuamu di Melden Holding, sekarang aku ingin menagih janji itu, Josephine. Berikan saham itu sebelum kau menyusul mereka.”

Josephine memdengkus sinis. Dulu, dia memang mengatakan akan menyerahkan saham sebesar tujuh persen tersebut setelah Chelsea menjual cerita sedihnya tentang perlakukan kakak tirinya- Callister Melden padanya dan sang ibu. Syukurlah, sebelum itu terjadi Josie telah melihat seperti apa sosok teman masa kecilnya itu. Dan sekarang, dia bahkan meragukan cerita tentang Callister yang dibicarakan wanita itu padanya. “Kau tidak akan mendapatkannya, Chelsea. Bahkan jika aku tiada sekalipun, kau tidak akan bisa memindahkan saham itu menjadi milikmu dan Bibi Emilia,” sinisnya.

“Jalang sialan!” Chelsea kembali menerjang dengan menjambak rambut lawannya.

Josephine yang kurang persiapan harus merelakan rambut panjangnya ditarik hingga kulit kepalanya terasa perih.

Dexter sendiri hanya diam menyaksikan dua wanitanya yang tengah berkelahi di depan sana. Jika dia membela Josephine, maka besar kemungkinan tujuannya akan terhambat. Dia tidak boleh membuat Chelsea marah atau akan kehilangan tiket kesuksesannya sebagai seorang dokter spesialis.

“Lepaskan, Chelsea!” Josephine membalas jambakan Chelsea. Namun, kondisinya yang lemah akibat pendarahan membuat tenaganya pun melemah dan Chelsea yang sedang diliputi kemarahan lebih unggul darinya. Dia diseret masuk ke mobil dan dikunci. “Chelsea, berikan kunci mobilku!” teriaknya menggedor kaca mobil. Namun, wanita itu menulikan pendengaran dan mendekati Dexter.

"Sayang, kenapa kau mengunci Josephin?" tanya Dexter. Menatap kedua wanita itu bergantian. Tak dapat dipungkiri, ada rasa khawatir di dalam hati dengan kondisi Josephine. Terlebih kekasihnya terlihat kesakitan dan mengeluarkan banyak cairan merah pekat.

"Tak ada jalan keluar sekarang, Dex. Kau harus memilih salah satu di antara kami berdua, sekarang."

Perkataan Chelsea membuat Dexter kian gundah. Josephine sangat berjasa dalam hidupnya. Wanita itu telah membantu membiayai kuliahnya selama ini. Tak hanya itu, tempat tinggal mewah yang dia miliki sekarang pun merupakan pemberian kekasih naifnya. Namun, Chelsea adalah tiket kesuksesannya. Masa depannya sudah pasti cerah jika dia memilih wanita tersebut.

"Dex!" seru Chelsea, membuyarkan lamunan dokter muda. "Tentukan pilihanmu sekarang. Jika kau ingin tetap bersama Josephine, maka aku akan langsung memberitahu direktur rumah sakit untuk mengeluarkanmu. Dan jika kau ingin bersamaku, maka buat mobil wanita bodoh itu terjun ke sana," lanjutnya, menunjuk ujung tebing tak jauh dari tempat mereka berada sekarang. Tepat di bawah sana, lautan lepas menunggu untuk melahap mobil Josephine.

Dexter terperanjat. Tak ada niatan dalam diri untuk melenyapkan Josephine. Namun, Chelsea membuatnya berada dalam situasi sulit. Apa jadinya jika orang tahu dia melenyapkan kekasihnya. Karirnya sebagai dokter pasti akan hancur.

"Dex, aku akan bertanggung jawab. Cepat seret mobil Josephine ke jurang!" Chelsea kembali memberi perintah.

Dexter terlihat kebingungan. Namun, setan dalam dirinya berbisik agar ia mengikuti perintah Chelsea. Toh, wanita itu yang nantinya akan membuat derajatnya naik, bukan Josephine yang bahkan sekarang tidak lagi memiliki apapun karena perusahaan farmasi milik keluarganya bahkan telah bangkrut dan diakuisisi oleh perusahaan lain. Tidak ada masa depan cerah dengan wanita tersebut.

Dia pun mendekati bagian belakang mobil. Di dalam, Josie memohon agar Dexter tidak bertindak keji dengan mengikuti kegilaan Chelsea. Namun, pria itu telah dibutakan oleh ambisinya. Dengan dorongan tekad yang kuat, dia pun mendorong dengan sekuat tenaga. Namun, sayangnya tak semudah yang dibayangkan. Dexter akhirnya memiliki ide cemerlang. Masuk ke mobil dan mengendarai roda empat tersebut untuk mendorong bagian belakang mobil mantan kekasihnya. "Maaf, Josephine. Jangan salahkan aku atas apa yang terjadi. Salahkan saja sifat naif dan ketidakberuntungan mu. Kau hanya mampu menjadikanku sebagai seorang dokter biasa, sedangkan Chelsea bisa menjadikanku sebagai pimpinan rumah sakit. Aku hanya ingin masa depanku terjamin, dan hanya Chelsea yang bisa membantu mewujudkannya."

Perlahan, mobil Josephine bergerak. Wanita cantik berusaha meloloskan diri dalam kepanikan itu. Namun naas, tepi jurang yang landai membuat roda empat miliknya melaju cepat dan mobil pun meluncur bebas. Teriakan Josephine terdengar bersahutan dengan suara mobil yang masuk ke air.

Tawa penuh kemenangan menguar dari bibir tipis Chelsea. Dia telah membuat tali kekang bagi Dexter agar pria itu tidak meninggalkannya. Jika dia berani macam-macam, maka pembunuhan yang dilakukan pria itu akan terekspos ke publik. Ponsel yang digunakan untuk merekam secara diam-diam kembali masuk ke dalam tas selempang. Dan saat Dexter berhasil melakukan tugasnya, dia pun mendekat dan segera memeluk pria itu. Sekarang, Dexter miliknya seorang. Dia tidak perlu lagi berbagi dengan Josephine.

"Kita harus pergi sekarang sebelum ada orang yang melihat perbuatan kita, Chelsea." Dexter melerai pelukan dan langsung membawa Chelsea ke mobil. Kendaraan roda empat itu pun meninggalkan tempat.

Di dalam mobil yang perlahan tenggelam. Josephine menangis histeris dengan kedua tangan memukuli kaca pintu mobilnya yang terkunci. "Aku tidak mau mati sekarang, Tuhan. Setidaknya sebelum kedua orang itu merasakan apa yang aku rasakan," lirihnya. Berharap keajaiban menghampiri, pintu mobil terbuka agar dia bisa berenang ke daratan menyelamatkan diri.

Kaca mobil akhirnya terbuka dan air laut seketika menerpa tubuh dokter muda. Dia pun berusaha keluar. Sialnya, sebelah kaki terlilit sabuk pengaman. Josephine harus menggunakan waktu terbatasnya untuk menyelamatkan diri. Namun, rasa sakit di perut bagian bawah sungguh mengganggu dan paru-parunya sudah tidak dapat menahan napas lebih lama lagi hingga air masuk ke saluran pernapasan dan dia hampir tenggelam.

Dalam keputusasaan, Josephine berharap seseorang menyelamatkan nyawanya. Sangat tidak adil jika dia harus mati secepat itu tanpa membalas perbuatan dua pengkhianat tidak tahu malu seperti Dexter dan Chelsea.

'Tolong berikan aku satu kesempatan. Setelah itu, aku tidak akan mengeluh tentang apapun lagi,' gumamnya dalam hati sebelum hilang kesadaran.

Secara mengejutkan, seseorang terjun dari bibir tebing. Menyelam dengan lihai dan segera meraih tubuh Josephine dan berusaha melepaskan kakinya yang terlilit sabuk pengaman. Cukup sulit, tetapi dengan kegigihannya, orang itu akhirnya berenang ke tepi membawa serta tubuh tak berdaya tersebut. “Bangunlah! Kau tidak boleh mati dulu, wanita bodoh!” Kedua tangan bertumpu di atas dada lalu mulai menekan beberapa kali agar air keluar dari tubuh wanita malang. Hingga menit berlalu, usahanya membuahkan hasil, dan dia segera membawa Josephine dari sana.

Di tempat Dexter serta Chelsea, pasangan sejoli telah kehilangan minat mereka untuk berlibur. Dexter yang baru pertama kali melakukan kejahatan fatal hanya melamun di depan kemudi. Apa karirnya sebagai doktera akan berakhir. Bagaimana jika ada orang yang mengetahui kejahatannya.

“Dex, aku sudah meminta bantuan orang-orang Mommy. Mereka akan memastikan tidak ada orang yang mengetahui apa yang kita lakukan pada Josephine,” ucap Chelsea. Namun, pria yang diajaknya bicara justru makin terhanyut dalam penyesalannya. “Dex!” panggilnya, meninggikan suara hingga pria di samping berjengit kaget.

“Apa?” Dexter meraup wajah dengan gelisah. Apa lagi yang diinginkan Chelsea sekarang.

“Berhenti memikirkan wanita bodoh itu. Sekarang tidak ada yang akan menghalangi kita untuk bersama, Dex, dan aku sangat bahagia untuk itu.” Chelsea melepas sabuk pengaman dan langsung memeluk tubuh tegap di samping. Setelah ini, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat nama Josephine buruk di mata orang-orang di rumah sakit Melden.

Dexter tidak menyahut. Dia hanya membiarkan wanita itu memeluknya tanpa niatan untuk membalas pelukan tersebut.

****

Di sisi lain, Josephine tak kunjung sadarkan diri bahkan setelah sang surya kembali ke tempat peraduannya. Di sisi tempat tidur, seorang pria mengamati dengan ekspresi datar dari kursi roda yang didudukinya.

Sesekali dia akan melirik jam di pergelangan tangan. Dokter bilang wanita itu akan sadar setelah tiga jam, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan sadarkan diri. “Apa dia benar-benar mati?” gumamnya. Namun, dada wanita di depannya jelas-jelas naik turun. Lalu, apa yang membuatnya tak kunjung siuman.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Shadow of Revenge    Extra Part

    Kelahiran Jasper menjadi titik balik hubungan Callister dan ayahnya. Keberadaan putranya membuat pria itu mengesampingkan ego. Atas nasihat sang istri, Callister sedikit demi sedikit menerima kehadiran Alexander dan berdamai dengan masa lalu mereka. Kediaman pria itu tak pernah sepi pengunjung. Mereka menjenguk Josephine dan memberikan banyak hadiah untuk si kecil Jasper. "Katanya, wajah anak pertama bisa menunjukkan siapa di antara kedua orang tuanya yang jatuh cinta lebih dulu. Dan terbukti, aku menyaksikannya sendiri, hari ini." Leandre menatap lembut wajah Jaser yang berusia satu bulan tengah terlelap dalam box bayinya. Tak terganggu sama sekali, bayi manis itu terlelap meski sekitarnya ramai. Leandre menatap Callister yang duduk dengan wajah tertekuk. Pria itu bosan karena temannya berkunjung untuk ketiga kalinya dalam satu bulan ini. "Tuan Callister orang yang jatuh cinta lebih dulu pada Josephine! Wajah Jasper benar-benar sama persis dengannya. Hanya warna matanya saja yang

  • Shadow of Revenge    Bab 59 (Tamat)

    Suatu malm, Callister secara spesial mengajak sang istri untuk makan malam di salah satu hotel bintang tujuh. Josephine tampak menawan dengan flowly gown warna pastel. Tambahan aksesoris kalung berlian yang berkilau, serta rambut yang ditata bergelombang menambah kesan anggun dan feminim. "Kau, baik-baik saja?" Callister tampak khawatir. Wajah istrinya pucat sejak beberapa hari lalu. "Aku hanya sedikit pusing, Call. Kupikir akan membaik setelah diistirahatkan, tetapi ternyata tidak." Josephine memegangi pelipisnya. Rasanya dia ingin memuntahkan isi perutnya yang bahkan tidak ada apa pun karena akhir-akhir ini nafsu makannya bermasalah. "Bagaimana jika kita ke rumah sakit? Wajahmu pucat, aku takut terjadi sesuatu." Josephine menggelengkan kepala. Suaminya sudah bekerja keras, membawanya makan di luar agar nafsu makannya kembali. Tidak mungkin dia membatalkan makan malam tersebut. "Sejujurnya, Call, ada hal penting yang harus aku katakan." Wajahnya terlihat sangat serius. "Ya, kata

  • Shadow of Revenge    Bab 58

    Satu minggu berlalu, Callister belum mendapatkan kepastian dari Jake Florent. Saat ini, pria itu sibuk merawat istrinya yang keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu. Dia merawatnya dengan telaten dan penuh kesabaran. Callister menahan diri untuk tidak meminta haknya sebagai suami karena tidak ingin menyakiti istrinya. Meski beberapa kali Josephine menggodanya, tetapi dia lulus dalam ujian tersebut. Setelah keluar dari rumah sakit, Josephine hanya duduk dan duduk. Makan masakan yang disiapkan Callister, lalu beristirahat setelahnya. Wanita itu merasa bosan, bahkan berat badannya naik dua kilo hanya dalam waktu singkat. "Kau mau kemana?" Callister buru-buru mendekati istrinya yang berdiri di depan pintu kamar. "Aku akan mencari udara segar di halaman belakang rumah kita." "Tidak. Kau harus tetap di rumah," larang pria itu. Josephine mendelik tajam. "Aku benar-benar bosan terkurung setiap hari di dalam kamar ini, Call, aku bukan burung yang bisa kau tempatkan di dalam sangkar," k

  • Shadow of Revenge    Bab 57

    Mark tampak fokus mengoperasi lengan Josephine yang terkena peluru. Sementara Angela dan Naima terlihat begitu gelisah. Mereka bahkan tidak sempat menghapus riasan karena kekacauan di hari pernikahan Josephine. Keduanya sigap membawa dokter wanita itu ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan. Karena luka yang dalam, akhirnya Josephine harus dioperasi. Tulang lengannya patah hingga harus dipasang pen untuk menyatukannya kembali. Sebuah pemandangan getir, di mana dulu dia adalah orang yang mengoperasi pasien, tetapi sekarang, dia berada di ruang bedah sebagai pasien. Hingga beberapa jam kemudian, Mark selesai melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. "Lukanya sangat dalam. Bahkan, tulang lengannya retak parah. Untungnya peluru tidak sampai menembus hingga mengenai organ vital," ucapnya. Dia pun keluar untuk menjelaskan kondisi pasien pada suaminya yang menunggu. "Bagaimana kondisi istriku?" Wajah Callister terlihat pias. Demi melindunginya, Josephine sampai mengorbankan diri. "Dokte

  • Shadow of Revenge    Bab 56

    Persiapan pernikahan Callister dan Josephine sepenuhnya menjadi tanggung jawab Fawn. Dengan antusias, wanita paruh baya itu mengatur semua persiapan dengan bantuan Selene. Untuk pengerjaan busana pengantin, dia mengerahkan tiga perancang busana untuk mempercepat pengerjaannya. Bahkan, tempat pemberkatan pun dia sendiri yang memilihnya atas persetujuan dari kedua calon mempelai. "Nyonya, saya tahu Anda tidak sabar menanti pernikahan Tuan dan Nona Orville, tapi Anda juga harus memperhatikan kesehatan Anda sendiri." Selene mendekat dengan nampan berisi obat serta segelas air putih. Fawn yang tengah sibuk memeriksa persiapan langsung meninggalkan buku catatan dan meminum obatnya. Pantas saja dia sedikit tak fokus, rupanya dia lupa minum obatnya. "Selene, apa ada kabar dari Callister dan Josephine? Kapan mereka akan kemari?" "Karena penelitian Nona Orville yang belum selesai, mereka sepertinya akan datang pekan depan, Nyonya." "Mereka bilang ingin menikah, tapi bahkan saat acara pe

  • Shadow of Revenge    Bab 55

    "Dokter, gawat, Dokter!" Seorang perawat berlari menuju ruang kerja Josephine. Wajahnya memucat, tangannya gemetaran. "Ada apa?" Josephine yang sedang bersiap-siap pulang langsung mendekat. Menyerahkan segelas air putih pada perawat tersebut. Wanita itu menegak habis air. Napasnya tersengal-sengal dengan keringat yang mulai bercucuran. "Sam, Dokter, dia tidak ada di ruang rawatnya," ucapnya. "Apa?! Bukankah tadi dia ada di ruangannya?" Josephine tampak begitu panik. Pasalnya, Samuel adalah salah satu pasien prioritas mereka. "Kau sudah mencarinya ke taman?" Josephine berjalan cepat menuju pintu keluar, diikuti perawat di belakangnya. "Saya sudah mencarinya kemana-mana, tapi dia tidak ada." Josephine mendekati lift. Namun, di sana tertera sebuah tulisan yang menyatakan jika benda tersebut dalam perbaikan. Mereka akhirnya harus menggunakan tangga darurat untuk mencari keberadaan Samuel. Sepanjang jalan, Josephine terlihat sangat gelisah. Dia takut anak itu tak sadarkan diri

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status